Sunday, October 15, 2017

SAYANGI IBUMU


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ - ١٤-
“Dan Kami Perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Luqman 14)

Ibumu yang menyediakan bahunya untuk menumpu kain penggendong,..

Cerita hikmah dimasa lalu, masa Rasulullah SAW sudah sangat sering kita dengar dari berbagai sumber baik itu para ulama, maupun diberbagai media lainnya. Menyimak dan mendalami cerita ini hendaknya kita sama-sama belajar mengingat dan mengambil contoh.

Tersebutlah seorang ahli ibadah pada masa Rasulullah SAW. Hari-hari digunakan untuk berdzikir dan mengerjakan sholat tahajjud. Ia pun senang bersedekah dan mengerjakan kebaikan-kebaikan. Orang-orang memanggilnya Alqomah. Ia tinggal di sebuah rumah bersama istri yang dicintainya. Sementara ibu Alqomah yang sudah tua tinggal sendiri di desa.

Suatu ketika Alqomah jatuh sakit. Makin lama sakitnya makin parah. Hingga ia pun tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa berbaring di atas tempat tidur. Istrinya lah yang merasa bahwa Alqomah sedang mengalami naza’ atau sakaratulmaut. Ia pun mengutus seseorang untuk melaporkan keadaan ini kepada Rasululloh SAW. Setelah mendengar cerita itu, Rasullullah SAW mengutus tiga orang sahabat yaitu Bilal, Amar dan Suhaib untuk menengok Alqomah. Beliau berpesan agar mereka mengajarkan kalimat talqin pada Alqomah.

Sesampainya di rumah Alqomah, ketiganya langsung menemui Alqomah yang sedang mengalami sakaratulmaut. Mereka lalu menuntunnya agar melafadzkan kalimat Laa ilaaha illallah. Tapi apa yang terjadi? Mulut Alqomah tidak terbuka sedikitpun, terkunci. Berkali-kali ketiga pemuda itu mengajarkan, berkali-kali pula mulut Alqomah seperti terkunci. Ketiganya heran. Padahal Alqomah adalah orang yang ahli ibadah, tapi kenapa tidak bisa membaca kalimat sesederhana itu.

Dengan menyimpan rasa tidak percaya, ketiganya pulang menghadap Rasullulah. Mereka langsung menceritakan kejadian itu.

Rasullulah bertanya.‘’Apakah orang tua Alqomah masih hidup?’’
‘’Wahai Rasullullah…Alqomah mempunyai seorang ibu yang sudah tua’’
‘’Kalau begitu pergilah kalian menemui Ibunda Alqomah. Jika ia masih kuat untuk berjalan, mintalah ia agar datang kemari. Tapi jika tidak, biar aku saja yang kesana’’

Pergilah Bilal, Amar dan Suhaib ke rumah Ibunda Alqomah. Sesampainya disana mereka langsung mengutarakan maksud kedatangan mereka. Tanpa berpikir panjang Ibunda Alqomah bergegas memenuhi panggilan Rosululloh SAW walaupun berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat.

Sesampainya di rumah Rasululah, Ibunda Alqomah diberitahu mengenai keadaan anaknya. Namun ia terlihat biasa saja mendengar berita itu seolah tidak mau tahu tentang apa yang sedang dialami oleh Alqomah, putranya. Hal ini membuat Rasulullah SAW ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi antara ibu dan anak tersebut.
“Wahai Ibunda Alqomah….Aku ingin bertanya kepadamu dan jawablah pertanyaanku dengan jujur. Bagaimana penyaksian Ibu terhadap putra Ibu yang bernama Alqomah….?”

Ibunda Alqomah diam sejenak, lalu berkata….“Alqomah adalah seorang anak laki-laki yang ahli sholat, ahli puasa dan ahli shodaqoh…Akan tetapi….”Ibu Alqomah tidak meneruskan kalimatnya. Matanya berkaca-kaca seolah memendam suatu beban perasaan yang sangat berat.
“Akan tetapi apa…Ibu…?” tanya Rosululloh SAW.
“Aku sangat marah kepadanya…”Ibu Alqomah tidak dapat membendung air matanya. Ia menangis terisak-isak dihadapan Rosululloh SAW.
“Apa masalahnya….Ibu….?”
“Semenjak Alqomah menikah dengan perempuan yang dicintainya… ia mulai melupakan aku…. meremehkan aku…. ia lebih mementingkan kepentingan istrinya daripada aku. Ia lebih mendengar kata-kata istrinya daripada nasehatku. Padahal akukan ibunya… aku sangat sakit hati, karena Alqomah tidak pernah sedikitpun menyadari kesalahannya lalu minta maaf kepadaku… sampai sekarang aku tidak ridho kepadanya…”

Rasulullah SAW telah menemukan jawaban atas keadaan yang dialami Alqomah. Kemarahan ibunyalah yang menyebabkan Alqomah mengalami beratnya sakaratulmaut, karena lisannya tidak mampu melafadzkan kalimat “Laa ilaaha illalloh…”
“Wahai Bilal…” panggil Rosululloh SAW.
“Cari dan kumpulkan kayu bakar yang banyak”

Ibunda Alqomah merasakan sesuatu yang janggal dari ucapan Rosululloh. “Untuk apakah kayu bakar itu, wahai Rosululloh…apa yang akan kau perbuat terhadap Alqomah?”
“Membakarnya” jawab Rosululloh SAW singkat.
“Apa?! Wahai Rosululloh…betapapun marahnya aku kepada Alqomah, mana mungkin aku sampai hati kalau ia dibakar api…mohon jangan lakukan itu…”
“Tahukah Ibu…Adzab Alloh lebih mengerikan dan lebih kekal. Kalau memang Ibu ingin Alloh mengampuni dosa Alqomah, maka Ibu harus mau memaafkan semua kesalahan Alqomah terhadap Ibu lalu Ibu meridhoinya…Sebab semua ibadah yang telah dikerjakan Alqomah, seperti, sholat, berpuasa dan bersedekah, semua itu tidak ada artinya bagi Alqomah selama Ibu masih memendam amarah terhadapnya..”

Walau bagaimanapun, seorang ibu tetaplah ibu yang tidak mungkin tega melihat anaknya menderita. Ibunda Alqomah pun tidak rela kalau anaknya mendapat adzab dari Alloh.

“Baiklah wahai Rosululloh, aku bersaksi kepada Alloh dan para malaikatNya. Aku juga bersaksi dihadapan orang-orang iman yang hadir disini nahwa sekarang juga aku memaafkan semua kesalahan yang pernah dilakukan oleh Alqomah terhadapku…dan aku meridhoinya…”
“Bilal…!”
“Ya, Rasulullah…”
“Pergilah ke rumah Alqomah. Lihatlah, apakah ia sudah bisa mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh….aku kuwatir jangan-jangan pernyataan Ibunda Alqomah tadi tidak berasal dari dalam hatinya melainkan hanyalah sungkan kepadaku”

Berangkatlah Bilal menuju rumah Alqomah. Begitu sampai didepan rumah ia menjumpai telah banyak orang-orang berdatangan. Tiba-tiba Bilal mendengar suara Alqomah dengan Faseh dan jelas melafadzkan kalimat Laa ilaaha illalloh…Sampai didalam rumah Bilal menjumpai Alqomah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Lalu Bilal berkata….“Wahai orang-orang yang hadir disini. Ketahuilah bahwa amarah ibunya telah menghalang-halangi Alqomah untuk membaca kalimat talkin. Dan sekarang berkat ridho ibunya ia bisa mengucapkan kalimat itu…”

Tak lama kemudian Rosululloh beserta orang-orang iman datang berta’ziyah. Mereka lalu memandikan, mengkafani dan mensholati jenazah Alqomah. Kemudian diantar beriringan oleh Rosululloh dan orang-orang iman menuju tempat pemakaman.

Pemakaman Alqomah pun selesai dilaksanakan. Sementara para pengantar masih berada ditempat pemakaman, Rosululloh SAW bersabda….“Wahai orang-orang iman, muhajir dan anshor……Siapa saja yang mengutamakan kepentingan istrinya hingga melalaikan ibunya, maka ia akan mendapatkan laknat Alloh, laknat para Malaikat dan laknat semua para manusia. Alloh tidak menerima amal ibadahnya, baik yang wajib maupun yang sunnah, kecuali jika ia bertaubat dan berbuat baik serta mencari ridho ibunya. Sebab ridho Alloh beserta ridhonya ibu dan murka Alloh beserta murkanya ibu”.

Cerita diatas menjelaskan betapa dahsyatnya ridho seorang ibu.

Hak-Hak Orang Tua

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً -٢٣- وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً -٢٤-
Dan Tuhan-mu telah Memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Isra’ 23-24)

Dalam ayat ini, Allah melarang kita menyakiti orang tua sekecil apapun bentuknya. Bahkan hanya dengan ucapan “ah” sekalipun.

;فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah

وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”

Menurut Imam Ja’far As-Shodiq, jika ada perkataan yang lebih ringan dari “ah” maka Allah akan menyebutkan kata itu. Sekecil apapun, kita dilarang keras untuk menyakiti orang tua. Mengapa Allah memberi penekanan khusus untuk berbakti kepada orang tua ketika telah lanjut usia?

Terkadang, ketika anak telah tumbuh besar, mandiri dan mampu. Dia merasa tak butuh lagi kepada orang tua. Akhirnya dia bersikap meremehkan dan merasa terganggu mendengar bermacam nasehat dan permintaan orang tuanya. Dia telah lupa bahwa dirinya yang hebat saat ini adalah berkat orang tuanya. Karena dia tidak akan lahir tanpa orang tua

Jangan sakiti orang tua kita dengan hal yang besar atau sekecil apapun. Ketahuilah, Allah swt menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua karena bakti ini adalah hal yang sulit. Apapun perintahnya, jangan pernah kita tolak. Tetaplah menjawab mereka dengan perkataan yang sejuk dan menyenangkan.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang”

Dan jangan lupa untuk mendoakannya di setiap waktu. Karena doa kita yang akan meringankan beban mereka ketika di Hari Pembalasan kelak. Secara mutlak, ayah dan ibu harus memperoleh penghormatan yang tinggi. Namun penghormatan kepada ibu harus lebih tinggi. Karena pengorbanan seorang ibu begitu besar untuk buah hatinya.

Dimulai dari masa kehamilan yang begitu berat. Sebagian ibu tak bisa makan, menderita saat terkena matahari dan bermacam kesulitan yang ia hadapi. Karena itu, Allah menyuruh kita untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada orang tua. Karena seluruh kenikmatan Allah tidak akan sampai kepada kita tanpa melalui kedua orang tua.

مَا مِنْ مُسْلِمٍ لَهُ وَالِدَانِ مُسْلِمَانِ يُصْبِحُ إِلَيْهِمَا مُحْتَسِباً ، إِلَّا فَتَحَ لَهُ اللهُ بَابَيْنِ – يَعْنِي : مِنَ اْلَجَّنةِ – وَإِنْ كَانَ وَاحِدًا فَوَاحِدٌ ، وَإِنْ أَغْضَبَ أَحَدُهُمَا لَمْ يَرْضَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ ، قِيْلَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ ؟ قَالَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ
“Tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang mempunyai kedua orang tua beragama Islam yang berbakti kepada mereka berdua dengan mengharap pahala (dari Allah) melainkan Allah akan membukakan dua pintu –maksudnya pintu Surga- untuknya. Jika tinggal salah satu dari keduanya yang masih hidup, maka yang akan dibukakan adalah satu pintu. Jika dia menjadikan salah satu di antaranya marah, Allah tidak akan ridha (kepadanya) hingga orang tuanya ridha kepadanya.“ Lalu ada yang bertanya, “Meskipun kedua (orang tua)nya itu menzaliminya?” Ibnu Abbas menjawab, “Meskipun keduanya menzaliminya,” (Hasan dengan dua jalan. Said adalah rawi yang majhul)

Menurut Syaikh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi, Rektor Universitas Islam Ibnu Taimiyah, Darussalam – India, dalam Syarah Adabul Mufrad menjelaskan beberapa hal terkait dengan hadits tersebut. Diantaranya: Maksud dari Wain Dzolamâhu adalah keduanya (orang tua) menzaliminya dalam berbagai perkara dunia.

Berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua adalah wajib, walaupun keduanya telah menzalimi anak dalam perkara dunia. Derajat hadits di atas dhâ’if, akan tetapi makna yang dikandungnya dapat dibenarkan. Jadi, kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua tetap harus ditunaikan meski kedua orang tua berbuat zalim.

“Dalam suatu kejadian, jika seseorang tanpa sadar lalai dan “marah” kepada kedua orangtuanya, sebagaimana kasus yang ditanyakan, maka ia harus segera memohon ampun kepada Allah Swt, serta meminta maaf dan keridhaan orangtuanya. Hati orangtua pada umumnya adalah hati yang lemah lembut dan pemurah; maka mereka pun akan mudah memaafkan kelalaian anak-anaknya, jika anak-anaknya tersebut meminta maaf kepada mereka

Dari keterangan tersebut, bisa dipahami bahwa kesalahan atau kedzaliman yang pernah dilakukan oleh orang tua kepada anaknya tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk marah kepada orangtuanya. Dengan kata lain, kita tetap wajib berbuat baik kepada kedua orangtua meski mereka pernah berbuat dzalim kepada kita anaknya. Semoga kita termasuk anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tua kita . Âmîn Yâ Robbal ‘Âlamîn. Semoga aku menjadi hamba yang selalu diberi petunjuk kebenaran.

Air mata yang tak pernah berhenti mengalir dalam setiap do'anya yang beriisi kebaikan untukmu, lantas sebegitu angkuhnya dirimu melupakannya???

Monday, October 2, 2017

MENGHADAPI SENTILAN/EJEKAN KARENA BERHIJAB SYAR’I


Pagi ini aku iseng membuka sebuah akun sosmedku, kulihat ada sebuah notifikasi yang merupakan respon dari tag fotoku di upacara hari Kesaktian Pancasila yang berbarengan dengan hari Batik Nasional kemaren. Di foto itu aku memakai seragam batik, tetapi memang jilbabku sangat panjang sehingga batiknya hampir tidak terlihat. Komennya biasa saja namun jika mau didalami makna yang tersirat kalimat tersebut sebuah kritikan tentang khimarku yang terlalu panjang (alias berlebihan) sehingga blazer batikku tak nampak karenanya. Bisa jadi maknanya kalau berpakaian/berjilbab harus disesuaikan agar apa yang ingin ditampilkan nampak dipermukaan. Astaghfirullah...! Maafkan aku ya Allah ketika hati ini terasa berdetak membaca komen wanita itu.

Sambil terus beristighfar aku membalas komen tersebut “Jika manusia tak dapat melihat, biarlah Allah saja yang tahu saat itu saya memakai baju batik, karena saya sangat mencintai khimar panjangku”. Astaghfirullah...astaghfirullah...astaghfirullah. Aku terus beristighfar memohon ampun karena aku sempat terpancing emosi dengan kalimat-kalimatnya. Aku mohon ampun ya Allah. Aku mengetahui bahwa Islam tidak memberi celah sedikitpun bagi pengikutnya membalas ejekan orang lain. Walaupun demi untuk menyampaikan kebenaran, walaupun dengan alasan untuk “membela” Islam, Allah tidak pernah memberi izin untuk membalas ejekan. Al-Qur’an mengajarkan hanya ada satu cara untuk menghadapi pandangan sinis atau ejekan yaitu diam dan berpaling. Bahkan Allah melarang kita melayani orang-orang “bodoh” yang hanya bermodal cacian/ejekan.

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ -٥٥-
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, salam bagimu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (Al-Qashas 55)

Dan Allah berfirman lagi : 

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ -١٩٩-
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf 199)

Memang ini bukan pertama kali aku menerima sikap agak kurang menyenangkan tentang caraku berhijab. Masih jelas dalam ingatanku saat itu aku travelling ke Turki bersama group yang terdiri dari wanita-wanita luar biasa (kaya, berkedudukan dan trendy dalam berbusana). Teringat ketika salah seorang dari mereka sempat ngomong agak keras padaku, “Echie jilbabmu itu terlalu panjang  ngeliatnya tuh riweh dan gak keren. Coba dipendekin atau dilipat begini (dia mengangkat dan melipat jilbab bagian depanku dan melampirkannya ke bahu”. Aku hanya tersenyum saja dan menurunkan kembali jilbab panjangku pada posisinya semula. 

Ini foto yang menuai komen, jilbabku terlalu panjang menutupi batiknya
Ini jilbab panjangku yang dibilang riweh dan gak keren
Lalu pernah ada kawan sekantor yang terang-terangan “nyablak” di depanku. Ihhhh...amit-amitlah aku blom mendekati mati untuk memakai jilbab panjang kayak seprai gitu. Masihlah pengen bergaya dulu. Suamiku jijik dan gak suka gaya jilbab seperti ustadzah, mirip emak-emak kampungan! Aku hanya diam dan tersenyum terhadap semua perlakuan itu. 

Ini jilbabku yang dibilang seprai
Tidak pahamkah ukhti bahwa HARAM hukumnya menghina/melecehkan/ mencibir/mengejek wanita yang berjilbab syar'i, jilbab lebar maupun bercadar, misalnya dengan sebutan ninja, setan, kemah berjalan, karung, gorden, taplak meja, seprei , kampungan, emak-emak hantu, teroris, ekstrimis,dll. Haram hukumnya menyakiti hati sesama muslim meskipun hanya bercanda, apalagi sungguh-sungguh/sengaja.

Wahai ukhti sesama muslimah, jika mau diuraikan sangat panjang proses hijrahku sampai mampu berjilbab syar’i seperti ini. Semua memerlukan usaha dan pelajaran yang banyak . Aku pernah memakai jilbab cekek, aku pernah memakai jilbab trendy ala Hijabers, mukaku selalu sempurna dengan polesan make up (alis, eyeshadow, blush on, lipstick) tetapi ketika aku sudah sangat paham landasan dalilnya inshaa Allah aku akan terus istiqomah seperti sekarang ini biarpun seperti emak-emak. Aku ikhlas meninggalkan semua yang menjadi keindahan dunia. Meski orang mengomentari mukaku pucat karena tanpa polesan make-up lagi aku tidak begitu risau. Bahkan aku dalam proses untuk mengenakan cadar/niqob. Ya Rabb...istiqomahkan hamba.

Sejarah panjang aku berhijab adalah dalam sebuah kajian aku mendengar ayat ini :

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:59].

Lantas dalam rangka terus memperbaiki diri untuk mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang sebenarnya yaitu kampung akhirat aku tak pernah lelah belajar untuk menyempurnakan hijabku. Aku mendapatkan kembali tuntunan bahwa  Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nur: 31)

Berdasar surat tersebut akupun kembali belajar tentang bagaimana jilbab yang sesungguhnya dipersyaratkan oleh aturan syariat Islam. Syaikh Al Albani rahimahullah pernah mengatakan, “Tujuan pakaian muslimah adalah agar tidak menggoda. Tujuan ini bisa tercapai hanya dengan wanita berbusana longgar. Adapun berbusana ketat walau itu menutupi warna kulit, namun masih menampakkan bentuk lekuk tubuh seluruhnya atau sebagiannya. Sehingga hal ini pun menggoda pandangan para pria. Dan sangat jelas hal ini akan menimbulkan kerusakan, tanpa diragukan lagi. Yang tepat adalah pakaian muslimah haruslah longgar (tidak ketat).” (Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah fil Kitab was Sunnah, hal. 131).

Dari seluruh kajian yang pernah aku dapatkan maka kesimpulannya adalah sifat hijab yang syar’i harus memenuhi aturan di bawah ini : :
1. Hijab itu hendaknya menutupi seluruh badan dari atas kepala sampai di bawah mata kaki (wanita wajib memakai kaos kaki). 
2. Jilbab itu harus luas dan longgar sehingga tidak menampakan bentuk/lekuk tubuh dan anggota –anggota badan.
3. Kain jilbab harus tebal sehingga tidak menampakkan warna kulit atau yang lainnya.
4. Tidak bersifat menghias tubuh sehingga menarik pandangan para pria, karena tujuan hijab itu adalah menuupi keindahan tubuh.
5. Tidak menyerupai pakaian pria (celana)
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
7. Tidak mencolok dan menarik pandangan orang.
8. Tidak memakai pewangi atau minyak wangi yang tercium baunya.

“Apapun pendapat manusia tentang hijabku bukanlah suatu masalah karena aku sudah ikhlas melabuhkannya hanya karena Allah”(my Quote)

Setiap Muslim yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan kebenaran agama-Nya wajib meyakini bahwa semua aturan yang ditetapkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala merupakan kemaslahatan, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan kemaslahatan, kebaikan dan penjagaan bagi kesucian diri dan kehormatan para Muslimah yaitu pakaian dan perhiasan wanita Muslimah

Seorang wanita Muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah ia merasa bangga dalam menjalankan hukum-hukum syariat-Nya. Karena dengan itu, ia akan meraih kemuliaan dan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Dan semua itu jauh lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), karunia Allâh dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)”. [Yûnus/10:58]


My Quotes