Wednesday, November 16, 2016

HUKUM BERJABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA BUKAN MAHRAM

Kadangkala bencana atau musibah dapat mejadi suatu titik balik bagi yang terkena musibah ataupun bencana. Aku semakin menyadari kebenaran dari kalimat “dibalik apapun yang terjadi akan banyak hikmah yang terkandung di dalamnya dan kita baru menyadarinya setelah menemukan makna dari hikmah tersebut”.

Demi melindungi diri sendiri karena statusku sebagai “single” kembali setelah kehancuran rumah tangga, aku melakukan hijrah yang sangat signifikan. Mulai dari berbusana muslimah dan berhijab, memulai kehidupan seorang muslimah yang kaffah sesuai tuntunan syariat antara lain, tidak berjabat tangan dengan laki-laki non muhrim, memperdalam ilmu agama dsb. Diantara point di atas yang agak sulit diterapkan adalah tidak berjabat tangan dengan laki-laki non muhrim. Bukan karena aku tidak sanggup, melainkan banyak sekali tantangannya, bahkan sangat sering aku dapati pandangan sinis, tatapan aneh bahkan komentar yang nyelekit disaat aku hanya membalas uluran tangan mereka untuk berjabat tangan dengan menangkupkan kedua tanganku di dada. Tapi hal ini wajib dan aku harus tegas.

Bagi setiap muslim atau muslimah wajib tunduk kepada ketetapan Islam, baik yang dirasa sesuai dengan kebiasaannya atau tidak. Karena inti dari makna Islam adalah tunduk, patuh dan menyerah kepada katetapan Allah Ta'ala. Sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Tidak beriman salah seorang kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa."

Dalam hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan, Islam telah memiliki satu aturan yang menjadi bagian dari syariatnya. Setiap muslim wajib tunduk dan patuh terhadapnya. Ia wajib menerima dan menjalankannya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 51)

Pada dasarnya, berjabat tangan adalah sesuatu yang baik dan bagian dari kesopanan. Bahkan orang yang tidak mau berjabat tangan ketika bertemu atau hadir di suatu pertemuan, biasanya, dianggap sebagai orang sombong dan kurang beradab.

Menurut Imam An-Nawawi, berjabat tangan (salaman) telah disepakati sebagai bagian dari sunnah ketika bertemu. Ibn Batthal juga menjelaskan, “Hukum asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya ulama.” (Syarh Shahih Al-Bukhari Ibn Batthal, 71/50).

Dalam beberapa riwayat, jabat tangan juga diamalkan para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Imam Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al-Bukhari, 5908)

Berjabat tangan dengan sesama saudara seiman memiliki banyak keutamaan, antara lain:

1. Orang yang berjabat tangan akan diampuni dosanya.
Dari Hudzifah bin Al-Yaman, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon berguguran.” (Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525).

2. Berjabat tangan bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian dalam hati.

3. Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh Al Albani, As Shahihah, 527).

Namun, perlu diperhatikan bahwa penjelasan di atas berlaku untuk jabat tangan yang dilakukan antara sesama laki-laki atau sesama wanita. Sedangkan berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram hukumnya adalah haram. Berikut ini kami sertakan beberapa dalilnya:

1. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menegaskan :

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zananya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan.”

Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (8/457) mengatakan: “Bahwa setiap anak Adam ditakdirkan untuk melakukan perbuatan zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina sesungguhnya, yaitu memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan. Di antara mereka ada yang zinanya tidak sungguhan, dengan melihat hal-hal yang haram, atau mendengarkan sesuatu yang mengarahkan pada perzinaan dan usaha-usaha untuk mewujudkan zina, atau dengan bersentuhan tangan, atau menyentuh wanita asing dengan tangannya, atau menciumnya…”

2. Hadits Ma’qil bin Yasar Radhyiallahu ‘Anhu :

لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ

“Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ar-Ruyani dalam Musnad-nya no.1282, Ath-Thabrani 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 4544 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226).

Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram adalah dosa besar (Nashihati lin-Nisa' hal.123)

Berkata Asy-Syinqithy dalam Adwa` Al-Bayan (6/603): “Tidak ada keraguan bahwa fitnah yang ditimbulkan akibat menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram lebih besar dan lebih kuat dibanding fitnah memandang”.

Berkata Abu ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali Al-Makky Al-Haitami (Az-Zawajir 2/4) bahwa: “Dalam hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah termasuk dosa besar”.

3. Hadits Amimah bintu Raqiqoh Radhiyallahu ‘Anha, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ

“Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita.” (HR. Malik 1775, Ahmad 6/357, Ibnu Majah 2874, An-Nasa'i 7/149, dan lainnya)

Hadits ini dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari 12/204, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 529 dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shahihain).

Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid (12/243): "Dalam sabda beliau 'aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita' ada dalil tentang tidak bolehnya seorang lelaki bersentuhan dengan perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahramnya-pent.) dan menyentuh tangannya dan berjabat tangan dengannya.”

4. Hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha dalam riwayat Shahihain, beliau berkata:

وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطٌّ فِي الْمُبَايَعَةِ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ

“Demi Allah tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyentuh tangan wanita dalam berbai’at, beliau hanya membai’at mereka dengan ucapan".

Berkata Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (13/16): “Dalam hadits ini menjelaskan bahwa bai’at wanita dengan ucapan, bukan dengan menyentuh tangan”.

Berkata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (4/60): “Hadits ini sebagai dalil bahwa bai’at wanita dengan ucapan tanpa dengan menyentuh tangan.”

Jadi bai’at terhadap wanita dilakukan dengan ucapan dan tidak dengan menyentuh tangan. Adapun asal dalam berbai’at adalah dengan cara menyentuh tangan sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membai’at para shahabatnya dengan cara menyentuh tangan mereka. Hal ini menunjukkan haramnya menyentuh/berjabat tangan kepada selain mahram dalam berbai’at, apalagi bila hal itu dilakukan bukan dengan alasan bai’at tentu dosanya lebih besar lagi.

Secara ringkasnya, menyentuh wanita bukan mahram, bersalaman, menepuk bahu, jentik telinga, apa lagi memegang, memeluk dan sebagainya, itu merupakan perbuatan yang haram. Termasuk kita bersalaman dengan pemimpin atau orang bawahan, rakyat bersalaman dengan pemimpin, pemimpin bersalam dengan rakyat.

Perkara ini bukan jumud dan ini bukan ekstrim, tetapi ini adalah prinsip Islam. Sebagai orang muslim kita harus tegas melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Kadangkala kita berlaku salah faham karena kita tidak mendidik anak-anak kita atau sistem pendidikan kita dengan ilmu agama yang cukup mantap. Kita bukan mengatakan sistem pendidikan tidak betul, tetapi masih ada kekurangannya dan itu harus terus diperbaiki.

Jadi perkara tidak boleh berjabat antara lelaki dan perempuan bukan mahram adalah keseluruhan, tidak memandang itu sepupu, atau laki-laki yang sudah tinggal bersama sejak kecil sehingga kita sudah menganggapnya seperti adik beradik, adik ipar atau sebagainya.

KESIMPULAN
1. Berikan dan sampaikan salam, jawab salam, bersalamanlah di antara yang halal bukan yang haram.
2. Sesungguhnya bersalaman lelaki dengan perempuan yang bukan mahram itu tetap ‘haram’. Ingat mengingatkan adalah suatu kewajiban kita sesama Islam, sesungguhnya semua umat Islam adalah saudara kita.



Note :
Dirangkum dari berbagai sumber