Menjadi kebiasaan setiap hari sebelum memulai pekerjaan kantor aku selalu membaca Al Qur’an beberapa ayat melalui tablet (smart phone), seketika seorang teman kantor berkomentar kenapa membaca Al Qur’an via smart phone, kan tak ada pahalanya. Bukan sekali ini saja aku mendapat komentar seperti itu.
Aku mencoba menjelaskan hukumnya tentang itu, termasuk alasan mengapa aku membaca Al Qur’an via smart phone. Pertama, aku sengaja karena tidak ingin orang lain tahu aku sedang membaca Al Qur’an, dari kejauhan hanya terkesan aku sedang membuka HP yang bisa dikonotasikan aku sedang baca message atau media sosial. Kedua, jika membawa Al Qur’an banyak persyaratan yang harus dipenuhi, seperti harus sangat berhati-hati menempatkan Al Qur’an agar tidak di tempat yang salah, berhati-hati untuk menyentuhnya dan sebagainya. Demikian juga ketika pergi ke majelis-majelis lain yang mengharuskan aku dengan sangat cepat menemukan ayat berapa, surat apa? Menggunakan smart phone akan dapat dengan cepat menemukan ayat dan surat saat ustadz memerintahkan, coba bunda buka surat... ayat...
Itu saja sih alasan mengapa aku suka membaca Al Qur’an melalui smart phone. Jika di rumah memang aku selalu membaca Al Qur’an melalui mushaf. Karena beberapa kali aku mendengar komentar seperti di atas, aku tergelitik mencari sumber dan informasi yang benar, khawatir komentar teman-teman di atas benar adanya. Bagaimana hukumnya membaca Al Quran dari handphone? Apakah pahalanya sama dengan membaca Al Quran dari mushaf? Mungkin perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian kata mushaf menurut istilah zaman sekarang ini. Mushaf adalah materi yang digunakan untuk mengumpulkan Al Quran yang sesuai dengan urutan ayat dan suratnya, dengan bentuk tulisan seperti pada mushaf yang disepakati umat islam di zaman khalifah Utsman bin Affan radhiallahu’anhu.
Definisi di atas mencakup semua jenis mushaf. Baik mushaf kuno, seperti mushaf yang terbuat dari kertas, yang merupakan kumpulan lembaran, tertulis huruf-huruf al-Quran, yang ditutup dua sampul. Atau mushaf model baru seperti mushaf yang termuat dalam chip atau yang tersimpan di CD, termasuk (huruf) timbul yang digunakan dengan jarum Braille untuk menulis di kertas-kertas khusus penyandang tunanetra.
Kemudian, apabila mushaf elektronik memiliki bentuk yang berbeda dengan mushaf lembaran kertas, baik susunannya dan penampilan hurufnya – dan seperti ini keadaan aslinya – maka yang semacam ini tidak dihukumi sebagaimana mushaf kertas, kecuali setelah aplikasi Al-Quran di alat ini dihidupkan, sehingga tampak ayat Al-Qurannya, yang tersimpan di dalam memori mushaf elektronik itu.
Jika teks mushaf dalam alat telah nampak, dengan tulisan yang bisa dibaca, maka membaca mushaf ini seperti membaca mushaf di kertas. Akan mendapatkan pahala, sebagaimana yang dijanjikan dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ ﴿الم﴾ حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barangaiapa yangmembaca satu huruf dari kitabullah (Al Qur’an) maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan dilipatgandakan 10 kali lipat. Tidak kukatakan aliflammim itu satu huruf. Akantetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satuhuruf.” (Dikeluarkan At Tirmidzi Dalam Fadhailul Qur’an No 2910. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No 6469)
dan hadis dari Abdullahbin mas’ud secaramarfu’,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَقْرَأْ فِي الْمُصْحَف
“Barangsiapa yang ingin bahagia karena dirinya yakin telah mencitai Allah dan RasulNya maka hendaknya ia membaca dengan mushaf Al-Qur’an.” (Dikeluarkan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No 2027. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Assilsilah Ash Shahihah No. 2342) Serta hadis-hadis shahih lainnya yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Qur’an dan memperbanyak bacaan Al-Quran.
Adapun larangan membawa mushaf elektronik ke dalam kamar mandi tanpa kebutuhan atau kondisi darurat, dipahami apabila aplikasi dalam alat itu atau dalam HP dalam keadaan hidup, dan menampilkan ayat-ayat al-Quran. Termasuk juga dalam larangan, menyentuhkan benda najis atau meletakkan najis di atasnya, atau mengotorinya dengan najis. Hal ini, karena status kemuliaan Al-Quran berlaku untuk alat tersebut, selama aplikasi dihidupkan dan tampak ayat-ayat dan surat-sutatnya.
Hanya saja, status larangan di atas menjadi hilang dari mushaf Al-Quran ini, ketika aplikasi Al-Quran dimatikan, dan tidak lagi nampak ayat-ayatnya dengan matinya tampilan di layar. Dan kondisi tidak diaktifkan, tidak terhitung mushaf, sehingga tidak dihukumi sebagaimana mushaf kertas.
Di sisi lain, boleh bagi orang yang sedang hadas kecil atau besar, menyentuh bagian HP atau peralatan lainnya, yang berisi aplikasi Al-Quran. Baik ketika sedang dimatikan, atau diaktifkan. Karena teks Al-Quran yang ada di mushaf elektronik yang tampil di layar HP hanya vibrasi huruf yang diproses secara harmonik. Di mana, dia tidak bisa tampil di layar, kecuali melalui aplikasi elektronik.
Oleh karena itu, menyentuh kaca layar, tidak dianggap menyentuh mushaf yang asli. Karena tidak bisa dibayangkan, bagaimana cara menyentuhnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Berbeda dengan mushaf kertas, menyentuh kertasnya atau hurufnya, termasuk menyentuh secara langsung. Untuk itu, tidak diperintah bagi orang yang mengalami hadas untuk bersuci ketika hendak menyentuh mushaf elektronik, selain sebatas kehati-hatian.
Sumber:http://ferkous.com/site/rep/Bq151.php