Tuesday, August 23, 2016

HAKIKAT HIJAB BAGI SEORANG MUSLIMAH


“ Lebarnya jilbabku bukan karena diriku lebih baik, tapi hanya ingin menjadi lebih baik. Panjangnya kerudungku bukan karena diriku wanita suci tak bernoda, tapi tak ingin membuat liar pandangan para pria. Tertutup rapatnya semua auratku bukan berarti diriku mulus tanpa dosa, aku hanya ingin menutup satu pintu dosa yang biasa dilakukan oleh wanita, serta berusaha mentaati salah satu perintahNYA” 

Kutipan kalimat-kalimat tersebut diatas selalu menjadi caption menarik bagiku untuk menjabarkan secara simpel tentang kenapa aku berpenampilan seperti sekarang ini. Tidak mudah mempertahankan untuk tampil syar’i di era peradaban yang sedemikian global dan modern. Tatapan aneh, serta komentar agak nyeleneh sering kudapatkan. Teman-teman kantor juga tak urung berkomentar yang justru aneh menurutku. “Ah...saya sih masih muda, masih pengen ngegaya dulu. Nanti ajalah pake jilbab panjang kayak emak-emak gitu”. Dilain kesempatan adalagi yang beralasan ribet, karena orang lapangan jilbab syar’i sangat mengganggu. Tak sedikit pula yang mengatakan jilbabku seperti taplak meja, seprei saking lebarnya. Tapi kalau aku lagi membentang jilbabku untuk dilipat sedikit sebelum memakainya aku tersenyum sendiri, karena teman-temanku gak salah kok ternyata jilbabku memang selebar ranjangnya Ardi anakku. Seperti seprei atau bed cover ahaaaaa....


Yah...hidup ini pilihan, kita akan bertanggung jawab dengan pilihan kita masing-masing. Memang telah tertulis dalam Al-Qur’an bahwa akan datang suatu masa dimana kebenaran dianggap aneh , sedangkan kemaksiatan dianggap sesuatu yang lazim dan benar. Dan itu adalah tanda-tanda akhir zaman.

Tujuan menutup aurat secara syar’i sungguh sesuatu yang sangat besar kebaikannya bagi muslimah. Melindungi muslimah agar tidak diganggu. Tetapi inilah kemajuan peradaban. Trend busana muslimah yang begitu pesat dengan model dan gayanya yang sangat menarik sering membuat falsafah berhijab sendiri menjadi bergeser.

Allah Jalla wa ’Ala berfirman yang artinya:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri istrimu, anak anak perempuanmu dan istri istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Ahzaab: 59).

Aku ingat betapa aku tak henti-hentinya beristighfar didalam hati (karena ku tidak mau menilai, tidak mau berkomentar. Takut dikatakan sok suci, sok hebat bla...bla..bla..). Saat itu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-71. Ada perayaan yang diadakan oleh persatuan warga komplek tempat tinggalku. Jadi bercampur baurlah seluruh warga komplek dalam acara jalan sehat yang dilanjutkan senam pagi bersama dan diakhiri hiruk pikuk suara musik dangdut.

Sudah menjadi kebiasaan di suatu kompleks perumahan dikalangan kaum ibu-ibu selalu saja terjadi persaingan untuk tampil paling keren. Duh...ketika bercampur baur dengan segala macam makhluk laki-laki, tua muda hampir keseluruhan ibu-ibu tampil dengan luar biasa. Ya Allah...inikah yang dikatakan modern? Inikah yang dikatakan trendy? Pakaian kaos ketat, celana ketat dengan jilbab yang diputar balik kesana sini.... sedangkan dada menjadi tampak dengan sizenya luar biasa. Mereka sama sekali tidak merasa risih dengan berpakaian seperti “lontong bocor” begitu tertawa-tawa, meliuk-liukkan badan diiringi musik dangdut. Astaghfirullah...maafkan aku ya Allah...aku bukan menghakimi, bukan memvonis melainkan aku menangis melihat kaumku. Lekuk tubuh yang bulat, sintal dan menyembul kesana sini itu menjadi pemandangan dan santapan kaum bapak-bapak yang ada disana. Masih belum sempurna lagi kesedihanku , mereka berselfi ria dan foto-fotonya di ekspos di group, mungkin juga di Instagram dan Facebook... yang menyebabkan aurat yang seharusnya tertutup itu akhirnya menjadi konsumsi publik. Hatiku menjerit ..kemana suami-suami mereka, kemana anak laki-laki mereka yang membiarkan istri atau ibu mereka tampil seperti itu. Astaghfirulah...subhanallah ...!

Lalu Bagaimana Cara Memakai Jilbab yang Baik dan Benar?

Jilbab yang baik adalah jilbab yang sesuai dengan tuntunan Islam, bukan sesuai dengan mode atau trend yang berlaku di masyarakat. Apa saja syarat-syarat cara memakai jilbab yang baik dan benar? Beberapa di antaranya :
1. Menutupi aurat
2. Jilbab lebar dan menutup dada
3. Jilbab longgar tidak menampakkan bentuk tubuh
4. Tidak tembus pandang
5. Tidak memakai riasan/make up tebal yang berlebihan

Kesalahan Dalam Cara Memakai Jilbab

Berdasarkan cara penggunaannya, jilbab tidak seperti kerudung gaul seperti fenomena yang terjadi di masyarakat. Kerudung yang digunakan haruslah syar’i dan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, baik itu dala Al Qur’an ataupun hadits. Padahal, sekarang tidak sedikit orang yang berjilbab, tapi model dan riasannya kurang pas dalam mencerminkan penampilan muslimah yang baik sesuai syar’i, dan lebih mengutamakan mode dan style yang sedang booming di masyarakat seperti bagaimana para artis berjilbab.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud)”.

Dengan demikian, mari kita mencoba untuk berjilbab sesuai dengan ketentuan tuntunan agama kita, bukan hanya sekedar tuntutan mode dan gaya. Kesalahan-kesalahan teknis lainnya yang berkaitan dengan gaya dan model berbusana atau berjilbab yaitu: 

1. Kerudung tidak Menutupi Dada
Ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an “.. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya … ” (QS. An Nur : 31)

2. Rok Kurang Panjang (sehingga Tampak Menggantung)
Hal ini tidak sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tarmizi dan Nasa’i, dari Ummu Salamah r.a. “”Ya Rasulullah, bagaimana dengan perempuan dan kain-kain mereka yang sebelah bawah?” Sabda Rasulullah S.A.W : “Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya” 

3. Pakaian Ketat dan Menampakkan Bentuk Tubuh
Selain terlihat dan terasa sesak, ternyata pakaian yang ketat juga tidak baik untuk kesehatan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pakaian yang ketat menyebabkan kulit kekurangan ruang untuk bernafas. Akibat yang ditimbulkan dari mengenakan pakaian ketat – mulai dari yang teringan seperti biduran, adanya bercak ringan di bagian tubuh tertentu sampai dengan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kemandulan dan kanker.

Para muslimah hanya beranggapan bahwa menutup aurat adalah menutupi tubuh dengan kain agar tidak terlihat secara langsung. Sehingga apa yang dipakainya masih membentuk tubuhnya yang mengundang syahwat kaum lelaki. Hal ini sama dengan wanita yang memakai baju selam. Apakah pakaian selam pantas dikatakan berhijab? Semua tubuhnya tertutup ketat kecuali wajah dan telapak tangan. Dada dan lekuk tubuh lainnya terbentuk dengan jelas. Inilah yang disebut dengan berpakaian dan telanjang sama saja.


4. Menggunakan Riasan Make-Up yang Tebal
Menggunakan riasan make-up bagi seorang perempuan tidaklah dilarang, tapi anjurannya adalah ‘jangan berlebihan’ karena segala sesuatu ynag berlebihan itu tidak baik dan Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Jika sering menggunakan make-up terlalu tebal, maka kurang sehat untuk wajah karena kulit wajah tidak dapat bernafas dengan baik dan menyisakan residu yang berlebihan pada wajah sehingga jika tidak telaten dapat menyebabkan jerawat di wajah. Apalagi ada beberapa muslimah yang mungkin malas berwudhu atau hanya berwudhu sekedarnya saja dengan alasan menjaga riasan wajah agar tetap awet.

5. Tidak memakai kaos kaki, mengenakan blus yang pendek, memakai rok dengan belahan tinggi serta mengenakan kerudung yang terbuat dari bahan yang tipis/jarang.

6. Memakai celana panjang
Maksudnya adalah benar benar memakai celana panjang sebagai pakaian bawahnya. Sehingga belahan kakinya terbentuk. Namun jika memakai celana panjang kemudian dirangkap dengan gamisnya maka hal itu boleh dan lebih baik.

7. Cara membawa tas yang keliru.
 Muslimah yang sudah memakai jilbab dengan rapi kadang kurang memperhatikan cara membawa tas. Baik tas slempang (dibawa pakai bahu sebelah) atau tas jenis ransel (dibawa di punggung dengan dua slempang di dada). Selempang akan menekan bagian dada karena menahan beban tas sehingga dada akan terbentuk dan menonjol. Hal ini tidaklah patut bagi muslimah. Sebagai solusi, beralihlah dengan menggunakan tas jinjing. Repot sedikit tapi
selamat dari fitnah juga dari mata para saytan.

8. Berkerudung mini, berbaju lengan pendek dengan manset panjang

9. Tidak memakai manset. 
Manset yang terbuat dari kain kaos dan dikenakan di lengan tangan sangat bermanfaat. Ketika berada di busway atau bus kota dan tangan berada di besi tempat berpegangan, maka tanpa disadari lengan baju akan melorot dan lengan tangan akan terlihat. Sedangkan lengan tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Manset berguna menahan turunnya lengan baju karena bersifat kesat. Kalau pun lengan baju melorot ke bawah, maka lengan masih tertutup manset.

10. Berwudhu di tempat umum (terbuka) dan membuka jilbabnya. 
Dengan alasan cuma sebentar dan mendesak, maka aurat pun terbuka ketika berwudhu. Seharusnya mencari tempat wudhu khusus wanita yang tertutup atau berwudhu di dalam kamar mandi.

Memang untuk sampai ketingkat syar’i yang sempurna kita perlu tahapan-tahapan proses. Akupun melalui tahapan-tahapan tersebut. Dulu aku sama sekali tidak berhijab, sampai suatu ketika aku mulai mengenal tentang hijab, saat itu aku sangat sudah mantap ingin sekali berhijab, namun ditentang oleh suami. “Untuk apa pakai jilbab wajahmu gak pake jilbab saja jelek sekali apalagi pake jilbab, kampungan, ketinggalan zaman”. Sampai akhirnya setelah bercerai dengan suami, 1 minggu pasca perceraian aku langsung mengenakan jilbab.

Memang ada muslimah yang harus mematuhi orang tua atau suami walau busananya semakin jauh dari yang disyari’atkan. Bahkan ada yang menyuruh melepaskan jilbabnya. Bertaubatlah wahai para orang tua dan suami, karena Anda akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan taat kepada makhluk dalam menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala hukumnya haram.

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HSR. Ahmad).

Pertama kali berjilbab aku hanya mengenakan kerudung seadanya, bahkan ketika itu karena tuntutan pekerjaan sebagai orang pabrik jilbabku dimasukkan kedalam baju. Sehingga sesungguhnya aku hanya menutup kepala bukannya menutup aurat. Dan metamorfosa selanjutnya aku terbawa arus perkembangan mode busana muslim trendy ala ala hijaber. Kerudung/pasmina yang dililit, diputar kesana sini, tutorial mengenakan sawl/kerudung apapun aku bisa mengenakannya, bahkan dengan kreatifitasku aku bisa menciptakan tutorial mengenakan kerudung ala aku. Rekan-rekan banyak yang belajar dan menyukaiku. Aku sering memberikan demo di arisan RT, arisan karyawati atau perkumpulan ibu-ibu. Malah bergantian saja tetangga yang minta didandani jilbab pesta secara free olehku.

Bersyukur pada Allah dalam perjalanan metamorfosaku aku diingatkan oleh Allah, dengan umur yang hampir memasuki kepala 5 aku makin menyadari aneh dengan penampilanku, aku merasa sudah tidak pantas lagi untuk bergaya ala hijaber. Aku pernah membaca artikel dan menghadiri suatu kajian dipengajian yang membuat aku menjadi tahu, bahwa setiap lekuk tubuh yang seharusnya ditutupi rapat dapat dilihat/dinikmati orang lain terutama laki-laki merupakan dosa bagi kita. Aku tersentuh ...ya Allah.

Sampai suatu ketika temanku memposting foto di Path dengan mengenakan khimar 2 tone yang panjang. Aku melihatnya cantik sekali. Hatiku tergerak ingin juga mengenakannya. Puas aku mencari tempat jual khimar seperti itu. Akhirnya aku dapat produk tersebut secara online, tetapi pada saat datang produknya tidak begitu memuaskan hatiku. Dengan kreatifitasku aku membuat dan menjahit sendiri khimar. Bahkan akhirnya aku sempat menjual produk khimar buatanku.

Setelah memakai jilbab syar’i pun ada tahapan proses yang harus aku lalui. Mulai dari ukuran khimar 60 x 90 cm, lalu naik lagi ke ukuran 80 x 110 cm dan akhirnya ukuran 95 x 140 cm. Untuk ke kantor aku mengenakan square jilbab bahan wolfis tebal ukuran 159 x 150 cm. Tidak aku perdulikan perkataan orang disekelilingku yang mengatakan jilbabku seperti taplak meja, seperti seprei, kampungan ...bla...bla...bla...

Aku hanya ingin menutup satu pintu dosa yang biasa dilakukan oleh wanita, serta berusaha mentaati salah satu perintahNYA. Semoga aku bisa istiqomah, walaupun belum bisa menyadarkan teman-teman, saudara ataupun sesama kaum muslimah untuk menyadari tentang hakikat hijab secara aturan agama. Aku lebih sering harus menelan ludah dengan cibiran, ejekan bahkan bentakan mereka disaat aku mencoba menularkan apa yang aku punya.

Sudah sangat banyak dan sudah sangat jelas perintah Allah agar para wanita muslimah menutup aurat untuk melindungi kehormatan kita sendiri. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan. Untuk dapat menempuh kehidupan yang indah di kampung akhirat nanti semeestinya kita menimba sebanyak-banyak pahala dan meminimalisir dosa. Janganlah hanya karena cara berpakaian yang salah dosa kita menjadi bertambah-tambah. Padahal kita belum tahu pasti apakah amalan selama didunia ini diterima atau tidak.




Aku dan ekosistemku

Meski orang pabrik tak menghalangi usaha untuk tampil seperti ini


Aku diantara habitat temen kantorku

Jelas tampak beda ukuran jilbabku dengan yang umum dipakai orang lain, wajarlah dibilang seprei atau taplak meja


Seragam jeans untuk hari Jum'at, tetep pake aturan seragam cuma kalu seluruh cewek pake celana maka aku tetep pake rok jeans