Aku pernah merasakan sangat terluka hanya dengan celetukan seorang teman yang memang di setiap kalimatnya lebih sering kasar dan pedas, meskipun kalimat-kalimatnya diucapkan dengan suaranya yang merdu dan lembut. Ceritanya kala itu ada jalan sehat bersama warga komplek dalam rangka HUT RI yang ke-72. Aku, dia, Lina jalan bersama sambil ngobrol seadanya. Lina bercerita tentang anak-anaknya yang berjumlah 3 orang yang akan lulus secara bersamaan tahun ini. Bercerita tentang dia yang mulai mempersiapkan diri untuk menabung uang dalam rangka biaya masuk sekolah baru yang memerlukan biaya cukup besar . Aku mendengarkan dengan seksama.
Lina melanjutkan ceritanya tentang bagaimana cara mengelola keuangan yang baik. Aku membesarkan hati dengan berucap "Semangat Lina semua itu / membesarkan anak merupakan ladang ibadah yang sangat besar pahalanya, dibanding aku yang kesepian tanpa anak". Lalu Lina juga berusaha menghibur aku, jika aku kesepian bolehlah mengajak anaknya untuk main.
Aku antusias menjawab “bener ya kalau aku mau ke mall aku boleh ajak anakmu ya Lin?” ujarku.“Ohhh...boleh banget mbak, apalagi si Bibil (anak bungsunya) pasti mau banget diajak jalan-jalan ke mall”. Kami tergelak-gelak dengan kalimat lucu-lucu kami. Tapi tiba-tiba si “teman” satunya yang bersama kami nyeletuk
“ Iya pertama anaknya dulu yang diajak main, diajak jalan, nanti ujung-ujungnya bapaknya pula yang diajak main dan jalan-jalan”
Jlebbb...aku tersentak kaget. Terdiam sejenak sambil dalam istighfar tak percaya rasanya mendengar kalimat itu. Lantas dengan hati terluka aku membalas datar“Ah tak mungkinlah. Aku ini masih punya hati dan perasaan, tak mungkin jadi pelakor.”
“Nehh... siapa tahu”, dia kembali menimpali sambil tergelak
Ya Allah... untunglah aku punya kesabaran yang lebih, sehingga menelan kalimat-kalimat sadisnya dengan sakit. Namun ketika aku curhat pada adik kandungku, dia langsung emosi, “Ah bodoh kau tuh, kalau aku langsung kucekik lehernya, bilang aja eh...jangan sembarang ngomong, apa maksudmu???”. Tapi aku adalah aku yang memang selalu memendam emosi ke dalam, meski aku terluka. Tapi aku selalu berhati-hati terhadap si”teman” itu, tak ingin terlalu dekat atu berada dekat dengannya.
Dilain waktu yang tidak berselang lama dari kejadian di atas hal ini terjadi lagi.Saat itu sebagai pengurus persatuan ibu-ibu erte komplek, kami bertiga Yossi dan Ana mengadakan rapat kecil yang tadinya mau diadakan di rumahku. Kebetulan hari Sabtu itu aku baru pulang dari travelling ke Batam, yang nota bene rumahku masih sangat berantakan. Aku khawatir tidak bisa menjamu mereka dengan baik di rumahku. Lantas aku ajak mereka rapat alias diskusinya di suatu rumah makan, cafe atau apalah. Setuju... nah rapat dan makan selesai jam 11, artinya masih lumayan pagi. Tadinya untuk refreshing salah seorang dari kami mengusulkan “ngemall” saja. Aku berpikir jika ngemall akan menguras kocek, pastilah meski hanya sight seeing akan keluar uang juga ujung-ujungnya.
Aku usul kita refreshing ke karoke aja yuk, ambil yang 1 jam saja. Sambil nyanyi kita masih bisa bahas-bahas lagi tentang acara outdoor arisan kita bulan depan. Semua setuju, maka jadilah kita karokean. Tak ada yang salah rasanya kami ke tempat ini. Hanya relaxing dengan lagu-lagu tempo dulu. Sementara salah satu dari kami sedang nyanyi kami berdua bisa lagi men”setting” tentang rencana arisan erte yang akan di lakukan outdoor. Tak ada yang salah... Nah sumber masalahnya tuh adalah selama karoke itu kami foto-foto dan sama bu Ketua foto kami bertiga disend ke group WA. Rame komentar, tapi semua berkomentar baik kok. Malah ada yang bilang kok gak ngajak dsb. Termasuk “teman” itu ikut komentar dengan memberikan emoticon jempol. Bagiku semua itu wajar dan biasa saja.
Keesokan harinya, di undangan pesta pernikahan anaknya Titi Ferdi aku kembali tersentak, ketika bersalaman dan cipika-cipiki saat bertemu “teman” ada kalimat pedas yang dia kembali lontarkan. “ Uhhhh...mbak Esi pake jilbab syar’i, tapi pergi ke karoke. Tak malu sama jilbabnya”. Hanya kalimat pendek yang dibisikan di telingaku saat bersalaman dengan nada suara berbisik tapi dahsyatnya membuat aku tersentak. Apa ada yang salah aku di tempat karoke, toh kami disana hanya bertiga dan wanita semua. Kami tidak bermaksiat??? Karena tak sanggup menahan rasa kaget aku curhat pada Yossi dan Ana yang duduk bersebelahan denganku. Aku ceritakan kalimat-kalimat yang dibisikan “teman” itu. Langsung Yossi nyeletuk “Loh...memangnya kita melacur, melonte di tempat karoke itu???? Apa urusannya???”.
Bukan 2 kali kejadian itu saja. Dulu sekali si “teman” ingin menjadikan aku teman dekatnya, dimana dia selalu membagi saat punya makanan atau apalah, tetapi karena sikap dan perilaku dan kalimat-kalimat nya agak kurang berkenan di hatiku aku secara halus menarik diri untuk menjaga jarak. Memang “teman” itu orang berpunya, rumah mewah, harta berlimpah namun aku tak mau menjalin pertemanan yang menyakitkan dan membeli pertemanan dengan uang sehingga dengan kemurahan yang dia berikan lantas dia menginginkan aku menjadi “Scooby doo”, sianjing penurut. Mohon maaf aku bilang “No”.
Itulah prolog yang membuat aku belajar, mencari sumber ilmu dan berbagi tentang menjaga lisan ini. Jika aku sangat terluka diperlakukan seperti itu aku bermohon pada Allah untuk tidak membuat orang lain terluka. Makanya aku memang jarang bicara, dimanapun. Persatuan ibu-ibu kompleks, di rapat-rapat kantor, dipertemuan apapun, bahkan dengan saudara kandungku sendiri. Kadang meski tahu aku lebih memilih diam untuk tidak menunjukkan aku pandai, pintar dan tahu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik atau jika tidak maka diamlah.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Selain dari sabda Rasulullah SAW itu banyak kalimat dan perkataan para ulama yang mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga lisan
Jangan mudah melontarkan kata-kata yang bisa membuat hati seseorang sakit. Karena terkadang yang menurutmu biasa saja atau itu hanya sebuah lelucon dan candaan, bisa jadi ia malah melukai hati seseorang. Kamu tidak pernah tahu perasaan seseorang itu bagaimana, oleh sebab itu jaga lisanmu
Berhati-hatilah dalam berbicara, jangan sampai melukai hati siapapun. Alangkah baiknya pikir dahulu sebelum mengatakan sesuatu takut menyinggung dan menyakiti hati orang lain Sekali kamu menyakiti dengan ucapannmu. Mungkin ia bisa memafkanmu tetapi dia selamanya tidak akan pernah lupa apa yang dikatakan olehmu. Ia akan tetap mengingat bagaimana kamu mengucapkan kalimat itu sehingga bisa melukai hatinya.
Sekali kamu salah dalam berkata maka ucapannmu itu tidak bisa ditarik kembali. Maka berhati-hatilah jangan sampai melukai hati orang lain. Karena memafkan itu tidak mudah apalagi melupakannya. Maka hati-hatilah saat kamu berbicara, alangkah baiknya kamu berpikir dulu sebelum kamu mengatakannya Jangan kamu kira ucapanmu itu hanya akan menyakiti orang lain saja. Bahkan jika kamu salah dalam berbicara maka ucapanmu itu bakal berbalik arah dan bakalan melukai diri kamu sendiri.
Ucapan yang menurut kamu biasa dan sederhana itu yang justru akan membunuhmu jika ucapanmu salah. Ingat lidah itu bisa membunuh diri kamu sendiri kalau kamu sampai mengatakan hal yang salah. Makanya lebih baik hati-hati dalam berkata takut hanya melukai diri sendiri dan orang lain.
Maka, berbicaralah yang mengandung manfaat, bijakkanlah lisanmu untuk berkata yang baik-baik, agar kamupun selalu tersanding dengan kebaikan. Dan yang paling penting adalah, saat kau pandai menghargai dirimu dengan pandai menjaga lisan dan tutur katamu, maka akhirnya orang lainpun akan gampang menghargaimu.
Dan ingat, lisanmu Allah ciptakan untuk menyebut kebaikan, bukan untuk melukai hati orang lain. Maka, dimanapun kamu berada dan sampai kapanpun, kau harus selalu menjaga lisanmu dengan bijak, sampaikanlah kebaikan dan bila memang tidak mampu, maka jagalah agar tak pernah menyebut keburukan orang lain. Hati-Hatilah Menjaga Lisanmu, Jangan Menyakiti Dan Jangan Pula Berbicara Yang Membuatmu Berdosa Pada Allah
Bahaya Tidak Menjaga Lisan
Salah satu bahaya tidak menjaga lisan adalah menyebabkan pelakunya dimasukkan ke dalam api neraka meskipun itu hanyalah perkataan yang dianggap sepele oleh pelakunya. Sebagaimana hal ini banyak dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salah satunya adalah hadits yang telah disebutkan di atas.
Atau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya: “Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di atas, “Secara dzahir hadits Mu’adz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang keluar dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan yang mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang Allah tanpa dasar ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di dalamnya pula persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta, ghibah dan namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah lepas dari perkataan-perkataan yang mengantarkan pada terwujudnya (perbuatan maksiat tersebut). (Jami’ul Ulum wal Hikaam)
Buah menjaga lisan
Buah menjaga lisan adalah surga. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يضمن لي ما بين لحييه وما بين رجليه أضمن له الجنة
“Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk menjaga lisan dan kemaluannya dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah, dalam rangka untuk mencari keridhaan-Nya dan mengharap balasan berupa pahala dari-Nya. Semua ini adalah perkara yang mudah bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala. (Kitaabul Adab)
Saudariku kita telah mengetahui bahaya yang timbul akibat tidak menjaga lisan, dan kita pun telah mengetahui bagaimana manisnya buah menjaga lisan, sudah sepantasnya kita selalu berpikir sebelum kita mengucapkan suatu perkataan. Apakah kiranya perkataan tersebut akan mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala atau bahkan sebaliknya ia akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Cukuplah kita selalu mengingat firman Allah Ta’ala (artinya):
“Tiada suatu ucapan yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18).
Juga firman Allah Ta’ala (artinya):
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Saudariku, berhati-hatilah terhadap lisan karena sebuah ucapan bisa menjerumuskan kita ke dalam api neraka. Apabila kita tidak mengetahui sebuah perkara dengan pasti, sebaiknya kita diam saja. Dan janganlah kita mengucapkan perkataan yang menyakiti hati orang lain, sekalipun itu hanya candaan. Sebab di akhirat kelak, segala apa yang kita ucapkan dengan lisan pasti akan dimintai pertanggung jawaban.
Semoga Allah SWT senantiasa meluruskan lisan-lisan kita, memperbaiki amalan-amalan kita dan memberikan kita taufik dan hidayah untuk selalu mengamalkan perkara yang dicintai dan di ridhoi Allah.
Sumber : muslimah.or.id, rumaysho.com dan berbagai sumber lainnya.