Semalam setelah beberes menjelang tidur aku sedikit merenung, karena barang-barang yang dibereskan adalah barang-barang lama di masa lalu, seperti pianika, tas sekolah Naufal dan Caca menyebabkan aku melambung ke masa-masa penuh mencekam itu. Tapi semua menjadi manis ketika aku kenang saat ini, padahal saat aku menjalani kehidupan masa lalu, dulu aku sangat tertekan dan menderita.
Dengan mengenang dan merenung aku semakin menyadari bahwa Allah itu sungguh Maha Kuasa, skenario Allah sangat sistematis dan indah. Terbayang kembali runutan perjalanan hidup yang aku jalani sehingga aku sampai ke titik sekarang ini. Bagaimana Allah merangkai peristiwa dalam rangka membentuk diriku menjadi seorang wanita yang tangguh,kuat dan tegar. Bahkan jika dibandingkan dengan kakak-kakak saudara kandungku aku menjadi paling kuat, menjadi tumpuan jika keluarga ada masalah, menjadi seorang yang berani tampil kedepan dan mengorbankan diri dalam masalah keluarga besarku.
Hmmmm..... aku yang dulu di masa gadis adalah seorang wanita yang sangat lemah dan selalu dibantu. Aku masih sangat ingat meskipun aku sudah bekerja (artinya sudah gede), jika tengah malam aku ingin buang air kecil aku selalu gedor pintu kamar Papa/Mama minta ditemani. Bayangkan penakutnya aku.
Mama/Papa juga selalu memprotect aku dengan sangat ketat, jika ada keperluan kemanapun adek laki-lakiku Oyan atau Arie disuruh mengantar. Tak terlupakan saat Mama berdiri di pinggiran jalan depan gang Perumahan Rakyat dengan mata jeli menatap setiap angkot ijo yang berhenti, menunggu aku jika aku pulang telat dari biasanya. Ahh... betapa luar biasanya kasih sayang Mama/Papa terhadap aku. Aku seorang gadis manja yang ditimang sampai dewasa. Bukan hanya oleh Mama/Papa melainkan oleh seluruh keluarga besar. Mengapa mereka sangat mengkhawatirkan aku? Karena sejak bayi aku memang lemah, aku mengidap penyakit astma akut. Aku tak boleh capek. Jika capek maka aku akan bengek. Dan inilah penyebab aku dijaga seperti porselen oleh seluruh keluarga besarku. Aku selalu ingat saat malam takbiran atau hari “bemasak” (sehari sebelum Idul Fitri/Adha), disaat 5 orang anak perempuan Mama berjibaku sibuk memasak di dapur untuk mempersiapkan hidangan lebaran, semua saudara perempuanku plus Mama akan dengan kompak mengusir aku jika masuk dapur. “Esi...heit gak usah ke dapur... kamu bagian luar sana...bagian menata ruang tamu saja”. Yah...jadi aku memang anak emas yang diistimewakan.
Lantas pada akhirnya “Qadarullah” aku menikah dengan seorang laki-laki bengis, kasar, egois dan tidak punya perasaan. Hari pertama setelah pernikahanpun aku sudah menerima kekerasan dari dirinya ataupun keluarga besarnya. Hari minggu malam setelah resepsi di hari minggunya aku langsung diajak paksa ke rumahnya, dibentak, disindir dengan kata-kata kasar, keesokan paginyapun disuruh seharian di dapur membersihkan ikan, cuci piring sampai tangan keriput karena terendam air. Bahkan jika Idul Fitri aku akan berkumpul dengan keluarga besarnya, dimana aku pasti diperlakukan seperti upik abu oleh seluruh keluarga besarnya. Sesuatu hal yang tidak pernah aku lakukan seumur hidupku selama ini.
Dan di awal-awal pernikahan aku sudah harus terbiasa menunggu rumah sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena dia adalah seorang karyawan Rumah Sakit dengan sistem shift, juga disebabkan karena pada akhir pekan atau saat dia Off, dia akan pulang ke kampung halamannya. Tinggal sendiri di rumahnya yang menurut tetangga memang penuh dengan suasana mistis dan seram. Aku ingat minggu awal aku tinggal di sana. Saat itu bulan Ramadhan. Apabila dia mendapat giliran shift sore maka menjelang Maghrib aku bergegas masak dan menyiapkan santapan untuk buka puasa. Lalu setelah selesai aku menata masakan di meja kecil didalam kamar tidur. Dengan rinci dan teliti karena aku tak ingin ada perlengkapan makan yang kurang sehingga aku harus keluar lagi ke dapur (aku sangat takut karena suasana mistis itu memang ada di ruang dapur). Aku menyantap makan, melakukan aktifitas sambil menunggu dia pulang kerja tengah malam hanya di ruang kamar yang berukuran 2x3 m itu saja. Itulah cara aku mengatasi rasa takutku.
Waktu terus berjalan dan hanya perlu waktu sebulan lebih aku sudah terbiasa melintasi seisi rumah besar yang seram itu sendiri (aku memang lebih sering ditinggal sendiri karena dia terlalu banyak aktivitas di malam hari kalau tidak pulang ke kotanya, dia ke diskotik, main bowling, karaoke, main canasta). Disamping itu jika ingin bepergian ke mana-mana (kantor, pasar, kampus kuliah, LB LIA English course) aku harus naik angkot, becak sendiri. Bahkan check up control kehamilanpun aku sendiri. Subhanallah ...begitulah skenario Allah melatih aku menjadi pribadi yang mandiri dan kuat,
Sampai akhirnya untung tak dapat diraih malang tak dapat dicegah “Perceraian”pun terjadi. Bersyukurnya aku sudah terbentuk menjadi pribadi yang sangat tangguh dan terbiasa melakukan apapun sendiri. Bahkan karena kondisi yang mendesak aku akhirnya bisa menyetir mobil sendiri, padahal aku sangat penakut naik motor atau sepedapun tak berani. Dengan pandai menyetir mobil aku tidak harus bersusah payah kesana kemari (mengantar anak sekolah, tempat terapi autis Caca, ke pasar, manasik haji). Saat memiliki mobil pribadipun waktunya tepat yaitu menjelang aku berangkat haji, sehingga saat manasik yang tempatnya jauh dan harus berkali-kali naik angkot sudah tidak menjadi masalah bagiku. Terbayang jika aku tak punya mobil berapa banyak waktu yang aku butuhkan untuk sampai ke tempat manasik,apalagi saat pulang aku harus bergegas untuk segera mengurus anak-anak yang kutinggal.
5 tahun berselang episode kehidupankupun belum selesai, aku masih harus menjalani sebuah skenario lagi yaitu perebutan hak asuh anak, dipenjarakan, dipisahkan paksa dari darah daging yang pernah aku semaikan dalam rahim, dan pada akhirnya aku tinggal di rumah besarku sendiri lagi. Aku sudah sangat kukuh. Terbiasa dengan kesendirian, terbiasa dengan fitnah yang disebar sang mantan dan anak kandungku. Aku percaya setiap episode kehidupan yang telah di skenariokan Allah untuk aku perankan ini adalah terbaik dan penuh pembelajaran bagi aku sebelum aku menjalani kehidupan yang kekal nanti .
Semua kejadian mulai awal penciptaan hingga hari kiamat, semuanya telah diketahui Allah berdasarkan ilmu-Nya yang tertulis dalam Lauh Mahfuudh. Allahta’ala berfirman :
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuudh)” [QS. Al-An’aam : 59].
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya” [QS. Al-Hadiid : 22].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Sesungguhnya sesuatu yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena (qalam). Lalu Allah berfirman kepadanya : ‘Tulislah’. Pena berkata : ‘Wahai Rabbku, apakah yang harus aku tulis ?’. Allah berfirman kepadanya : ‘Tulislah taqdir-taqdir segala sesuatu hingga terjadinya hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4700, At-Tirmidziy no. 2155 & 3319, Ahmad 5/317, dan yang lainnya; At-Tirmidziy berkata : “Hadits hasan shahih ghariib”].
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
“Allah telah menuliskan taqdir para makhluk 50.000 tahun sebelum Ia menciptakan langit-langit dan bumi” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653].
Apa yang dikehendaki Allah ta’ala dalam ketetapan taqdir-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak mungkin terjadi. Allah ta’ala berfirman :
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” [QS. At-Takwiir : 29].
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit” [QS. Al-An’aam : 125].
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami" [QS. At-Taubah : 51].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
“Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2516, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih”].
Bencana atau ujian yang aku hadapi ini membuat aku mengoreksi diri, menyadari lalu aku mengalihkan rasa pedih, rasa dukaku dengan jalan rajin ke majelis ilmu. Ya Rabb kalau bukan karena rahmatMU mungkin aku tak mampu mencari pelarian/pengalihan rasa duka ke sisi jalan yang saat ini aku tempuh. Aku sangat percaya Allah selalu mempunyai hikmah, makna di balik segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, asal kita mampu menelaah, membaca dan mengambil pengalamannya. Insyaa Allah aku mampu , agar kelak ketika aku wafat aku akan diwafatkan dalam keadaan husnul khotimah Aamiin....Allahumma Aamiin...