Wednesday, March 21, 2018

JODOH

Jodohmu itu cerminan dari dirimu, jadi jangan berharap jodohmu seperti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam jika dirimu tidak sebaik bunda Khadijah dan teruslah belajar untuk memperbaiki diri supaya bertemu dengan jodoh yang terbaik untukmu. Manusia manapun tidak ada yang bisa tahu dengan siapa mereka akan berjodoh. Seperti apapun wajahmu saat ini tidak bisa engkau jadikan andalan untuk mengetahui dengan siapa kelak kau akan menikah.

Karena jodohmu ialah cerminan dirimu bukanlah cerminan wajahmu, buat engkau yang memiliki fisik sempurna belum tentu akan mendapatkan pasangan yang sempurna pula, begitu pula sebaliknya. Yang Allah janjikan itu jodohmu ialah cerminan dirimu bukan cerminan wajahmu, jangan salah persepsi

Jangan salah menanggapi makna jodohmu ialah cerminan dirimu, karena yang dimaksud dirimu ialah sifatmu, bukan wajahmu. Yang Allah janjikan ialah yang baik akan dijodohkan dengan yang baik pula begitu sebaliknya. Jadi berharaplah semoga yang baik itu memiliki tampang yang baik pula.

Yang cantik belum tentu bakalan mendapatkan yang tampan, yang jelek belum tentu akan dipasangkan dengan yang jelek juga. Jadi belum tentu yang tampan akan berjodoh dengan yang cantik begitu pula sebaliknya. Karena sejaatinya bagi Allah semua manusia itu sama di hadapannya, cantik dan tampan itu hanyalah istilah yang dibuat oleh manusia. Sehingga sangat mungkin yang memiliki fisik biasa-biasa saja bakalan bakaalan berjodoh dengan yang sempurna menurut pengelihatan manusia. 

Tak jarang ada orang yang mengalami/merasakan jodoh tak kunjung datang yang menjadikan hidup gelisah. Terlebih lagi bagi mereka yang belum menemukan jodoh akan sangat tertekan menghadapi pertanyaan “Kapan menikah? Jangan terlalu pilih-pilih”. Pertanyaan tersebut sangat-sangat mengganggu, karena sesungguhnya tidak ada manusia yang tidak ingin menikah. 

Yang harus dipahami adalah bahwa jodoh itu adalah hak prerogratif Allah. Kita hanya bisa ikhtiar dan berdo’a namun kapan datangnya jodoh itu rahasia Allah.. Teruslah bergaul dan jangan minder. Bersabarlah hingga waktu yang telah ALLAH tentukan itu tiba. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan sembari menanti datangnya jodoh : 

1. Benahi Hari & Luruskan Niat 
Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)

Jika niat kita benar, maka Insya Allah kita pun akan mendapatkan sesuai dengan apa yang kita niatkan. Jika kita berniat mencari jodoh karena lillahi ta’ala, semata hanya karena Allah, maka Allah pun akan mentaqdirkan kita bertemu dengan seseorang yang memiliki niat yang sama.

2. Perbaiki diri 
Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang baik, shaleh/shalehah, maka kita harus menjadi orang yang baik juga. Itulah maksud Allah dalam firman-Nya,

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (QS. An-Nur: 26). 

3. Memperbanyak ibadah sunnah 
Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita juga perlu mendekati Allah dengan ekstra dekat. Ibadah wajib harus dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa kita harus menambah ibadah-ibadah sunnah seperti sholat tahajjud, sholat dhuha, shaum, tilawah Al Qur’an, infaq, dan lain-lain. Lakukan ibadah sunnah ini secara rutin setiap hari agar iman kita bertambah dan doa kita semakin dikabulkan Allah SWT, 

4. Memperluas pergaulan 
Cara lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah memperluas pergaulan. Dengan pergaulan yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan. Tentunya harus di lingkungan yang baik jika jodoh kita ingin baik. Jika kita menginginkan suami/istri yang soleh/sholehah maka tanyakan pada diri kita masing-masing, sudah pantaskah kita memiliki suami/istri yang soleh/sholehah? 

۝ وَمِن ءَآيٰتِهٖ أَن خَلَقَ لَكُمْ مِّن أَنفُسِكُمْ أَزْوٰجًا لِتَسْكُنُوآ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِى ذٰلِكَ لأَٰيَـٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ۝
” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ( Ar-Rum (30) ayat; 21). 

Islam telah meletakkan kaedah-kaedah pokok sebagai dasar pertimbangan yang sehat dalam memilih suami. Jika setiap orang mengikuti dan melaksanakan dasar-dasar tersebut tentu mereka dapat menyelamatkan keturunannya dari berbagai macam kesukaran, penderitaan dan kemalangan yang akan terjadi akibat kesalahan sikap dalam memilih jodoh. Adapun kriteria memilih pasangan hidup yang dianjurkan dalam kaedah Islam adalah sebagai berikut : 

1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya 
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman, 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13) 

Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya, 

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, 

إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi). 

Memahami sabda Rasulullah di atas, maka ilmu agama adalah kriteria paling penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya. 

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim) 

2. Al Kafa’ah (Sekufu) 
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala, 

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ 
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26) 

Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits, 

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك 
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita? 

3. Menyenangkan jika dipandang 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati. 

Allah Ta’ala berfirman, 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا 
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21) 

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya, 

وان نظر إليها سرته 
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih) 

Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

أنظرت إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا 
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim) 

4. Subur (mampu menghasilkan keturunan) 
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur, 

تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم 
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih) 

Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202) 

Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami 
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت 
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih). 

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha: 

عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت‏:‏ أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت‏:‏ إن أبا الجهم ومعاوية خطباني‏؟‏ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏‏”‏أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه‏ 
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan. Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

تعس عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض 
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari). 

Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki. 

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ 
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32) 
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri 

Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. 

Kriteria khusus untuk memilih calon istri.

1. Bersedia taat kepada suami 
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, 

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء 
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34) 

Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ 
Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani) 

Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini. 

2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya 

Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman, 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً 
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'” (QS. Al Ahzab: 59) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا 
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim) 

Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.  Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i. 

3. Gadis lebih diutamakan dari janda 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

عليكم بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير 
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani) 

Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim) 

4. Nasab-nya baik 
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya. 

Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah. 

Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits, 

الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ 
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari) 

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.  Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini. Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan. 

Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, 

إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…” 
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari) 

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. 






Tuesday, March 20, 2018

MAKNA KAIN IHRAM DALAM PELAKSANAAN IBADAH HAJI DAN UMROH

Dari beberapa kali melaksanakan ibadah haji dan umroh, secara tiba-tiba aku tergelitik untuk memahami makna kain/pakaian ihram. Definisi ihram diambil dari bahasa Arab, yaitu dari kata al-haram yang bermakna terlarang atau tercegah. Setiap jamaah haji/umroh setelah melafazkan niat ihram maka berlakulah aturan dan larangan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya dilarang berkata kotor, berbantah-bantahan, membunuh binatang, memotong pepohonan, berjima’, menikah, memakai wangi-wangian, dan lain-sebagainya 

Pada saat ‘Ihram”, banyak aturan atau persyaratan yang harus kita patuhi, agar pelaksanaan haji dan umroh kita sempurna tanpa harus membayar “dam”. Namun dari satu larangan saat berihram adalah kita dilarang membuka aurat sembarangan meskipun di depan sesama wanita. Hal ini yang menjadi kesan mendalam dihatiku. Karena apa ? Menurutku saat tidak berihrampun kebiasaan kita para muslimah harus seperti itulah. Bukankah bagian-bagian tubuh kita tetap merupakan aurat meski terhadap sesama wanita. 

Selama ihram para jama’ah diwajibkan mengenakan pakaian ihram. Pakaian ihram untuk wanita adalah pakaian biasa yang menutup semua auratnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Bagi muslimah harusnya dapat mengambil makna dari aturan tentang pakaian ihram bagi wanita. Maknanya adalah pada hakikatnya “style/gaya” berpakaian seorang muslimah yang harus kita kenakan sehari-hari dalam kehidupan kita adalah seperti pakaian yang kita kenakan saat sedang berihram. Longgar, panjang, menutup dada, tidak menyerupai laki-laki dan menutup aurat (sayang sekali bila tak dapat mengambil makna pakaian ihram wanita ini, karena sering kali banyak muslimah yang pada saat umroh bisa mentaati aturan tentang kewajiban pakaian yang disyaratkan baginya, namun setelah pulang umroh sehari-hari kembali berpakaian ala wanita zaman now, yang ketat, jilbab cekek dsb). 

Sedangkan pakaian ihram laki-laki terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit. Warna tidak menjadi prinsip (namun lebih diutamakan berwarna putih) sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : خَيْرُ ثِيَابِكُمُ اْلبَيَاضُ فَالْبَسُوْهَا َوكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَكُمْ (“Sebaik-baik pakaian kalian adalah yang putih, maka kenakanlah dia dan kafanilah mayat kalian dengannya”). HR Ahmad. Lihat Syarah Ahmad Syakir, 4/2219, dan ia berkata: “Isnadnya shahîh” 
Banyak makna dan perumpamaan yang dapat diartikan dari 2 helai kain (“putih”) tak berjahit ini, antara lain : 

1. Berselendang kain ihram yang terdiri dari dua lembar kain putih, sebagai lambang lepasnya keindahan dunia yang beraneka-ragamnya, sebagai lambang lepasnya hawa nafsu (yang selalu menjurus kepada keburukan) dan lepasnya diri dari segala selubung kekotoran yang menghalangi ma’rifat kepada Allah, menghalangi akal dan pikirannya untuk mengetahui hakekat hidup dan tujuannya yang hakiki dan suci lahir batin seperti kain putih. 

2. Dari pakaian ihram dapat pula menyadarkan orang akan kesamaan wujud dan bentuk, kesamaan sumber (asal), tunduk kepada Allah, menyadari kemanusiaannya, di mana ukurannya terletak pada sejauh mana pengabdiannya kepada Allah Swt secara ikhlas dan bersih dari syirik. Kemudian sampai sejauh mana kesadarannya untuk menciptakan persaudaraan dengan sesamanya. 

3. Tujuan lebih jauh ialah agar timbul rasa merendahkan diri dan hina dihadapan Tuhannya, dan rasa tidak memiliki apapun serta kekuatan apapun bagaikan bayi yang hanya dikenakan kain yang tidak berjahit, kecuali kain popok. 

4. Pakaian ihram juga mengingatkan pemakainya bahwa ketika lahir tidak seutas benangpun yang yeng melekat dibadannya dan kelak ketika meninggal dunia maka pakaian yang melekat di badannya hanya kain putih yang tak berjahit sebagai pembungkusnya. 

5. Pada dasarnya mengenakan pakaian ihram adalah menanggalkan perhiasan dunia, yang penuh gemerlap dan cobaan. Allah berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran : 14) 

6. Mengenakan pakaian ihram merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, juga memiliki makna bagi pendidikan rohani, yaitu hakikat manusia. Allah hanya melihat iman, amal dan taqwa seseorang tanpa membedakan identitas dan strata sosial. Dalam hadits Rasulullah menjelaskan: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada identitas (sosial) dan tidak pula kepada harta mu, akan tetapi Allah melihat hati kamu dan amal-amalan kamu”. (HR. Muslim) 

Dan dalam firman Allah SWT: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujurat : 13)

7. Perjalanan haji dan umroh merupakan perjalanan yang mulia dan suci di hadapan Allah SWT, karena tujuan perjalanan itu sendiri demikian suci, yakni akan menjadi tamu Yang Maha Suci dan dilaksanakan di tempat yang suci. Yakni Makkah Al-Mukarramah. Oleh karena itu, orang yang berihram sebenarnya sedang mensucikan dirinya dari berbagai hal yang dilarang. Sikap suci ini harus dimiliki oleh orang-orang yang akan bertamu kepada Allah SWT di Tanah Haram. Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki kawasan itu. Firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis,, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. At-Taubah : 28) 

Demikianlah beberapa item yang dapat dirangkum tentang makna pakain ihram. Kemewahan pakaian dapat membangkitkan sikap sombong, karena merasa lebih baik, lebih tinggi dari orang lain. Berpakaian seperti yang telah dipersyaratkan dalam rangkaian pelaksanaan ibadah Haji dan Umrah memberikan efek dapat melunakkan hati seseorang. Kepatuhan pada aturan yang dipersyaratkan melambangkan kepatuhan kita pada perintah Allah. 

Bagaimanapun kesombongan akan membawa manusia pada kehancuran. Padahal sebagaimana manusia tidak ada yang patut disombongkan. Manusia itu lemah selemah-lemahnya tanpa pertolongan Allah. Allahlah yang menjadikan kita gagah, kuat, kaya. Jadi tak sepantasnya kita bersikap sombong. Dalam sebuah Hadits Qudsy Allah berfirman: “Wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan. Akulah yang memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang, Aku-lah yang memberi pakaian”. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu dapat menarik hikmah dalam setiap aktifitas kehidupan di dunia ini, termasuk rangkaian prosesi ibadah haji dan umroh yang dalam tiap tahapan kegiatan mengandung makna dan hikmah yang sangat dalam yang dapat kita ambil untuk menambah bekal ilmu dan kebaikan hidup kita sebagai bekal kembali nanti ke kampung akhirat. Kampung kita yang sebenarnya. Dunia ini hanya persinggahan sementara.... Semoga haji dan umrohnya mabrur. Aamin ya Robbal A’lamiin...

Pakaian ihram wanita dan pria, peringatan saat ihram maka cadar wanita harus dilepas ya.. 

Berihram dan menuju miqot masjid Hudaibiyah my sons dan mutawif ustadz Fandy



Wednesday, March 14, 2018

SAMI’NA WA ATHO’NA

Lama aku gak update blog ini, namun sepulang umroh ada aja ide buat nulis lagi. Saat aku masih di Mekah Al Mukaromah saat umroh bulan Februari 2018 kemaren, pas sedang antri lift secara tak sengaja aku mendengar percakapan beberapa orang ibu-ibu anggota rombongan kami juga. Mereka ramai bercakap dan berkomentar. Kulihat mereka membuka-buka kertas selebaran seperti brosur. Aku sedikit mendengar topiknya, tapi untuk menghilangkan rasa penasaran aku mendekat dan ikut mendengarkan secara seksama apa yang dibicarakan.

Rupanya mereka mendapat kajian di masjidil Haram saat ba’da Maghrib. Istilahnya Halaqah. Yaitu semacam kajian yang di adakan per blok per lantai dalam kelompok kecil di Masjidil Haram, dan biasanya diadakan ba’da Maghrib saat menunggu Isya’. Tiap lantai ada berbagai macam kajian atau sharing ilmu oleh petugas yang berbaju hitam plus cadar yang bertugas di masjidil Haram. Tidak semua jamaah bisa ikut. Biasanya ada beberapa petugas yang berkeliling lalu memilih dan menunjuk beberapa orang untuk ikut suatu kajian dalam kelompok kecil.

Aku sendiri pernah dipanggil alias terpilih untuk belajar membaca Al-Qur’an secara free. Aku senang dan antusias menerima tawaran itu. Saat itu Atik ingin juga ikut tapi tak boleh. Aku diajak ke kelompok beberapa orang yang sudah antri untuk diajari membaca Al-Qur’an. Saat itu aku diwajibkan membaca membaca surat Al-Fatihah. Seru sekali dari semua yang antri akulah yang paling lama dan paling banyak salah dalam melafazkan huruf per hurufnya terutama untuk huruf "sho". Bahkan mulai dari bacaan ta’awudz dan bismillahpun aku mesti mengulangi berkali-kali. 

Heheehe... padahal selama ini aku sudah merasa bisa baca Al-Qur’an. Saking berkali-kalinya aku membaca dan mengulang semua mata tertuju padaku, tetapi aku terharu dengan sikap sang guru. Dia sangat semangat dan sabar sekali mengajari aku sebagai peserta yang paling gak bisa. Belum bener dia suruh ulang lagi. Terusss....! Sampai akhirnya sekitar 15 menit mengulang-ulang baru terlontar kalimat dari bibir sang guru “Maa syaa Allah... tabarakallahu. Good...!. Maka akupun merembes air mata dan seraya memeluk beliau “Jazakillah khoir ukhti” ucapku. Berkali-kali beliau berucap “Tabarakallahu”.

Nah ...rupanya para ibu itu tadi mendapatkan kajian tentang cara berpakaian wanita muslimah. Selebaran yang mereka dapat tadi adalah foto-foto cara berpakaian syar’i. Lengkap fotonya dengan berbagai pose dengan tampilan wanita Arab, gamis panjang longgar menyentuh tanah, khimar yang juga panjang hampir sepanjang bajunya. Dari berbagai foto di selebaran itu ada foto yang pakai cadar ada yang tidak. Aku memegang selebaran itu dan mengamati dengan sekasama foto-foto yang ada di situ.

Masih kudengar ocehan ibu-ibu itu yang pada intinya kurang menyetujui aturan yang diajarkan. Sambil memegang selebaran mereka berujar “ Ah gak mungkinlah begini....kalau seperti ini kita gak akan bisa kerja lagi. Baju panjang seperti ini nah...ngepel jalan dan lantai pula. Susah mau bergerak....bla...bla...bla”. Aku dengarkan saja apa yang mereka bicarakan, yang dapat aku simpulkan pada prinsipnya mereka tidak mau dan tidak setuju tentang cara berpakaian muslimah itu seperti itu.

Aku paham mengapa mereka terpilih untuk ikut kajian itu. Penampilan mereka masih jauh dari syar’i. Beberapa dari mereka masih mengenakan celana panjang (malah ada yang pakai sejenis legging jeans) dengan baju atasan yang tidak begitu panjang, dengan jilbab yang juga seadanya. Dari beberapa kali pengamatan aku, orang-orang yang ditarik alias dipilih oleh petugas untuk ikut “Halaqah” pasti ada sebabnya. Contoh saja aku terpilih karena aku terlihat lebih sering membaca buku do’a dan dzikir selama di masjidil Haram, sedangkan Atik tidak diperbolehkan ikut karena dia memang selalu baca Al-Qur’an karena targetnya selama umroh dia akan khatam Al-Qur’an. 

Selanjutnya suatu ketika ibu-ibu di sebelah kami sebanyak 6 orang dipanggil dan diajak untuk membahas sesuatu. Padahal kami yang duduk bersebelahan ingin ikut tidak diperbolehkan. Karena rasa penasaran aku mengintip belajar apa sih mereka. Ternyata 6 orang tersebut diajarkan tata cara sholat jenazah. Aku dan Atik berbisik kok hanya mereka sih yang diajari ? Dan di akhir sholat Isya baru kami dapat jawabannya, yaitu diakhir sholat ke-6 orang tersebut itu tidak ikut sholat jenazah. 

Ohhhh...jadi sepertinya ada suatu monitor yang mengamati para jamaah. Lalu dipilihlah orang-orang yang mungkin dianggap belum punya ilmu tentang sesuatu, Seperti aku beberapa hari lalu. Dan aku yakin ibu-ibu yang terpanggil untuk ikut kajian tentang busana syar’i tadi karena memang penampilan mereka belum sampai ke situ.

Pada awalnya aku diam dan menyimak saja pembicaraan mereka, namun pada akhirnya aku tergerak untuk berbicara sedikit saja. Mungkin bisa membuka wawasan dan membantu pemahamannya secara sederhana. “Iyalah bu ...mungkin tidak harus persis sama seperti di foto ini pakaian syar’inya. Tapi paling tidak berpakaian yang diperintahkan dalam Al-Qur’an itu intinya adalah menutup seluruh aurat. Bagaimana wujudnya menutup aurat ? Maka pakaian itu harus lebar, longgar, sederhana, tidak tipis/transparan, tidak ketat/sempit dan tidak menyerupai laki-laki. Apa yang dimaksud yang menyerupai laki-laki yaitu janganlah wanita memakai celana panjang akan sangat baik pakailah rok. Itu dululah bu yang harus dipenuhi. 

Diantara tanda bahwa hijab kita telah syar'i adalah pantas digunakan untuk sholat, tanpa perlu memakai mukena lagi, selama suci dari najis. Bukankah sudah sangat jelas perintah berhijab dalam Al-Qur’an yaitu “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,….”(QS an-Nuur : 31) dan “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena mereka tidak diganggu, Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzab : 59)” Ujarku sambil membacakan ayat-ayat tentang kewajiban hijab yang tertera di brosur itu.  

Baru saja selesai aku bicara ada seorang ibu yang nyeletuk dengan sangat keras. “Aiiih...ngomong mudah bu. Dak boleh pakai celana panjang, kalau pakai rok itu susah kami untuk kerja dan beraktifitas. Bisa keserimpet-serimpet” ujar ibu itu ketus dan wajah garang. Aku cuma mengamati expressinya dan enggan untuk bicara. Hati yang keras memang susah menerima hidayah. Biarkanlah beliau dengan kekerasan dan prinsip hidupnya. Dalam hati aku berdo’a semoga Allah memberikan hidayah dan melunakkan hatinya untuk mudah menerima ilmu dan nasihat. Akan sangat sia-sia berdebat dengan orang seperti itu apalagi ini sedang di tanah suci.

Aku diam dalam hati dan bergumam. Pakai rok susah, ribet? Itu hanya karena kita tidak mau  mengikuti dan menjalankan aturan. Sejak aku paham tentang aturan syar’i, maka meskipun untuk jalan-jalan ke gunung, laut, ke pabrik bahkan olah ragapun aku selalu pakai gamis/rok longgar dan khimarku yang semata kaki. Ribet? Keserimpet? TIDAK? Kenapa aku bisa? Karena aku tahu aturan Allah pasti baik, pasti tidak susah! Itu saja! Akhirnya aku terbiasa. (Maaf bukan sombong dengan mencontohkan diriku sendiri. Tapi sebagai bahan bandingan saja). 

Dari cerita sejarah masa lalu ada berbagai macam kategori manusia di dunia ini ketika diperintah yaitu :
1) Jawaban org mukmin:
- sami’na wa atho’na “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami MENDENGAR, DAN KAMI PATUH.” Dan mereka itulah orang-orang yang BERUNTUNG.” (Q.S: an-Nuur: 51)

- “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “KAMI DENGAR DAN KAMI TAAT.” (Q.S: al-Baqarah: 285) 

2. Jawaban Bani Israil/Yahudi: 
- sami’na wa ashoina: “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “KAMI MENDENGAR TETAPI TETAPI TIDAK MENTAATI”. (Q.S: al-Baqarah: 93) 

3. Jawaban org MUNAFIQ: 
- sami’na wa hum laa yasma’uun:“Hai org2 beriman, taatlah kpd Allah & RasulNya dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang MUNAFIQ yg berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA TIDAK MENDENGARKAN.” (Q.S: al-Anfaal: 20-21). 

Ketika mereka mengatakan, “kami mendengar”, Allah Maha Tahu, sebenarnya hati mereka menolak dan mereka tidak mendengarkan. Sebagaimana orang munafiq pada umumnya, secara zhahir mereka menampakkan sifat baik, mendengar & merespon, padahal tidak demikian (Ibnu Ishaq dlm Tafsir Ibnu Katsir hal 25 terbitan Pustaka Imam Syafii). 

Kemudian Ibnu Katsir menulis: “Allah menjelaskan bahwa manusia seperti ini adalah MAHLUK PALING BURUK & TERMASUK PERANGAI PALING BURUK. Karena Allah berfirman di ayat selanjutnya: “Sesungguhnya binatang (mahluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang tuli.”(Surat~al-Anfaal: 22). Maksudnya TULI dari mendengarkan kebenaran. BISU dari memahaminya. Karena itu Allah berfirman: “Yang tidak mengerti apa pun”. Mengapa seburuk-buruk mahluk? Sebab seluruh mahluk melata selain mereka taat kepada Allah sesuai fungsi ia diciptakan. Sementara orang munafiq diperintahkan untuk beribadah namun mereka kufur. Pada surat al-Araaf: 179 Allah berfirman: “Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-orang yg lalai".

Jadi seperti itulah yang terjadi pada orang-orang yang hatinya masih keras dan belum mau menerima hidayah. Mungkin kaum wanita sekarang menyangka bahwa tidak menutup aurat dan berjilbab/hijab tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadist adalah dosa kecil, bahkan ada yang bilang lebih baik tak memakai jilbab dari pada memakai juga tak bisa menjaga kelakuannya"Kaum wanita menganggap yang terpenting hatinya dan bisa menjaga prilaku dan mengerjakan sholat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. 

Padahal sudah sangat jelas tuntunan bagi kita dalam : 
1. Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya sbb:
"Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”.

2. Di dalam surat Al A’raaf ayat 147, Allah menegaskan lagi sikapNya terhadap wanita yang tak menutup aurat, yang berbunyi sbb.: “Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, juga mendustakan akhirat, hapuslah seluruh pahala amal kebaikan. Bukankah mereka tidak akan diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan?”

"Semoga menjadi renungan kita bersama bahwa yang wajib itu tetap wajib hukumnya,," Kita harus patuh dan taat tanpa dalih-dalih. Kalau tidak mulai dari sekarang apakah kita akan menunggu hari lusa atau disaat kita sudah tua,,,?" Ingat satu hal Malaikat maut itu tidak menunggumu hari lusa besok atau tahun depan mungkin satu menit,jam atau hari esok kita telah dicabut nyawanya oleh malaikat maut,,"dan kita benar-benar menjadi orang yang merugi setelah hari itu datang kepada kita,," Ingatlah selalu surat Al A’raaf ayat 36 yang artinya seperti: “Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”.Wallahu a’lam bi sawab.



“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,….”(QS an-Nuur : 31)

Catatan:
Untuk dalil dan ayat-ayat pendukung tulisan ini di dapatkan dari berbagai sumber melalui google seaching