Hari ini ada banyak hikmah yang aku ambil sebagai pelajaran dan muhasabah diri. Sungguh aku sangat terkesan sekali. Ceritanya aku melayat seorang paman sepupu (apa sih namanya...nenek pamanku yang meninggal ini dua beradek dengan nenek ibuku), jadi paman sepupukan? Karena papa dan mama sudah almarhum maka jadilah kami dua beradek yang mewakili papa dan mama dalam rangka menyambung tali silahturahim. Beliau meninggal karena sudah hampir setahun mengidap kanker usus.
Hubungan kekeluargaan dengan om X ini duluuuuuuu.... sangat baik dengan keluarga kami. Bahkan dulu saat aku masih berusia sekitar 3 – 4 tahun mama sering nitipin aku buat dijagain oleh Om X dan adeknya om Y. Aku masih ingat dulu aku digendong-gendong oleh mereka.
Yang lebih kuingat lagi keluarga pamanku ini adalah keluarga yang sangat kaya. Bapaknya adalah pejabat besar dan ternama di suatu daerah kabupaten (kepala pajak kalau tak salah). Jadi memang keluarga mereka hidup dengan bergelimang harta. Apapun mereka punya. Di jaman tahun 70-an, rumah mereka megah, bertingkat, luas dan mewah banget. Mobil yang saat itu masih langka dimiliki orang, mereka bahkan punya lebih dari satu (setiap anak punya satu mobil). Dulu sejak masih anak-anak bahkan sampai tamat SMA dan saat awal sudah bekerjapun masih lumayan dekat dengan mereka. Bahkan malah sempat mau dijodohkan dengan salah satu anak nenek alias pamanku itu.
Saat itu meski usiaku masih belia aku sudah punya prinsip hidup yang baik, sesuai ajaran mama dan papaku, aku menolak perjodohan itu (yang menjodohkan itu keluarga mereka bukan mama dan papa) karena aku tidak merasa klop tentang “agama” keluarga mereka. Itu saja. Meskipun paman yang mau dijodohkan dengan aku punya pekerjaan dan jabatan yang lumayan, bahkan paman itu yang paling baik diantara anak nenek yang lainnya.
Meski masih belia, namun karena sejak kecil sudah dekat dengan mereka jadi paham apa yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Kakek sepupu itu sibuk dengan pekerjaan, sedangkan nenek sibuk dengan pergaulan ibu-ibu jetset dan anak-anaknya hidup dalam limpahan harta dan kekayaan. Sudah tak terhitung lagi anak kakek/nenek alias paman maupun bibik itu kecelakaan mobil masuk rumah sakit, patah kaki, patah tangan. Bergantian yang perempuan dan laki-laki (kakek/nenek punya 9 anak). Seperti tak ada jeranya. Mereka beli mobil baru...tabrakan lagi, masuk rumah sakit tak ada ujungnya.
Aku masih ingat setiap malam minggu di rumah kakek itu selalu ada semacam pesta (kalau dulu istilahnya disco) dengan musik hingar bingar, lampu kelap kelip, bau alkohol, asap rokok mengepul, muda mudi berpelukan berciuman bebas. Aku dulu suka melihat karena rumah kakek tak jauh dari rumahku dan aku sering main kesana cuma buat numpang nonton televisi (zaman itu televisi masih langka, bahkan sekampungku saja hanya kakek yang punya. Televisipun hanya siaran seminggu sekali yaitu tiap akhir pekan).
Begitulah kehidupan mereka. Bergelimang harta namun anak-anaknya jadi berantakan. Dari 9 orang anaknya hanya satu yang lumayan baik dalam pendidikannya yaitu om Y yang mau dijodohin ke aku itu. Sampai dewasa anak-anaknya sangat konsumtif dan tidak mandiri, karena memang tidak kerja. Bagaimana mau bekerja wong SMA saja ada yang tak lulus atau jika luluspun karena “nyogok”.
Sangat kontras dengan keluarga kami yang biasa-biasa saja, tidak kekurangan dan tidak juga terlalu berada, namun karena mama dan papa orang yang sangat “keras dan disiplin” dalam mendidik anak , 8 orang anak mama dan papa “jadi orang” semua. Mendapat pendidikan yang lumayan tinggi (kalau istilah orang dulu “sarjana”) dan memiliki pekerjaan yang mapan. Melihat kondisi keluargaku ini kakek/nenek, bahkan salah satu anak kakek yang perempuan yaitu bik M kagum dan selalu berusaha buat menjodohkan anak/adiknya dengan anggota keluarga kami. Mulai dari aku, lantas adekku yang cowok, sayangnya kami kok tidak mau. Kalau aku alasannya yang tadi sudah kusebutkan.
Entah tahun berapa aku sudah lupa, bahkan akupun sedang tidak tinggal di Palembang (dulu aku seolah di Bogor), Kakek itu meninggal (kalau nenek alias istrinya sudah lama meninggal karena kanker rahim, aku masih SD kalau tak salah). Saat kakek meninggal meninggalkan banyak harta, rumah besar dan megah, uang, mobil dan juga anak-anak yang belum mandiri meski sudah sangat dewasa dan bahkan sudah berkeluarga yang punya pola hidup sangat konsumtif. Itu saja yang aku ingat saat itu.
Akhirnya karena kami sudah makin dewasa, sibuk dengan urusan masing-masing bahkan anggota keluargaku banyak yang tinggal diluar kota. Kami sudah tidak begitu dekat lagi. Terlebih karena ada sedikit rasa kekecewaan di hati bik M masalah perjodohan anaknya dengan adek ku yang tak direspon oleh adek, membuat dia agak marah bahkan seperti menjauhi keluarga kami.
Hingga ... sekitar 4 tahun lalu tetanggaku Ely yang bercerita dan berkeinginan menjodohkan aku dengan seorang duda, atasannya di kantor. Cerita punya cerita rupanya laki-laki yang mau dijodohkan dengan aku itu adalah paman ku sendiri. Yaitu om X (hmmm....kalau dulu om Y adeknya sekarang kakaknya...sempitnya dunia ini yah?). Banyak cerita dari Ely tentang om aku itu, tentang tobatnya dia, tentang asal muasal perceraiannya yang disebabkan istrinya tertangkap tangan selingkuh di depan matanya. Panjang.... Akupun paham masa lalu nya dengan pergaulan bebas, kisah pernikahannya dengan sang istri karena sudah hamil duluan 6 bulan. Entahlah aku masih belum welcome meski kata Ely dia sudah sangattt bertobat dan agamais.
Berita tentang om X itu cuma sampai di situ karena aku “no respon” dengan rencana perjodohan Ely. Dan sampai pagi subuh tadi tiba-tiba Ely nge WA aku, menyampaikan berita duka cita yang mengabarkan bahwa “Om X meninggal dunia”. Aku menanggapi berita itu datar saja, menyampaikan ucapan belasungkawa dan terima kasih atas info Ely. Dan aku menyampaikan berita duka cita itu di group WA Family. Beberapa komentar masuk dari ibu Ade kakak nomer 2 yang bertanya meyakinkan bahwa benarkan yang meninggal itu Om X teman SD dan SMPnya, yang dulu selalu jadi bodyguard dia jika digangguin orang lain. Aku bilang iya. Lalu tiba-tiba Atik adek bungsu komen juga ngajak melayat. Aku pikir bener juga...bukankah kami mewakili papa dan mama almarhum?
Maka akhirnya kami melayat, ke rumah duka. Rumah duka yang merupakan warisan kakek yang ditinggali oleh sebagian besar anak-anaknya meski sudah berkeluargapun. Rumah itu masih di tempat yang dulu. Tapi aku kaget ketika memasuki rumah itu, rumah yang megah dan berisi barang-barang lux itu sekarang terlihat kumuh, kotor dan isinya seadanya, bahkan catnya sudah sangat pudar. Terakhir aku ke rumah itu sekitar tahun 87 an (saat itu ada kesibukan menjelang pernikahan anak tertua kakek), rumah itu masih mewah dan megah. ... sekarang??? Aku sangat tersentuh dan mataku basah. Terlebih melihat anak-anak om X yang masih sangat belia. Yang bungsu mungkin SMA atau paling tidak masih kuliah, mereka menangis menciumi jenazah papanya, sedangkan mama mereka entah dimana karena sudah lari dengan selingkuhannya. Miris sekali!
Aku tak bermaksud menceritakan aib orang lain terlebih keluarga dekat sendiri, namun dari rangkaian cerita yang panjang lebar ini aku ingin bermuhasabah atau mungkin berbagi pengalaman atau katakanlah sebagai ilustrasi bahwa harta dunia tidak menjamin hidup kita terhormat. Harta yang berlimpah yang dimanfaatkan di jalan yang keliru menjadi bumerang. Satu lagi pelajaran yang berharga yang aku tarik adalah jangan kau bekali anak-anakmu dengan harta dan kesenangan duniawi tapi bekali dengan iman dan taqwa, dengan ilmu.
Harta yang berlimpah akan habis juga dimakan masa, dimakan waktu, dan perlu kita ingat bahwa kebahagiaan dunia yang semu itu menipu dan sering kali melalaikan dari akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.” [Luqmaan: 33]
Allah Ta’ala juga berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al Hadid: 20]
Kehidupan ini adalah ujian bagi manusia. setiap umat diuji dengan cobaan yang sesuai dengan keadaan mereka. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ
Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, dan ujian umatku adalah harta
Ketika menjelaskan makna hadits ini, Imam al-Mubârakfûri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, maksudnya kesesatan dan kemaksiatan. Dan ujian umat ini adalah harta, maksudnya harta menyebabkan kelalaian. Karena harta bisa melalaikan fikiran dari ketaatan dan bisa menyebabkan lupa akhirat.
Banyak sekali kerusakan yang ditimbulkan oleh harta yaitu ia semacam kekuatan yang mampu menggerakkan syahwat dan menyeretnya untuk bersenang-senang dengan hal-hal mubah, sehingga bersenang-senang itu menjadi kebiasaannya. Bisa jadi, kesenangannya terhadap harta semakin bertambah besar sementara terkadang dia tidak mampu mencari yang halal, akhirnya terjerumus dalam perkara syubahat ditambah lagi itu melalaikan dari dzikrullâh. Dan tidak ada seorangpun yang lepas dari hal ini.
Sedangkan kemuliaan (seperti kedudukan dan semacamnya), maka cukuplah sebagai kerusakannya yaitu harta dikorbankan untuk meraihnya, sementara kemuliaan tidak dikorbankan untuk meraih harta. Dan itu merupakan syirik khafi (yang samar). Sehingga dia tenggelam dalam perbuatan riya’, mudâhanah (toleransi dengan mengorbankan agama), kemunafikan dan semua akhlaq yang hina. Maka ini jelas sangat merusak”.
Maka tidak selayaknya bagi seorang muslim, memburu dunia ini dengan segala cara, memperbanyaknya, menyimpan dan menumpuknya tanpa menginfakkannya di jalan Allâh. Karena itu hanya akan menyeret hatinya menuju dunia dan perhiasannya serta memenjaranya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا
"Sesungguhnya orang-orang yang banyak harta adalah orang-orang yang sedikit (kebaikannya) pada hari kiamat, kecuali orang yang diberi harta oleh Allâh, lalu dia memberi kepada orang yang disebelah kanannya, kirinya, depannya dan belakangnya. Dia melakukan kebaikan pada hartanya. "
Semoga peristiwa hari ini mampu membuat aku memperbaiki diri. Apapun terjadi Innalillahi wa inna ilaihi rojiun Om X. Semoga Allah menempatkanmu di tempat terbaik. Insyaa Allah husnul khotimah, karena om sudah bertobat beberapa waktu lalu.
Selagi hidup di dunia selalulah berbuat baik dan terus menerus bertobat sebelum kematian datang menjemput |
Harta kita berupa rumah mewah dan megah pada khirnya akan habis bahkan tanah seukuran 2x3 meter inilah rumah tempat tinggal kita |
No comments:
Post a Comment