Tuesday, September 18, 2018

MENGEJEK ORANG YANG BERPAKAIAN SYAR’I

HIJRAH adalah sebuah pilihan dalam hidup yang dimiliki semua orang tanpa terkecuali. Karena secara umum arti Hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu situasi ke situasi yang lain atau dari yang belum baik menjadi lebih baik. Maknanya ini bisa dilakukan oleh setiap orang tanpa terkecuali, baik tua maupun muda, baik yang kuat maupun yang lemah.

Setelah Hijrah yang harus kita lakukan adalah Istiqomah. Istiqomah tidaklah semudah membalik telapak tangan. Karena secara umum arti Istiqomah adalah tegak & lurus. Dan tidaklah mudah untuk tegak & lurus kecuali dengan niat & tekad. Namun apakah cukup hanya dengan niat & tekad? Jawabannya adalah tidak!. Karena untuk tegak & lurus harus disertai dengan Ilmu Dan ”ilmu tidak dapat diraih dengan bermalas-malasan” (H.R Muslim), sementara syaitan terus membisikan manusia untuk bermalas-malasan.

Seperti yang diucapkan Ali bi Abi Thalib r.a bahwa “Ilmu lebih berharga dari harta, karena ilmu menjaga mu sementara manusia menjaga harta”. Dari tulisan ringkas ini bisa diambil makna bahwa Hijrah adalah langkah awal dari seseorang menuju untuk sesuatu yang lebih baik dengan cara meninggalkan sesuatu yang buruk (sebelumnya). Ia adalah langkah awal menuju jalan terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun. Dan Istiqomah adalah langkah-langkah berikutnya yang ditempuh menuju ujung jalan kehidupan manusia, yaitu kematian. 

Seseorang ketika berjalan dijalan yang lurus dan mulus tanpa ada penghalang & rintangan dia akan dengan mudah dan nyaman sampai ketujuannya. Namun bagaimana ketika jalan yang dilalui terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun??. Apakah akan semudah melalui jalan yang lurus & mulus?? Tentu saja tidak!. Itulah kenapa Istiqomah adalah inti dari seorang yang berhijrah, karena tanpa Istiqomah Hijrah seseorang tidak ada artinya. Dan Istiqomah adalah jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Wallahu’alam (Quotes yang di dapat dari sumber situs Islam di google).

Perubahan yang dilakukan seorang insan dari meninggalkan sesuatu yang buruk kepada sesuatu yang lebih baik dapat terjadi dalam segala hal, segala bidang, segala pokok permasalahan. Misalnya saja dari tidak berjilbab menjadi berjilbab. Dari berjilbab “cekek/sakaratul maut” menjadi jilbab syar’i. Lalu lebih dalam lagi dari jilbab syar’i menjadi muslimah bercadar dan seterusnya. Itulah proses kehidupan yang dilakukan dan diharapkan bagi seorang muslimah sejati yang tengah mempersiapkan bekal untuk pulang pada kehidupan yang sebenarnya. 

Saya akan membahas mengenai hijrah dalam berpakaian yang disyariatkan oleh Al-Qur’an dan hadist. Untuk satu permasalahan ini tidak akan pernah ada ujungnya, tidak pernah selesai hanya pada satu titik saja. Karena apa? Karena Istiqomah dalam hal ini tidak bisa dibilang sulit dan tidak pula dapat dibilang mudah. Semua tergantung pada keteguhan iman seorang hamba pada Allah dan seberapa dalam bekal ilmu yang dipunyai mengenai hal tersebut. 

Jika ketetapan hati masih belum begitu kuat akan banyak sekali keragu-raguan, godaan, kekhawatiran terhadap persepsi/anggapan/sentilan/ejekan makhluk lain yang ada di sekeliling kita. Aku sendiri mengalami pergolakan bathin seperti itu. Dulu di saat awal berhijab aku merupakan trend setter dalam kategori “Hijaber”, semua orang (teman kantor, lingkungan sosialita) kenal aku sebagai orang yang sangat modis dan selalu menjadi starter dalam trend hijab. Tetangga dan teman sering meniru, bertanya dimana aku beli outfitku, tutorial hijabku. Gaya jilbab yang seperti apapun aku bisa, bahkan aku sangat mahir memodifikasi cara pakai sawl, pashmina, square jilbab sehingga tampil cantik modis. 

Tahap awal langkah hijrahku ke hijab yang lebih sempurna adalah saat aku mencoba menjalan bisnis busana muslimah kecil-kecilan, demi memberikan lapangan pekerjaan kepada adik bungsu yang unjob. Saat itu sedang trend khimar two-tone, bol-bal. Aku menjahit sendiri khimar yang akan aku jual. Sebagai contoh barang atau arena promosinya aku memakai khimar buatan aku sendiri. Penampilanku berubah, dari hijab yang sangat stylist yang dililit sana sini ke pada hijab simple yang terurai. Tapi belum begitu panjang. Ukuran khimar yang aku buat dan pakai adalah panjang depan 60 cm, belakang 100 cm. Aku merasa lebih suka dan nyaman dengan gaya hijabku ini.

Lantas qadarullah seiring waktu Allah menuntun aku ke lingkungan yang lebih baik. Aku sering datang ke kelompok pengajian dimana anggota/pesertanya sudah menjalankan kewajiban hijab sempurna seperti tuntunan Al-Qur’an. Aku ingat pada saat itu aku mengikuti program Al-Qur’ani Camp di Masjid Al Aqobah. Aku merasa malu dengan penampilanku sendiri. Hijabku masih belum sempurna. Start dari sini aku mulai merubah lagi gaya penampilanku. Aku ingin berhijab lebih sempurna. Khimarku kini menjadi lebih baik. Ukuran khimar yang aku pakai adalah panjang depan 110 – 120 cm, belakang 135 – 160 cm. Atau untuk ukuran square jilbab 150x150 cm.

Allah kembali membimbing aku ke jalan yang lebih baik lagi. Aku banyak mengkaji, membaca tentang arti sunnah dan keutamaan sunnah. Aku mendalami tentang cadar. Alhamdulillah keteguhan hatiku tersentuh, saat ini aku sudah memakai cadar dan sedang dalam tahap dan proses untuk istiqomah. Aku tampil menjadi muslimah bercadar, meskipun belum 100% sempurna istiqomah, kerena berbagai alasan duniawi sebenarnya. Misalnya saja jika ke kantor, perkumpulan warga komplek, ataupun di tengah keluarga. Aku memahami tidak semua orang mampu menerima penampilan seperti aku saat ini. Dari pada menimbulkan konflik dan gunjingan aku perlahan-lahan saja. Namun aku berjanji pada diriku sendiri jika aku sudah pensiun dari kantor aku akan totally dan tak mau buka tutup cadar lagi. Tapi masih cukup lama lebih kurang 3 tahun lagi. Ya Allah...ampuni aku yang masih takut dengan konflik terhadap manusia. 

Untuk sementara ini aku menjalankan buka tutup, karena Islam mengajarkan tidak perlu menunda sesuatu karena ingin sempuna sekali. Jika hanya bisa meraih setengahnya maka jangan ditinggalkan semuanya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah, ما لا يدرك كله لايترك كله  “sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya”

Semua proses di atas semua tidaklah mudah. Berbagai tantangan aku hadapi. Mulai dari dalam diriku sendiri sampai pada sentilan orang-orang sekitar yang mengatakan itu jilbab kok seperti taplak meja, seprei. Kampungan,ninja, teroris. Bahkan keluargaku sendiri curiga dengan penampilanku ada kaitan dengan lingkungan pengajian yang salah. Belum lagi di saat berkumpul atau berada di tengah kehidupan sosialita, sebagai contoh di saat menjadi panitia sebuah pesta pernikahan di mana sebagian besar mereka memakai jilbab modis, baju trendy dan dandanan menor. Aku kadang tergerak ingin kembali tampil seperti itu karena semua hijab, baju-baju modisku yang mahal-mahal masih tersimpan di lemari. Bukankah aku tinggal pakai saja? Namun aku kembali ingat filsafah hijab dalam Al-Qur’an, aku hentikan keinginan itu. Aku kembali dengan gamis longgarku, jilbab panjangku dan no make-up. Bukankah yang aku inginkan itu ridho Allah. Bukankah aku sudah memahami tujuan dan hakikat berjilbab. Lantas dosa yang akan aku tanggung pasti menjadi lebih besar, karena aku sudah berilmu tentangnya. Keteguhan seperti inilah yang memotivasi aku untuk tetap istiqomah. 

Aku terus berusaha ke arah lebih baik dan lebih baik lagi. Tak ingin menanggalkan ke “syar’i”an pakaianku. Dalam kondisi dan kegiatan apapun seperti Gym/senam aku terus mempertahankan ke syar’ian busana dengan prinsip longgar dan “no pants” alias aku pakai rok. Hal ini menimbulkan lontaran kalimat-kalimat pedas dari makhluk Allah. Masih kuingat sebuah kejadian di saat aku ikut senam di sebuah  kelompok senam jantung sehat, aku memang peserta baru.

Ada seorang ibu yang tidak aku kenal, dari awal datang matanya berulang kali melirik aku. Dengan ekor matanya dia menatap aku dari atas sampai ke bawah. Selama melakukan gerakan senampun aku lihat dia selalu curi-curi pandang ke arahku, sepertinya memperhatikan gerakan aku. Aku cuek dan pura-pura tak tahu. Kulihat meski sudah sangat berumur dan jauh lebih tua dari aku, dandanan ibu itu masa kini sekali. Jeans strech ketat, atasan pendek yang dia kenakan membuat dia terlihat sangat modis. Aku menundukkan pandangan mataku takut terbersit di dalam hatiku hal-hal buruk yang bersifat mencela ataupun menyalah-nyalahkan gaya orang lain. 

Usai senam berkumpulah seluruh peserta sambil minum, nah disitulah sang ibu sengaja mendekati aku yang sedang asyik ngobrol dengan seorang ibu yang kukenal. Dia menyentil dengan menyapa sang ibu yang sedang berbincang denganku, membuat pembicaraan aku dan bu Ety terhenti. “Eh ..ibu Ety jilbabnya cantik, hampir sama ya dengan saya. Iya nih tadi buru-buru jadi gak sempat pakai jilbab yang tepat, kepanjangan nih segini. Kurang pas buat senam jadi agak ribet. Atasan ini juga agak melambai-lambai jadi gak enak pas gerak. Gak luculah kalau senam pakai baju gedombrang-gedombrang trus jilbabnya panjang, gak bebas bergerak jadinya!”. 

Aku sempat terhenti menyedot aqua yang ada di tanganku. Dalam hati aku bergumam “Maksud loe....?” hanya di dalam hati saja. Selebihnya aku diam saja sambil tersenyum manis kepada ibu yang sengaja melirik ke arah aku. Apa katanya? Dengan pakaian longgar dan jilbab panjang jadi gak bebas bergerak?? Gak tuh...! Aku kok nyaman-nyaman dan bebas aja bergerak. Lagian apa urusannya dengan dia, bukankah aku gak menganggu dia ??? Astaghfirulah...!

Ahhh...ini sih kejadian kecil dan sudah biasa. Aku jadi teringat kembali kalimat-kalimat pedas kawan kantor yang lumayan dekat dengan aku. Pada waktu itu aku kebetulan berjalan beriringan menuju parkiran. Aku sedikit memuji sneakers yang dia pakai karena aku suka modelnya kekinian dan aku suka. Lantas dari kalimat pujianku kepadanya berbalas cukup telak dan panjang. “Iyalah yuk ...aku suka tampil gaul. Karena anakku suka protes kalau aku tampil seperti emak-emak. Apalagi kalau aku pakai gamis saat mau jalan ke mall, uhhhh... marah banget anakku. Apalagi mau pakai jilbab panjang cak ayuk.... Waduh...kayak emak-emak dan kampungan banget. Anakku suka kalau aku pake jeans ketat, sneakers, jilbab trendy pokoknya yang modis dan gaul lah...”

Aku terperangah dengan kalimat-kalimatnya. Jleb....! Namun aku diam no comment dan tersenyum saja. Senyum manisss...... Biarkanlah semua tanggapan dan sentilan-sentilan seperti itu. Biarkan Allah nanti menuntun dan memberikan hidayah kepada mereka. Seorang ibu yang berusia di atas setengah abad lebih masih tampil gaya dengan jeans ketat, kaos ketat dan jilbab cekek. Seorang ibu yang menurut diatur-atur anak kandungnya untuk berbusana trend masa kini yang tidak sesuai tuntunan Al-Qur'an. Bukankah seharusnya seorang ibu harus belajar tentang aturan Al-Qur’an dan dialah yang harus mengajarkan kepada anaknya yang sudah remaja yang sudah seharusnya syar’i???? Astaghfirullah...!

Lantas pantaskah mereka mencela, menyentil penampilan hamba Allah yang dalam perjalanan menuju ridho Allah. Menjalankan sunnah. ... ??? Itu saja aku sudah membatasi diri untuk buka tutup cadar agar menjaga gunjingan dan sentilan. Apalagi kalau aku 100% bercadar. Pasti rame sekali sentilan mereka-mereka. Ya... Allah istiqomahkan aku...bimbing aku....ya Rabb.

Seringkali kita saksikan begitu mudahnya sebagian orang mengolok-ngolok saudaranya yang ingin menjalankan syaria’t. Ada yang berjenggot kadang diolok-olok dengan kambing dan sebagainya. Ada pula yang mengenakan jilbab atau pun cadar juga dikenakan hal yang sama. Seharusnya setiap muslim tahu bahwa perbuatan seperti ini bukanlah dosa biasa. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah  Simak pembahasan berikut agar mendapat penjelasan. 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qotadah, hadits dengan rangkuman sebagai berikut. Disebutkan bahwa pada suatu perjalanan perang (yaitu perang Tabuk), ada orang di dalam rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”

(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Maka ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa itu). Kemudian orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tadi berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami tadi hanyalah bersenda gurau, kami lakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah):

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ 
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ 
  

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9 : 65-66).

Jika saja mereka-mereka itu mau mengkaji bahwa orang yang mengejek muslimah atau muslim disebabkan komitmen mereka dengan syariat Islam adalah kafir, baik hal itu dalam masalah berhijab atau yang lainya. Jadi sungguh berhati-hatilah karena Allah mengkategorikan ejekanya terhadap orang-orang beriman berarti mengejek Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya.

Islam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.

Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba, kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.

Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata khianat.

Aku tak perlu menghakimi sekelompok makhluk yang selalu siap dengan sentilannya kepada muslimah yang sedang menjalankan syariat untuk meraih ridho Allah. Biarkan saja, cukup di do’akan. Dan yang paling penting bagi diriku adalah kukuh dan teguh dengan tujuan awal. Memenuhi kewajiban sebagai seorang muslimah dalam cara berpakaian dan berusaha menjauhkan diri dari fitnah dunia dan akhir zaman. Audzubillahi min dzalik. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa wanita itu adalah salah satu fitnah yang terbesar. Beliau bersabda: “Berhati-hatilah dari godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim)

Pada zaman sekarang ini eksploitasi kaum wanita banyak tersebar di mana-mana. Mayoritas kaum hawa itu berani bersolek dan menampakkan lekuk tubuh mereka di pasar dan di jalan-jalan. Memamerkan segala macam asesioris dan perhiasannya. Barangsiapa yang Allah kehendaki terkena godaan, maka ia akan menyorotkan matanya atau melirikkan pandangannya kepada mereka (kaum wanita itu). Hingga dikhawatirkan ia akan terkena godaan daya tarik wanita itu dan terpedaya lantas timbul syahwat terlarang yang mendorongnya berbuat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berzina! Atau pengantar kepada zina (seperti berdua-duan tanpa mahram, berpacaran dan lain-lain-pent). Memang, wanita adalah godaan yang paling besar! Tidak diragukan lagi hal itu termasuk bencana ter-besar pada zaman sekarang ini. 

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh. Barangsiapa mensucikan dirinya, pandangannya tidak akan tertuju kepada perkara haram itu. Dan tidak akan menuruti kehendak syahwat dalam hatinya kepada wanita-wanita itu. Barangsiapa dipelihara dan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan menjauhkannya dari fitnah tersebut. Dan niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan bagi diri mereka.

Semoga menjadi renungan kita bersama bahwa yang wajib itu tetap wajib hukumnya. Jangan pernah takut pada ejekan /sentilan manusia yang tidak memahami dalil aturan yang harus kita taati. Kita harus patuh dan taat tanpa dalih-dalih. Mengkaji dan belajarlah terus hingga semakin hari kita akan menjadi hamba Allah yang patuh dan istiqomah dalam menuju kebaikan. Tak perlu mendengar penilaian manusia, ridho Allah lah yang menjadi dasar semua perbuatan kita. Sami’na wa atho’na. Ingatlah selalu surat Al A’raaf ayat 36 yang artinya seperti: “Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”. 

Wallahu a’lam bis shawab.

“Berhati-hatilah dari godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim)