Tuesday, September 18, 2018

MENGEJEK ORANG YANG BERPAKAIAN SYAR’I

HIJRAH adalah sebuah pilihan dalam hidup yang dimiliki semua orang tanpa terkecuali. Karena secara umum arti Hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu situasi ke situasi yang lain atau dari yang belum baik menjadi lebih baik. Maknanya ini bisa dilakukan oleh setiap orang tanpa terkecuali, baik tua maupun muda, baik yang kuat maupun yang lemah.

Setelah Hijrah yang harus kita lakukan adalah Istiqomah. Istiqomah tidaklah semudah membalik telapak tangan. Karena secara umum arti Istiqomah adalah tegak & lurus. Dan tidaklah mudah untuk tegak & lurus kecuali dengan niat & tekad. Namun apakah cukup hanya dengan niat & tekad? Jawabannya adalah tidak!. Karena untuk tegak & lurus harus disertai dengan Ilmu Dan ”ilmu tidak dapat diraih dengan bermalas-malasan” (H.R Muslim), sementara syaitan terus membisikan manusia untuk bermalas-malasan.

Seperti yang diucapkan Ali bi Abi Thalib r.a bahwa “Ilmu lebih berharga dari harta, karena ilmu menjaga mu sementara manusia menjaga harta”. Dari tulisan ringkas ini bisa diambil makna bahwa Hijrah adalah langkah awal dari seseorang menuju untuk sesuatu yang lebih baik dengan cara meninggalkan sesuatu yang buruk (sebelumnya). Ia adalah langkah awal menuju jalan terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun. Dan Istiqomah adalah langkah-langkah berikutnya yang ditempuh menuju ujung jalan kehidupan manusia, yaitu kematian. 

Seseorang ketika berjalan dijalan yang lurus dan mulus tanpa ada penghalang & rintangan dia akan dengan mudah dan nyaman sampai ketujuannya. Namun bagaimana ketika jalan yang dilalui terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun??. Apakah akan semudah melalui jalan yang lurus & mulus?? Tentu saja tidak!. Itulah kenapa Istiqomah adalah inti dari seorang yang berhijrah, karena tanpa Istiqomah Hijrah seseorang tidak ada artinya. Dan Istiqomah adalah jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Wallahu’alam (Quotes yang di dapat dari sumber situs Islam di google).

Perubahan yang dilakukan seorang insan dari meninggalkan sesuatu yang buruk kepada sesuatu yang lebih baik dapat terjadi dalam segala hal, segala bidang, segala pokok permasalahan. Misalnya saja dari tidak berjilbab menjadi berjilbab. Dari berjilbab “cekek/sakaratul maut” menjadi jilbab syar’i. Lalu lebih dalam lagi dari jilbab syar’i menjadi muslimah bercadar dan seterusnya. Itulah proses kehidupan yang dilakukan dan diharapkan bagi seorang muslimah sejati yang tengah mempersiapkan bekal untuk pulang pada kehidupan yang sebenarnya. 

Saya akan membahas mengenai hijrah dalam berpakaian yang disyariatkan oleh Al-Qur’an dan hadist. Untuk satu permasalahan ini tidak akan pernah ada ujungnya, tidak pernah selesai hanya pada satu titik saja. Karena apa? Karena Istiqomah dalam hal ini tidak bisa dibilang sulit dan tidak pula dapat dibilang mudah. Semua tergantung pada keteguhan iman seorang hamba pada Allah dan seberapa dalam bekal ilmu yang dipunyai mengenai hal tersebut. 

Jika ketetapan hati masih belum begitu kuat akan banyak sekali keragu-raguan, godaan, kekhawatiran terhadap persepsi/anggapan/sentilan/ejekan makhluk lain yang ada di sekeliling kita. Aku sendiri mengalami pergolakan bathin seperti itu. Dulu di saat awal berhijab aku merupakan trend setter dalam kategori “Hijaber”, semua orang (teman kantor, lingkungan sosialita) kenal aku sebagai orang yang sangat modis dan selalu menjadi starter dalam trend hijab. Tetangga dan teman sering meniru, bertanya dimana aku beli outfitku, tutorial hijabku. Gaya jilbab yang seperti apapun aku bisa, bahkan aku sangat mahir memodifikasi cara pakai sawl, pashmina, square jilbab sehingga tampil cantik modis. 

Tahap awal langkah hijrahku ke hijab yang lebih sempurna adalah saat aku mencoba menjalan bisnis busana muslimah kecil-kecilan, demi memberikan lapangan pekerjaan kepada adik bungsu yang unjob. Saat itu sedang trend khimar two-tone, bol-bal. Aku menjahit sendiri khimar yang akan aku jual. Sebagai contoh barang atau arena promosinya aku memakai khimar buatan aku sendiri. Penampilanku berubah, dari hijab yang sangat stylist yang dililit sana sini ke pada hijab simple yang terurai. Tapi belum begitu panjang. Ukuran khimar yang aku buat dan pakai adalah panjang depan 60 cm, belakang 100 cm. Aku merasa lebih suka dan nyaman dengan gaya hijabku ini.

Lantas qadarullah seiring waktu Allah menuntun aku ke lingkungan yang lebih baik. Aku sering datang ke kelompok pengajian dimana anggota/pesertanya sudah menjalankan kewajiban hijab sempurna seperti tuntunan Al-Qur’an. Aku ingat pada saat itu aku mengikuti program Al-Qur’ani Camp di Masjid Al Aqobah. Aku merasa malu dengan penampilanku sendiri. Hijabku masih belum sempurna. Start dari sini aku mulai merubah lagi gaya penampilanku. Aku ingin berhijab lebih sempurna. Khimarku kini menjadi lebih baik. Ukuran khimar yang aku pakai adalah panjang depan 110 – 120 cm, belakang 135 – 160 cm. Atau untuk ukuran square jilbab 150x150 cm.

Allah kembali membimbing aku ke jalan yang lebih baik lagi. Aku banyak mengkaji, membaca tentang arti sunnah dan keutamaan sunnah. Aku mendalami tentang cadar. Alhamdulillah keteguhan hatiku tersentuh, saat ini aku sudah memakai cadar dan sedang dalam tahap dan proses untuk istiqomah. Aku tampil menjadi muslimah bercadar, meskipun belum 100% sempurna istiqomah, kerena berbagai alasan duniawi sebenarnya. Misalnya saja jika ke kantor, perkumpulan warga komplek, ataupun di tengah keluarga. Aku memahami tidak semua orang mampu menerima penampilan seperti aku saat ini. Dari pada menimbulkan konflik dan gunjingan aku perlahan-lahan saja. Namun aku berjanji pada diriku sendiri jika aku sudah pensiun dari kantor aku akan totally dan tak mau buka tutup cadar lagi. Tapi masih cukup lama lebih kurang 3 tahun lagi. Ya Allah...ampuni aku yang masih takut dengan konflik terhadap manusia. 

Untuk sementara ini aku menjalankan buka tutup, karena Islam mengajarkan tidak perlu menunda sesuatu karena ingin sempuna sekali. Jika hanya bisa meraih setengahnya maka jangan ditinggalkan semuanya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah, ما لا يدرك كله لايترك كله  “sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya”

Semua proses di atas semua tidaklah mudah. Berbagai tantangan aku hadapi. Mulai dari dalam diriku sendiri sampai pada sentilan orang-orang sekitar yang mengatakan itu jilbab kok seperti taplak meja, seprei. Kampungan,ninja, teroris. Bahkan keluargaku sendiri curiga dengan penampilanku ada kaitan dengan lingkungan pengajian yang salah. Belum lagi di saat berkumpul atau berada di tengah kehidupan sosialita, sebagai contoh di saat menjadi panitia sebuah pesta pernikahan di mana sebagian besar mereka memakai jilbab modis, baju trendy dan dandanan menor. Aku kadang tergerak ingin kembali tampil seperti itu karena semua hijab, baju-baju modisku yang mahal-mahal masih tersimpan di lemari. Bukankah aku tinggal pakai saja? Namun aku kembali ingat filsafah hijab dalam Al-Qur’an, aku hentikan keinginan itu. Aku kembali dengan gamis longgarku, jilbab panjangku dan no make-up. Bukankah yang aku inginkan itu ridho Allah. Bukankah aku sudah memahami tujuan dan hakikat berjilbab. Lantas dosa yang akan aku tanggung pasti menjadi lebih besar, karena aku sudah berilmu tentangnya. Keteguhan seperti inilah yang memotivasi aku untuk tetap istiqomah. 

Aku terus berusaha ke arah lebih baik dan lebih baik lagi. Tak ingin menanggalkan ke “syar’i”an pakaianku. Dalam kondisi dan kegiatan apapun seperti Gym/senam aku terus mempertahankan ke syar’ian busana dengan prinsip longgar dan “no pants” alias aku pakai rok. Hal ini menimbulkan lontaran kalimat-kalimat pedas dari makhluk Allah. Masih kuingat sebuah kejadian di saat aku ikut senam di sebuah  kelompok senam jantung sehat, aku memang peserta baru.

Ada seorang ibu yang tidak aku kenal, dari awal datang matanya berulang kali melirik aku. Dengan ekor matanya dia menatap aku dari atas sampai ke bawah. Selama melakukan gerakan senampun aku lihat dia selalu curi-curi pandang ke arahku, sepertinya memperhatikan gerakan aku. Aku cuek dan pura-pura tak tahu. Kulihat meski sudah sangat berumur dan jauh lebih tua dari aku, dandanan ibu itu masa kini sekali. Jeans strech ketat, atasan pendek yang dia kenakan membuat dia terlihat sangat modis. Aku menundukkan pandangan mataku takut terbersit di dalam hatiku hal-hal buruk yang bersifat mencela ataupun menyalah-nyalahkan gaya orang lain. 

Usai senam berkumpulah seluruh peserta sambil minum, nah disitulah sang ibu sengaja mendekati aku yang sedang asyik ngobrol dengan seorang ibu yang kukenal. Dia menyentil dengan menyapa sang ibu yang sedang berbincang denganku, membuat pembicaraan aku dan bu Ety terhenti. “Eh ..ibu Ety jilbabnya cantik, hampir sama ya dengan saya. Iya nih tadi buru-buru jadi gak sempat pakai jilbab yang tepat, kepanjangan nih segini. Kurang pas buat senam jadi agak ribet. Atasan ini juga agak melambai-lambai jadi gak enak pas gerak. Gak luculah kalau senam pakai baju gedombrang-gedombrang trus jilbabnya panjang, gak bebas bergerak jadinya!”. 

Aku sempat terhenti menyedot aqua yang ada di tanganku. Dalam hati aku bergumam “Maksud loe....?” hanya di dalam hati saja. Selebihnya aku diam saja sambil tersenyum manis kepada ibu yang sengaja melirik ke arah aku. Apa katanya? Dengan pakaian longgar dan jilbab panjang jadi gak bebas bergerak?? Gak tuh...! Aku kok nyaman-nyaman dan bebas aja bergerak. Lagian apa urusannya dengan dia, bukankah aku gak menganggu dia ??? Astaghfirulah...!

Ahhh...ini sih kejadian kecil dan sudah biasa. Aku jadi teringat kembali kalimat-kalimat pedas kawan kantor yang lumayan dekat dengan aku. Pada waktu itu aku kebetulan berjalan beriringan menuju parkiran. Aku sedikit memuji sneakers yang dia pakai karena aku suka modelnya kekinian dan aku suka. Lantas dari kalimat pujianku kepadanya berbalas cukup telak dan panjang. “Iyalah yuk ...aku suka tampil gaul. Karena anakku suka protes kalau aku tampil seperti emak-emak. Apalagi kalau aku pakai gamis saat mau jalan ke mall, uhhhh... marah banget anakku. Apalagi mau pakai jilbab panjang cak ayuk.... Waduh...kayak emak-emak dan kampungan banget. Anakku suka kalau aku pake jeans ketat, sneakers, jilbab trendy pokoknya yang modis dan gaul lah...”

Aku terperangah dengan kalimat-kalimatnya. Jleb....! Namun aku diam no comment dan tersenyum saja. Senyum manisss...... Biarkanlah semua tanggapan dan sentilan-sentilan seperti itu. Biarkan Allah nanti menuntun dan memberikan hidayah kepada mereka. Seorang ibu yang berusia di atas setengah abad lebih masih tampil gaya dengan jeans ketat, kaos ketat dan jilbab cekek. Seorang ibu yang menurut diatur-atur anak kandungnya untuk berbusana trend masa kini yang tidak sesuai tuntunan Al-Qur'an. Bukankah seharusnya seorang ibu harus belajar tentang aturan Al-Qur’an dan dialah yang harus mengajarkan kepada anaknya yang sudah remaja yang sudah seharusnya syar’i???? Astaghfirullah...!

Lantas pantaskah mereka mencela, menyentil penampilan hamba Allah yang dalam perjalanan menuju ridho Allah. Menjalankan sunnah. ... ??? Itu saja aku sudah membatasi diri untuk buka tutup cadar agar menjaga gunjingan dan sentilan. Apalagi kalau aku 100% bercadar. Pasti rame sekali sentilan mereka-mereka. Ya... Allah istiqomahkan aku...bimbing aku....ya Rabb.

Seringkali kita saksikan begitu mudahnya sebagian orang mengolok-ngolok saudaranya yang ingin menjalankan syaria’t. Ada yang berjenggot kadang diolok-olok dengan kambing dan sebagainya. Ada pula yang mengenakan jilbab atau pun cadar juga dikenakan hal yang sama. Seharusnya setiap muslim tahu bahwa perbuatan seperti ini bukanlah dosa biasa. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah  Simak pembahasan berikut agar mendapat penjelasan. 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qotadah, hadits dengan rangkuman sebagai berikut. Disebutkan bahwa pada suatu perjalanan perang (yaitu perang Tabuk), ada orang di dalam rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”

(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Maka ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa itu). Kemudian orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tadi berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami tadi hanyalah bersenda gurau, kami lakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah):

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ 
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ 
  

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9 : 65-66).

Jika saja mereka-mereka itu mau mengkaji bahwa orang yang mengejek muslimah atau muslim disebabkan komitmen mereka dengan syariat Islam adalah kafir, baik hal itu dalam masalah berhijab atau yang lainya. Jadi sungguh berhati-hatilah karena Allah mengkategorikan ejekanya terhadap orang-orang beriman berarti mengejek Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya.

Islam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.

Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba, kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.

Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata khianat.

Aku tak perlu menghakimi sekelompok makhluk yang selalu siap dengan sentilannya kepada muslimah yang sedang menjalankan syariat untuk meraih ridho Allah. Biarkan saja, cukup di do’akan. Dan yang paling penting bagi diriku adalah kukuh dan teguh dengan tujuan awal. Memenuhi kewajiban sebagai seorang muslimah dalam cara berpakaian dan berusaha menjauhkan diri dari fitnah dunia dan akhir zaman. Audzubillahi min dzalik. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa wanita itu adalah salah satu fitnah yang terbesar. Beliau bersabda: “Berhati-hatilah dari godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim)

Pada zaman sekarang ini eksploitasi kaum wanita banyak tersebar di mana-mana. Mayoritas kaum hawa itu berani bersolek dan menampakkan lekuk tubuh mereka di pasar dan di jalan-jalan. Memamerkan segala macam asesioris dan perhiasannya. Barangsiapa yang Allah kehendaki terkena godaan, maka ia akan menyorotkan matanya atau melirikkan pandangannya kepada mereka (kaum wanita itu). Hingga dikhawatirkan ia akan terkena godaan daya tarik wanita itu dan terpedaya lantas timbul syahwat terlarang yang mendorongnya berbuat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berzina! Atau pengantar kepada zina (seperti berdua-duan tanpa mahram, berpacaran dan lain-lain-pent). Memang, wanita adalah godaan yang paling besar! Tidak diragukan lagi hal itu termasuk bencana ter-besar pada zaman sekarang ini. 

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh. Barangsiapa mensucikan dirinya, pandangannya tidak akan tertuju kepada perkara haram itu. Dan tidak akan menuruti kehendak syahwat dalam hatinya kepada wanita-wanita itu. Barangsiapa dipelihara dan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan menjauhkannya dari fitnah tersebut. Dan niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan bagi diri mereka.

Semoga menjadi renungan kita bersama bahwa yang wajib itu tetap wajib hukumnya. Jangan pernah takut pada ejekan /sentilan manusia yang tidak memahami dalil aturan yang harus kita taati. Kita harus patuh dan taat tanpa dalih-dalih. Mengkaji dan belajarlah terus hingga semakin hari kita akan menjadi hamba Allah yang patuh dan istiqomah dalam menuju kebaikan. Tak perlu mendengar penilaian manusia, ridho Allah lah yang menjadi dasar semua perbuatan kita. Sami’na wa atho’na. Ingatlah selalu surat Al A’raaf ayat 36 yang artinya seperti: “Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”. 

Wallahu a’lam bis shawab.

“Berhati-hatilah dari godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim)

 

Sunday, July 15, 2018

TANDA-TANDA ALLAH MENCINTAI HAMBANYA


Kembali saya mencoba mengulas ulang isi tausiyah Ustad Hidayatullah di pengajian dan dzikir rutin setiap Sabtu di masjid Raya Taqwa. Isi tausiyahnya adalah mengajarkan doa agar mencintai dan dicintai Allah. Selanjutnya juga membahas tanda-tanda bahwa kita dicintai Allah. 

Doa yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam untuk meraih kecintaan Allah :

Didapat dari google search kumpulan-doa-pilihan.blogspot.com

(Allohumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii hubbaka. Allohummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal-maa’il-baarid) 

“Ya Allah, aku mohon padaMu cintaMu dan cinta orang yang mencintaiMu, amalan yang mengantarkanku menggapai cintaMu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepadaMu lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.” 

Berikut ini dinatara tanda-tanda Allah mencintai hambaNYA 

1. Allah memberikan balasan di dunia 
Salah satu bentuk Allah mencintai hamba-Nya adalah dengan cara Allah memberikan balasan sesegera mungkin atas apa yang telah kita perbuat di dunia.  

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Apabila Allah menginginkan kebaikan terhadap seorang hambaNya, Ia terus mempercepat balasan kesalahannya di dunia ini, dan sebaliknya apabila Allah menginginkan keburukan terhadap seorang hambaNya, Ia tidak membalaskan perbuatannya yang berdosa di dunia sehingga Ia membalaskannya nanti pada hari kiamat.” (Hadis Riwayat Tabrani). 

Mengapa dikatakan bila Allah memberikan balasan di dunia dianggap sebagai bukti Allah menyayangi hambaNya? Karena dengan memberikan balasan saat di dunia, Allah ingin agar manusia tersebut bertaubat dan dapat memperbaiki kesalahannya. Dan bagi manusia yang di benci oleh Allah, Ia akan membiarkan manusia tersebut bergelimang dosa dan maksiat. 

Apapun yang terjadi di dunia ini harus kita terima dengan ikhlas, seperti halnya kesulitan yang kita rasakan, mungkin saja hal tersebut adalah hukuman karena kesalahan yang telah kita lakukan. Kemudian jangan lupa untuk bertaubat sesegera mungkin, agar kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Dan percayalah bahwa hukuman di dunia tersebut diberikan Allah karena Allah mencintai kita. Karena balasan di akhirat akan lebih dahsyat. 

Allah berfirman, “Dan, Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” 

2. Allah membuka kunci hati dan mengisinya dengan keyakinan yang teguh 

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, niscaya Ia bukakan kunci hatinya dan mengisikannya dengan keyakinan dan kepercayaan yang teguh, Ia jadikan hati hambaNya selalu waspada terhadap liku-liku kehidupan yang dijalaninya, Ia jadikan hatinya bersih dan lidahnya berkata benar dan perangainya lurus, dan Ia jadikan telinganya mendengar dan matanya melihat yang baik-baik saja.” (Hadis Riwayat Abu As Sheikh dari Abu Zarr). 

Tanda lain Allah mencintai hambaNya adalah dengan membukakan hati hambaNya untuk mencintai Allah juga, kemudian ia akan mempunyai keyakinan yang teguh. Dan dengan begitu, manusia tersebut akan lebih berhati-hati agar tidak melakukan dosa. 

3. Allah berikan kemudahan untuk memahami agama dan kemudahan melakukan ibadah. 

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, pasti Allah menganugerahinya pemahaman dalam agama.” (Hadis Riwayat Bukhari)

Allah akan memberikan kesadaran agama atau pemahaman untuk memahami agama Islam agar ajaran tersebut dapat diterapkan di kehidupannya, itulah tanda bahwa Allah mencintai hambanya. Orang mukmin yang diberikan kesadaran dan kepahaman agama tidak akan menggadaikan akidahnya hanya untuk kehidupan dunia. Ia akan patuh pada perintah Allah. 

Allah juga akan memudahkan kita untuk melakukan ibadah misalnya, meski sesibuk apapun kita di pagi hari, kita akan tetap memiliki kesempatan dan kemauan untuk melakukan dhuha. Demikian pula di sepertiga malam jika Allah sayang kepada hambaNYA , seorang hampa akan mudah terbangun dan melaksanakan qiyamul lail. 

Itulah beberapa bukti jika Allah mencintai hambaNya. Jika Anda merasakan ketiganya, bersyukurlah, karena Allah menyayangi Anda. Namun jika tanda tersebut tidak Anda rasakan, teruslahmuhasabah diri..dan mohonlah ampun dan petunjuk Allah.


Thursday, July 5, 2018

HUTANG PIUTANG

Jangan menganggap remeh masalah hutang piutang. Itulah judul yang ingin menjadi topik bahasan yang ingin saya pelajari kali ini. Secara tak sengaja beberapa hari lalu berdiskusi dengan teman sekantor masalah hutang piutang, terutama tentang piutang. Temanku itu bilang piutang itu tak boleh diikhlaskan biar sampai kapanpun harus tetap ditagih. Aku berdalih karena sulitnya menagih itulah bahkan ada orang yang berpiutang padaku pernah marah karena ditagih (marahnya kasar pula) maka aku sudah mengikhlaskan saja, melupakan tentang uang yang dipinjamnya itu. Aku sudah menagih berkali-kali bahkan menawarkan agar dia mencicil hutangnya bila tap mampu bayar sekaligus, dan ujung-ujungnya dia yang marah bahkan mencaci maki aku. Nah daripada ribut aku lupakan. Disamping itu kadang ada rasa kasihan terhadap orang yang berhutang yang berkali-kali mohon penangguhan untuk membayar (terlebih lagi kepada saudara kandung dan keponakan), maka aku sudah sangat sering sekali bilang sudahlah ambil saja uang yang dihutang itu, hitung-hitung aku ngasih dan tak usah dibayar. 

KEWAJIBAN MEMBAYAR HUTANG
Dari Salamah bin al-Akwa' radhiallahu 'anhu

أن النبي صلى الله عليه وسلم أتي بجنازة ليصلي عليها فقال هل عليه من دين قالوا لا فصلى عليه ثم أتي بجنازة أخرى فقال هل عليه من دين قالوا نعم قال صلوا على صاحبكم قال أبو قتادة علي دينه يا رسول الله فصلى عليه

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau berkata, "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan, "Tidak". Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata, "Apakah ia memiliki hutang?", mereka mengatakan, "Iya", Nabi berkata, "Sholatkanlah saudara kalian". Abu Qotadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menyolatkannya" (HR Al-Bukhari no 2295)

Hutang merupakan hal yang wajib untuk dibayarkan dan dinyatakan sebagai salah satu kewajiban sesama manusia. Allah SWT mengatakan bagi mereka yang masih memiliki hutang atau hak orang lain yang belum dipenuhi, ruhnya masih tergantung antara langit ketika ia meninggal dunia, dan atau apabila belum diikhlaskan oleh sang pemberi hutang.

Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Ruh seorang mukmin yang meninggal dunia akan terus menggantung selama hutangnnya belum dilunasi” (HR. Turmudzi) 

MENAGIH HUTANG

Menagih hutang termasuk perbuatan yang dibolehkan mengingat dengan perbuatan itu kita menyelamatkan orang tersebut dari siksa api neraka. Mengapa? 

“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih). 

Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181). Dan apabila seseorang tersebut berniat untuk melunasi hutang namun tidak sempat karena ajal sudah menjemput, Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani, hadits ini shohih). Ibnu Majah membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”

Oleh karena itu, dengan berbagai kesimpulan diatas, ada baiknya kita menagih hutang kepada orang yang berhutang kepada kita untuk keselamatan dunia akhirat. Bagaimana cara kita sebagai pemberi hutang ketika kita ingin menagih hutang kepada orang yang berhutang kepada kita? Rasulullah SAW juga pernah bersabda yang diriwayatkan Bukhari Muslim, Tirmidzi, dan Hakim:

“Jika yang punya hutang mempunyai iktikad baik, maka hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim). 

“Allah SWT akan memberikan kasih sayangNya kepada orang yang bermurah hati ketika menagih utang” (HR. Bukhari). 

Kita wajib menagih hutang, namun harus dengan cara yang baik dan tidak menyakiti. “Seseorang menagih utang kepada Rasulullah saw, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para sahabat hendak memukulnya, maka Nabi saw berkata, ‘Biarkan dia. Sesungguhnya si empunya hak, berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya’. Mereka (para sahabat) berkata ‘kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dan untanya’. Nabi saw bersabda ‘Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya’. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling baik dalam pelunasan utang” (HR. Bukhari).

Apabila disaat kita menagihnya dia belum siap untuk membayar, kita boleh menagihnya di lain waktu. Pendapat ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra berkata, telah bersabda Rasulullah saw:

"Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya” (HR. Ibnu Majah).

Menunda utang bagi orang mampu itu haram dan kezaliman. Hal ini berdasarkan dalil berikut: Rasulullah saw bersabda “Menunda-nunda hutang padahal mampu adalah kezaliman” (HR. Thabrani dan Abu Dawud). “Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari”(HR. Baihaqi).


KEUTAMAAN MENGIKHLASKAN PIUTANG KEPADA ORANG YANG KESULITAN

Ketika menagih piutang kepada orang lain hendaklah dengan cara baik dan tidak menyakitkan. Jika orang yang berhutang belum dapat membayar maka berikanlah waktu tenggang sampai mereka dapat melunasi. 

Allah tetapkan, batas pemberian waktu tenggang sampai si pengutang mendapat kemudahan untuk melunasi utangnya. Al-Qurthubi menyebutkan, ayat ini turut terkait kasus yang dialami bani Tsaqif dengan Bani al-Mughirah. Ketika Bani Tsaqif meminta Bani al-Mughirah untuk melunasi utangnya, mereka belum sanggup membayarnya. Mereka mengaku tidak memiliki apapun untuk dibayarkan, dan meminta waktu tunda sampai musim panen. Kemudian turun ayat ini. (Tafsir al-Qurthubi, 3/371)

Ini berbeda dengan aturan di masa jahiliyah. Orang yang berutang dan dia tidak bisa bayar sampai batas yang ditetapkan, maka dia harus menjual dirinya untuk jadi budak, agar bisa melunasi utangnya. Kemudian aturan ini dinasakh dalam islam. (Tafsir al-Qurthubi, 3/371).

Sebagian ulama mengatakan, pilihan memberikan waktu tenggang bagi orang yang tidak mampu melunasi utang adalah sifatnya perintah wajib.

Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu Utsaimin menuliskan,

ومن فوائد الآية: وجوب إنظار المعسر – أي إمهاله حتى يوسر؛ لقوله تعالى: { فنظرة إلى ميسرة }؛ فلا تجوز مطالبته بالدَّين؛ ولا طلب الدَّين منه

"Diantara pelajaran dari ayat, wajibnya memberi waktu tenggang bagi orang yang kesulitan. Artinya memberi waktu tenggang sampai dia mendapat kemudahan. Berdasarkan firman Allah ta’ala, (yang artinya), “berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” Sehingga tidak boleh menuntut dia agar berhutang di tempat lain atau menagih utangnya. (Tafsir al-Quran al-Karim, al-Baqarah, ayat 280).

Kemudian, berdasarkan ayat di atas, kewajiban memberi waktu tenggang ini berlaku ketika orang yang berhutang mengalami kesulitan. Jika sejatinya dia mampu, namun sengaja menunda pelunasan utang, maka orang yang menghutangi boleh memaksa untuk melunasi utangnya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang menunda pelunasan utang, padahal dia mampu sebagai orang dzalim.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ
“Menunda pelunasan utang yang dilakukan orang mampu adalah kedzaliman.” (HR. Bukhari 2287 & Muslim 4085).

Karena itu tindakan kedzaliman, kita dibolehkan menolak kedzalimannya dengan menagihnya agar segera melunasi utangnya.

Pilihan kedua yang Allah ajarkan adalah memutihkan utang itu alias mengikhlaskannya. Ada 3 keutamaan untuk pemutihan hutang, yaitu :
1. Allah menyebutnya sebagai sedekah
2. Allah menyebut tindakan itu lebih baik, jika kita mengetahui
3. Allah sebut orang yang memilih memutihkan utang sebagai orang yang berilmu.

Pilihan kedua ini sifatnya anjuran dan tidak wajib.

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
ومن فوائد الآية: فضيلة الإبراء من الدَّين، وأنه صدقة؛ لقوله تعالى: { وأن تصدقوا خير لكم }؛ والإبراء سنة؛ والإنظار واجب

"Diantara pelajaran dari ayat ini, keutamaan menggugurkan hutang, dan ini bernilai sedekah. Bedasarkan firman Allah (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu.”

Sehingga memutihkan utang hukumnya anjuran, sementara menunda pelunasan bagi yang tidak mampu, hukumnya wajib. (Tafsir al-Quran al-Karim, al-Baqarah, ayat 280). Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
"Hai orang-orang yang beriman, berinfaqlah (di jalan allah) dengan sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Aku keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk untuk kalian infaqkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. (QS. al-Baqarah: 267).

Apabila kamu mengikhlaskannya, akan dihitung juga sebagai sedekah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah

“Dan, menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 280. 

Yang dimaksud ‘memilih yang buruk-buruk untuk kalian infaqkan’ bukanlah harta haram. Namun harta halal, boleh dimanfaatkan. Hanya saja, sebagian orang kurang suka karena sudah tidak bagus. Termasuk harta yang tidak ada harapan untuk bisa dimanfaatkan. Seperti sapi yang lari ke hutan,yang kemungkinan kecil bisa kembali. Berniat mensedekahkan sapi semacam ini termasuk kategori memilih yang buruk-buruk untuk diinfaqkan. Sehingga tidak boleh diniatkan untuk zakat

Termasuk utang macet. Sementara tidak ada harapan untuk dikembalikan. Statusnya seperti harta hilang. Karena itulah para ulama menyimpulkan, utang semacam ini jika diikhlaskan, tidak bisa menggantikan kewajiban bayar zakat.

Kita simak keterangan Ibnu Utsaimin tentang utang macet,

والدَّين الذي على معسر مال تالف؛ لأن الأصل بقاء الإعسار؛ وحينئذٍ يكون هذا الدَّين بمنزلة المال التالف؛ فلا يصح أن يجعل هذا المال التالف زكاة عن العين؛ ولهذا قال شيخ الإسلام رحمه الله: إن إبراء الغريم المعسر لا يجزئ من الزكاة بلا نزاع

“Hutang yang berada di tangan orang yang kesulitan bayar, seperti uang hilang. Karena hukum asal orang itu adalah masih dianggap sebagai orang yang kesulitan. Sehingga utang itu statusnya seperti uang hilang. Dan tidak boleh harta yang hilang dijadikan sebagai zakat. Karena itu, Syaikhul Islam mengatakan, ‘Memutihkan utang orang yang kesulitan bayar, tidak bisa menggantikan kewajiban zakat, tanpa ada perbedaan pendapat ulama.’ (Tafsir al-Quran al-Karim, al-Baqarah, ayat 280).


AKAD SEPIHAK

Kemudian, aturan lain yang perlu diperhatikan terkait pemutihan hutang, bahwa utang yang telah diikhlaskan statusnya sedekah. Dan semacam ini sifatnya akad sepihak. Artinya, untuk memutihkan hutang, hanya kembali kepada kerelaan orang yang memberi hutang. Sehingga bisa jadi yang berhutang tidak tahu sama sekali bahwa hutangnya telah diikhlaskan. Dan salah satu diantara aturan yang berlaku, orang yang telah mensedekahkan hartanya kepada orang lain, pantangan baginya untuk menarik kembali, sekalipun itu dikembalikan oleh orang yang diberi.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الَّذِى يَهَبُ فَيَرْجِعُ فِى هِبَتِهِ كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ فَيَقِىءُ ثُمَّ يَأْكُلُ قَيْئَهُ

“Perumpamaan orang yang memberikan harta, lalu dia menarik kembali pemberiannya, seperti anjing yang makan, lalu dia muntah, kemudian dia makan muntahannya” (HR. Nasai 3705 dan dishahihkan al-Albani). 

Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُعْطِىَ عَطِيَّةً أَوْ يَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعَ فِيهَا إِلاَّ الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِى وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِى يُعْطِى الْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ فَإِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِى قَيْئِهِ

“Tidak halal bagi seseorang yang memberikan atau menghibahkan sesuatu kemudian dia menarik kembali pemberiannya. Kecuali pemberian orang tua kepada anak. Orang yang memberikan harta kepada orang lain, kemudian dia menarik kembali, seperti anjing yang makan, setelah kenyang, dia muntah. Kemudian dia makan lagi muntahannya” (HR. Abu Daud 3541 dan dishahihkan al-Albani).

Karena itu jika dalam hati kita telah terucap untuk mengikhlaskan hutang orang lain tanpa sepengetahuannya, maka jika entah kapan orang tersebut datang untuk membayar maka tidak diperbolehkan menerimanya. 

Demikianlah kajianyang saya dapat dari berbagai sumber untuk memberi pemahaman bagi diri sendiri mengenai masalah hutang piutang. Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa jangan pernah meremehkan amanah dan hutang. Berikut beberapa perkara yang mungkin perlu diperhatikan : 

1. Mencatat hutang piutang maka akan mendatangkan kemaslahatan.Dengan mencatat piutang, apabila kita meninggal, piutang tersebut akan dimanfaatkan oleh ahli waris kita, sehingga dimasukkan dalam harta warisan. Disamping itu dengan mencatat hutang, apabila kita meninggal maka ahli waris kita akan melunasi hutang kita dari harta peninggalan kita, atau ada kerabat, atau sahabat, atau orang lain yang mau berkorban melunasi hutang kita. Tentunya hal ini akan sangat mengurangi beban kita di akhirat 

2. Jangan pernah malu untuk menagih hutang. Justru kalau kita sayang kepada orang yang berhutang maka hendaknya kita menagih hutang tersebut darinya. Karena kalau kita malu menagih hutang bisa menimbulkan kemudorotan bagi kita dan juga baginya, diantaranya - Kita jadi dongkol terus jika bertemu dengan dia, bahkan bisa jadi kita terus akan menggibahnya karena kedongkolan tersebut, padahal kita sendiri malu untuk menagih hutang tersebut- Jika kita membiarkan dia berhutang hingga meninggal dunia maka ini tentu akan memberi kemudorotan kepadanya di akhirat kelak

3. Ingatlah…, jika hutang tidak dibayar di dunia maka akan dibayar di akhirat dengan pahala, padahal pada hari tersebut setiap kita sangat butuh dengan pahala untuk memperberat timbangan kebaikan kita. Hari akhirat tidak ada dinar dan tidak ada dirham untuk membayar hutang kita !!

4. Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi di mata kita hutang 100 ribu rupiah adalah jumlah yg sedikit, akan tetapi di mata penghutang adalah nominal yang berharga dan dia tidak ridho kepada kita jika tidak dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.

5. Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah berkata : "Saya tidak usah bayar hutang aja, dia tidak pernah menagih kok, mungkin dia sudah ikhlaskan hutangnya"

6. Jika punya kemampuan untuk membayar hutang maka jangan pernah menunda-nunda. Sebagian kita tergiur untuk membeli barang-barang yang terkadang kurang diperlukan, sehingga akhirnya uang yang seharusnya untuk bayar hutang digunakan untuk membeli barang-barang tersebut, akhirnya hutang tidak jadi dibayar.

7. Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar hutang, karena bisa jadi pemilik piutang malu untuk menagih, atau bisa jadi dia tidak menagih tapi mengeluhkanmu kepada Allah.

نَامَتْ عُيُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهُ يَدْعُو عَلَيْكَ وَعَيْنُ اللهِ لَمْ تَنَم" 
“Kedua matamu tertidur sementara orang yang engkau dzolimi terjaga…Ia mendoakan kecelakaan untukmu, dan mata Allah tidaklah pernah tidur"

8. Jika seseorang harus berhutang maka perbaiki niatnya, bahwasanya ia akan mengembalikan hutangnya tersebut, agar ia dibantu oleh Allah.Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata

;من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله
"Barang siapa yang mengambil harta manusia/orang lain dengan niat untuk mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya. Akan tetapi barangsiapa yang mengambil harta orang lain dengan niat untuk merusaknya maka semoga Allah merusaknya" (HR Al-Bukhari no 2387)

9. Jika merasa tidak mampu membayar hutang dalam waktu dekat maka janganlah sampai ia berjanji dusta kepada penghutang. Sering kali hutang menyeret seseorang untuk mengucapkan janji-janji dusta, padahal dusta merupakan dosa yang sangat buruk

10. Jika seseorang telah berusaha untuk membayar hutang namun ia tetap saja tidak mampu, maka semoga ia diampuni oleh Allah.

Al-Qurthubi rahimahullah berkata:

لكن هذا كله إذا امتنع من أداء الحقوق مع تمكنه منه، وأما إذا لم يجد للخروج من ذلك سبيلاً فالمرجو من كرم الله تعالى إذا صدق في قصده وصحت توبته أن يرضي عنه خصومه

"Akan tetapi hal ini (tidak ada ampunan bagi yang berhutang) seluruhnya jika orang yang berhutang tidak mau menunaikan hak orang lain padahal ia mampu. Adapun orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutang, maka diharapkan dari karunia dan kedermawanan Allah, jika ia jujur dalam tujuannya (untuk membayar hutang) dan taubatnya telah benar maka Allah akan menjadikan musuhnya (yang memberikan piutang) akan ridho kepadanya" (Dalil Al-Faalihin 2/540)



Notes :
Artikel didapat dari berbagai sumber seperti muslimah.or.id. rumaysho.or.id, firanda. or id dsb

Wednesday, June 27, 2018

4 GOLONGAN MANUSIA YANG HARAM TERSENTUH API NERAKA


Tadi pagi aku menonton acara televisi di Indonesiar,”Mamah dan Aa”, isi tausiyahnya sangat menyentuh hatiku. Aku terpekur dan melihat lagi ke dalam diriku. Adakah 4 dari kriteria tersebut di dalam diriku. Meski ada hanyalah setengah-setengah tidak sempurna seperti dalam tausiyah Mamah Dedeh. Sifat duniawi, sifat manusiawi yang kadang naik/turun, on/off. Hatiku meringisagak nelangsa ya Allah...diri ini masih jauh dari sempurna, masih jauh dari baik, masih jauh dari soleha. Aku mohon padaMU semakin istiqomahkan aku dalam kebaikan, berikan aku keridhoanMU untuk terus berjalan dalam muslimah yang baik sesuai tuntunanMU ya Rabb....

Ini aku sampaikan secara ringkas isi tausiyah Mamah Dedeh tadi pagi sesuai versi aku dan insyaa Allah intinya tak akan melenceng jauh.

ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ،ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ.

Nabi Saw berkata, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram (tersentuh api) neraka? Para sahabat berkata, “Iya, wahai Rasulullah. Beliau menjawab, “(Haram tersentuh api neraka) orang yang Hayyin, Layyin, Qorib, Sahl.”
(HR. At Tirmidzi & Ibnu Hibban)


Lantas apa yang disebut dalam istilah 4 golongan tersebut, berikut adalah penjelasannya :

HAYYIN
Orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan dzahir maupun batin. Tidak labil gampang marah, grusah-grusuh dalam segala hal, penuh pertimbangan. Tidak gampangan memaki, melaknat dan ngamuk tersulut berita yang sampai padanya.Teduh jiwanya

 Layyin.
Orang yang lembut dan kalem, baik dalam bertutur-kata atau berbuat. Tidak kasar, main cantik sesuai aturan, tidak semaunya sendiri, segalanya tertata rapi. Tidak galak yang suka memarahi orang yang berbeda berbeda pendapat denganya. Identik tidak suka melakukan pemaksaan pendapat. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk saudaranya sesama muslim.

QORIB
Bahasa jawanya “gati”, sunda “deudeuh” akrab, ramah diajak bicara, menyenangkan orang bagi yang mengajak bicara. Tidak acuh tak acuh, cuek-bebek, gampang berpaling. Biasanya murah senyum jika bertemu dan wajahnya berseri-seri dan enak dipandang. Mudah untuk diajak berteman. Dan gampang akrab dengan orang yang baru dikenalnya

SAHL
Orang yang gampangan, tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada solusi bagi setiap permasalahan. Tidak suka berbelit-belit, tidak menyusahkan dan membuat orang lain lari dan menghindar

Inilah do’a Yang Allah ajarkan dan sering sekali dibacakan oleh Rosulullah SAW. Di Indonesia masyarakat mengenalnya dengan do’a Sapu Jagat. Do’a ini adalah harapan tertinggi yang ingin dicapai oleh seluruh umat muslim, yaitu Kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan terbebaskan dari
siksa api neraka yang teramat pedih dengan kata lain Allah masukkan kita kedalam syurga-Nya dengan berbagai kenikmatan yang ada di dalamnya.

"RABBANAA AATINAA FIDDUNNYAA HASANAH, WA FIL AAKHIRATI HASANAH, WAQINAA ‘ADZAA BAN NAAR"

Artinya : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.


Semoga Allah selalu memberikan petunjuk kepada kita dan menuntun dalam jalan kebaikan yang di ridhoinNYA. Yaa Allah, mudahkanlah aku dalam ketaatan pada-MU. Aamiin...

Dahsyatnya api neraka... Ya Allah jauhkan kami dari siksa neraka 


Sunday, June 17, 2018

JABAT TANGAN DENGAN LAWAN JENIS NON MAHRAM

Terkait dengan moment Idul Fitri 1439 H yang masih begitu jelas di depan mata, karena ini hari ketiga Syawal. Sejak beberapa hari sebelum hari H begitu banyak broadcast, sharing artikel baik itu di WA group, Facebook, Instagram dsb tentang untuk berhati-hati terhadap kebiasaan yang lazim berlaku di tengah masyarakat kita namun sesungguhnya menyimpang dari syariat, yaitu berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram. 

Saya bahkan sudah sejak 2004, sejak  pertama kali berjilbab saya sudah mematuhi larangan untuk tidak berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahram. 14 tahun lalu semua masih terasa aneh, masih terlalu banyak tantangannya, sikap aneh, tatapan mata aneh atau bisik-bisik aneh melihat sikap saya yang hanya menangkupkan kedua telapak tangan di dada saat seorang laki-laki menjulurkan tangan untuk bersalaman. Tapi demi sami’na wa atho’na aku mengacuhkan semua sikap tak nyaman tersebut. 

Namun saat ini aku sangat bersyukur sudah begitu banyak sharing ilmu tentang hukum berjabat tangan dengan lawan jenis non mahram. Baik itu melalui broadcast group WA, video ulama seperti Ust Abdul Somad, Khalid Basalamah, Syafik Basalamah dsb di FB, Instagram. Bahkan dengan sangat detil memaparkan siapa mahram dan non mahram kita, sehingga kita bisa lebih berhati-hati untuk menjaga hijab kita sebagai akhwat untuk tidak bersalaman dengan kelompok non Mahram tersebut. 

Berjabat tangan dengan sesama saudara seiman memiliki banyak keutamaan, antara lain: 

1. Orang yang berjabat tangan akan diampuni dosanya.  Hudzaifah radhiallahu ‘anhu menyampaikan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

إِنَّ الْـمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْـمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ، تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ 

“Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin yang lain, lalu ia mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk menjabatnya, maka akan berguguran kesalahan-kesalahan keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun pepohonan.” (HR. Al-Mundziri dalam At-Targhib 3/270, Al-Haitsami dalam Al-Majma’ 8/36, lihat Ash-Shahihah no. 526) 

2. Berjabat tangan bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian dalam hati. 

3. Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh Al Albani, As Shahihah, 527). 

Berjabat tangan telah jelas kebaikannya. Namun bagaimana kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram saling berjabat tangan, apakah suatu kebaikan pula? Tentu saja tidak. Walaupun menurut pandangan masyarakat kita, tidaklah beradab dan tidak punya tata krama sopan santun, bila seorang wanita diulurkan tangan oleh seorang lelaki dari kalangan karib kerabatnya, lalu ia menolak untuk menjabatnya. Dan mungkin lelaki yang uluran tangannya di-”tampik” itu akan tersinggung berat. Sebutan yang jelek pun akan disematkan pada si wanita. Padahal si wanita yang menolak berjabat tangan tersebut melakukan hal itu karena tahu tentang hukum berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. (Asli ini pengalaman hidup saya...:)). 

Dalam hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan, Islam telah memiliki satu aturan yang menjadi bagian dari syariatnya. Setiap muslim wajib tunduk dan patuh terhadapnya. Ia wajib menerima dan menjalankannya.  Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, 

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 51) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai qudwah kita, tak pernah mencontohkan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Bahkan beliau mengharamkan seorang lelaki menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Beliau pernah bersabda: 

Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ 

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). 

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada ancaman yang keras bagi lelaki yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Dan juga merupakan dalil haramnya berjabat tangan dengan para wanita, karena jabat tangan tanpa diragukan masuk dalam pengertian menyentuh. 

Namun kebanyakan kaum muslimin di zaman now ditimpa musibah dengan kebiasaan berjabat tangan dengan wanita (dianggap sesuatu yang lazim dan bukan suatu kemungkaran). Bahkan meski banyak orang yang paham tentang haramnya berjabat tangan dengan lawan jenis, mereka hanya mampu mengingkari hal itu hanya di dalam hati saja, tak mampu menegur secara lisan, sehingga kebiasaan berjabat tangan dengan lawan jenis seolah menjadi hal biasa. 

Dalam membaiat para shahabiyyah sekalipun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjabat tangan mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: 

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ كَانَ يَمْتَحِنُ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِ مِنَ الْـمُؤْمِنَاتِ بِهَذِهِ الْآيَةِ بِقَوْلِ اللهِ تَعَالَى {ياَ أيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْـمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ} إِلَى قَوْلِهِ {غَفُورٌ رَحِيمٌ} قَالَ عُرْوَةُ: قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَنْ أَقَرَّ بِهَذَا الشَّرْطِ مِنَ الْـمُؤْمِنَاتِ، قَالَ لـَهَا رَسُولُ اللهِ: قَدْ باَيَعْتُكِ؛ كَلاَمًا، وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْـمُبَايَعَةِ، مَا يبُاَيِعُهُنَّ إِلاَّ بِقَوْلِهِ: قَدْ باَيَعْتُكِ عَلَى ذَلِكَ 

"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji kaum mukminat yang berhijrah kepada beliau dengan firman Allah ta’ala: “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk membaiatmu….” Sampai pada firman-Nya: “Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” Urwah berkata, “Aisyah mengatakan: ‘Siapa di antara wanita-wanita yang beriman itu mau menetapkan syarat yang disebutkan dalam ayat tersebut’.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepadanya, “Sungguh aku telah membaiatmu”, beliau nyatakan dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” Aisyah berkata, “Tidak, demi Allah! Tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali hanya dengan ucapan, “Sungguh aku telah membaiatmu atas hal tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4891 dan Muslim no. 4811) 

Umaimah bintu Ruqaiqah berkata: “Aku bersama rombongan para wanita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaiat beliau dalam Islam. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, kami membaiatmu bahwa kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak melakukan perbuatan buhtan yang kami ada-adakan di antara tangan dan kaki kami, serta kami tidak akan bermaksiat kepadamu dalam perkara kebaikan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuai yang kalian mampu dan sanggupi.” Umaimah berkata, “Kami berucap, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kami daripada sayangnya kami kepada diri-diri kami. Marilah, kami akan membaiatmu wahai Rasulullah!’.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: 

إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِي لـِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ 

“Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan kaum wanita. Hanyalah ucapanku kepada seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita.” (HR. Malik 2/982/2, An-Nasa`i dalam ‘Isyratun Nisa` dari As-Sunan Al-Kubra 2/93/2, At-Tirmidzi, dll. Lihat Ash-Shahihah no. 529) 

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, jelaslah larangan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Karena seorang lelaki haram hukumnya menyentuh atau bersentuhan dengan wanita yang tidak halal baginya. Al-Imam Asy-Syinqinthi rahimahullah berkata, “Tidaklah diragukan bahwa sentuhan tubuh dengan tubuh lebih kuat dalam membangkitkan hasrat laki-laki terhadap wanita, dan merupakan pendorong yang paling kuat kepada fitnah daripada sekedar memandang dengan mata. Dan setiap orang yang adil/mau berlaku jujur akan mengetahui kebenaran hal itu.” (Adhwa`ul Bayan, 6/603) 

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata “Demi Allah, segala hal yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah Ta’ala. Dan tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan perlu diketahui, bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan menimbulkan syahwat (nafsu) atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang siapa wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan yang lebih hina dari itu”. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَزِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka.” (QS. Al-Nur: 30-31) 

Hal-hal yang saya tulis diatas hanyalah dalil pendukung tentang larangan berjabat tangan dengan laki-laki non mahram didapat dari berbagai cuplikan yang saya ambil dari berbagai sumber dengan tujuan untuk semakin menguatkan saya untuk patuh pada larangan ini. Insyaa Allah... saya akan patuh dan ta’at (sami’na wa atho’na) dalam kebenaran. 

Bagi setiap muslim atau muslimah wajib tunduk kepada ketetapan Islam, baik yang dirasa sesuai dengan kebiasaannya atau tidak. Karena inti dari makna Islam adalah tunduk dan menyerah kepada katetapan Allah Ta'ala. Sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Tidak beriman salah seorang kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa." 

Wallahu a’lam bishowab.

Sorry.....but thanks for not touch me and not touch my hands please...



Wednesday, June 6, 2018

SKENARIO ALLAH ITU INDAH

Semalam setelah beberes menjelang tidur aku sedikit merenung, karena barang-barang yang dibereskan adalah barang-barang lama di masa lalu, seperti pianika, tas sekolah Naufal dan Caca menyebabkan aku melambung ke masa-masa penuh mencekam itu. Tapi semua menjadi manis ketika aku kenang saat ini, padahal saat aku menjalani kehidupan masa lalu, dulu aku sangat tertekan dan menderita. 

Dengan mengenang dan merenung aku semakin menyadari bahwa Allah itu sungguh Maha Kuasa, skenario Allah sangat sistematis dan indah. Terbayang kembali runutan perjalanan hidup yang aku jalani sehingga aku sampai ke titik sekarang ini. Bagaimana Allah merangkai peristiwa dalam rangka membentuk diriku menjadi seorang wanita yang tangguh,kuat dan tegar. Bahkan jika dibandingkan dengan kakak-kakak saudara kandungku aku menjadi paling kuat, menjadi tumpuan jika keluarga ada masalah, menjadi seorang yang berani tampil kedepan dan mengorbankan diri dalam masalah keluarga besarku. 

Hmmmm..... aku yang dulu di masa gadis adalah seorang wanita yang sangat lemah dan selalu dibantu. Aku masih sangat ingat meskipun aku sudah bekerja (artinya sudah gede), jika tengah malam aku ingin buang air kecil aku selalu gedor pintu kamar Papa/Mama minta ditemani. Bayangkan penakutnya aku. 

Mama/Papa juga selalu memprotect aku dengan sangat ketat, jika ada keperluan kemanapun adek laki-lakiku Oyan atau Arie disuruh mengantar. Tak terlupakan saat Mama berdiri di pinggiran jalan depan gang Perumahan Rakyat dengan mata jeli menatap setiap angkot ijo yang berhenti, menunggu aku jika aku pulang telat dari biasanya. Ahh... betapa luar biasanya kasih sayang Mama/Papa terhadap aku. Aku seorang gadis manja yang ditimang sampai dewasa. Bukan hanya oleh Mama/Papa melainkan oleh seluruh keluarga besar. Mengapa mereka sangat mengkhawatirkan aku? Karena sejak bayi aku memang lemah, aku mengidap penyakit astma akut. Aku tak boleh capek. Jika capek maka aku akan bengek. Dan inilah penyebab aku dijaga seperti porselen oleh seluruh keluarga besarku. Aku selalu ingat saat malam takbiran atau hari “bemasak” (sehari sebelum Idul Fitri/Adha), disaat 5 orang anak perempuan Mama berjibaku sibuk memasak di dapur untuk mempersiapkan hidangan lebaran, semua saudara perempuanku plus Mama akan dengan kompak mengusir aku jika masuk dapur. “Esi...heit gak usah ke dapur... kamu bagian luar sana...bagian menata ruang tamu saja”. Yah...jadi aku memang anak emas yang diistimewakan. 

Lantas pada akhirnya “Qadarullah” aku menikah dengan seorang laki-laki bengis, kasar, egois dan tidak punya perasaan. Hari pertama setelah pernikahanpun aku sudah menerima kekerasan dari dirinya ataupun keluarga besarnya. Hari minggu malam setelah resepsi di hari minggunya aku langsung diajak paksa ke rumahnya, dibentak, disindir dengan kata-kata kasar, keesokan paginyapun disuruh seharian di dapur membersihkan ikan, cuci piring sampai tangan keriput karena terendam air. Bahkan jika Idul Fitri aku akan berkumpul dengan keluarga besarnya, dimana aku pasti diperlakukan  seperti upik abu oleh seluruh keluarga besarnya. Sesuatu hal yang tidak pernah aku lakukan seumur hidupku selama ini. 

Dan di awal-awal pernikahan aku sudah harus terbiasa menunggu rumah sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena dia adalah seorang karyawan Rumah Sakit dengan sistem shift, juga disebabkan karena pada akhir pekan atau saat dia Off, dia akan pulang ke kampung halamannya. Tinggal sendiri di rumahnya yang menurut tetangga memang penuh dengan suasana mistis dan seram. Aku ingat minggu awal aku tinggal di sana. Saat itu bulan Ramadhan. Apabila dia mendapat giliran shift sore maka menjelang Maghrib aku bergegas masak dan menyiapkan santapan untuk buka puasa. Lalu setelah selesai aku menata masakan di meja kecil didalam kamar tidur. Dengan rinci dan teliti karena aku tak ingin ada perlengkapan makan yang kurang sehingga aku harus keluar lagi ke dapur (aku sangat takut karena suasana mistis itu memang ada di ruang dapur). Aku menyantap makan, melakukan aktifitas sambil menunggu dia pulang kerja tengah malam hanya di ruang kamar yang berukuran 2x3 m itu saja. Itulah cara aku mengatasi rasa takutku. 

Waktu terus berjalan dan hanya perlu waktu sebulan lebih aku sudah terbiasa melintasi seisi rumah besar yang seram itu sendiri (aku memang lebih sering ditinggal sendiri karena dia terlalu banyak aktivitas di malam hari kalau tidak pulang ke kotanya, dia ke diskotik, main bowling, karaoke, main canasta). Disamping itu jika ingin bepergian ke mana-mana (kantor, pasar, kampus kuliah, LB LIA English course) aku harus naik angkot, becak sendiri. Bahkan check up control kehamilanpun aku sendiri. Subhanallah ...begitulah skenario Allah melatih aku menjadi pribadi yang mandiri dan kuat, 

Sampai akhirnya untung tak dapat diraih malang tak dapat dicegah “Perceraian”pun terjadi. Bersyukurnya aku sudah terbentuk menjadi pribadi yang sangat tangguh dan terbiasa melakukan apapun sendiri. Bahkan karena kondisi yang mendesak aku akhirnya bisa menyetir mobil sendiri, padahal aku sangat penakut naik motor atau sepedapun tak berani. Dengan pandai menyetir mobil aku tidak harus bersusah payah kesana kemari (mengantar anak sekolah, tempat terapi autis Caca, ke pasar, manasik haji). Saat memiliki mobil pribadipun waktunya tepat yaitu menjelang aku berangkat haji, sehingga saat manasik yang tempatnya jauh dan harus berkali-kali naik angkot sudah tidak menjadi masalah bagiku. Terbayang jika aku tak punya mobil berapa banyak waktu yang aku butuhkan untuk sampai ke tempat manasik,apalagi saat pulang aku harus bergegas untuk segera mengurus anak-anak yang kutinggal.

5 tahun berselang episode kehidupankupun belum selesai, aku masih harus menjalani sebuah skenario lagi yaitu perebutan hak asuh anak, dipenjarakan, dipisahkan paksa dari darah daging yang pernah aku semaikan dalam rahim, dan pada akhirnya aku tinggal di rumah besarku sendiri lagi. Aku sudah sangat kukuh. Terbiasa dengan kesendirian, terbiasa dengan fitnah yang disebar sang mantan dan anak kandungku. Aku percaya setiap episode kehidupan yang telah di skenariokan Allah untuk aku perankan ini adalah terbaik dan penuh pembelajaran bagi aku sebelum aku menjalani kehidupan yang kekal nanti . 

Semua kejadian mulai awal penciptaan hingga hari kiamat, semuanya telah diketahui Allah berdasarkan ilmu-Nya yang tertulis dalam Lauh Mahfuudh. Allahta’ala berfirman : 

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ 

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuudh)” [QS. Al-An’aam : 59]. 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا 

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya” [QS. Al-Hadiid : 22]. 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ 
“Sesungguhnya sesuatu yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena (qalam). Lalu Allah berfirman kepadanya : ‘Tulislah’. Pena berkata : ‘Wahai Rabbku, apakah yang harus aku tulis ?’. Allah berfirman kepadanya : ‘Tulislah taqdir-taqdir segala sesuatu hingga terjadinya hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4700, At-Tirmidziy no. 2155 & 3319, Ahmad 5/317, dan yang lainnya; At-Tirmidziy berkata : “Hadits hasan shahih ghariib”]. 

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ 
“Allah telah menuliskan taqdir para makhluk 50.000 tahun sebelum Ia menciptakan langit-langit dan bumi” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653]. 

Apa yang dikehendaki Allah ta’ala dalam ketetapan taqdir-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak mungkin terjadi.  Allah ta’ala berfirman : 

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ 
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” [QS. At-Takwiir : 29]. 

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ 
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit” [QS. Al-An’aam : 125]. 

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا 
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami" [QS. At-Taubah : 51]. 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ 
“Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2516, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih”]. 

Bencana atau ujian yang aku hadapi ini membuat aku mengoreksi diri, menyadari lalu aku mengalihkan rasa pedih, rasa dukaku dengan jalan rajin ke majelis ilmu. Ya Rabb kalau bukan karena rahmatMU mungkin aku tak mampu mencari pelarian/pengalihan rasa duka ke sisi jalan yang saat ini aku tempuh. Aku sangat percaya Allah selalu mempunyai hikmah, makna di balik segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, asal kita mampu menelaah, membaca dan mengambil pengalamannya. Insyaa Allah aku mampu , agar kelak ketika aku wafat aku akan diwafatkan dalam keadaan husnul khotimah Aamiin....Allahumma Aamiin...






Tuesday, May 29, 2018

FENOMENA BUKA BERSAMA DI BULAN RAMADHAN

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan yang dinantikan oleh seluruh umat Islam, karena banyak sekali keutamaan dan keistimewaan di bulan ini. Setiap muslim pasti sangat berharap bisa bertemu dengannya karena keutamaannya yang banyak sekali, diantaranya: 

1.Bulan Diwajibkannya Puasa 
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ 
“Bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi telah datang kepada kalian. Di bulan itu Allah mewajibkan puasa kepada kalian.” [Shahih An Nasaa-i, no. 2105] 

2.Bulan Yang Penuh Berkah 
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ فِيْهِ لَيْلَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ 
“Bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi telah datang kepada kalian. Di bulan itu Allah mewajibkan puasa kepada kalian.. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan setan-setan durhaka dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa dihalangi mendapatkan kebaikannya, maka ia telah terluput.” [Shahih An Nasaa-i, no. 2105] 

3.Pintu-pintu Surga Dibuka dan Pintu-pintu Neraka Ditutup 
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ – وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَبْوَابُ الْجَنَّةِ – وَفِيْ رِوَايَةٍ: أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ “ 
Apabila masuk Bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu langit –dalam satu riwayat dikatakan: ‘Pintu Surga’. Dan dalam riwayat lainnya: ‘Pintu-pintu rahmat’. – Dan ditutup Pintu-pintu Jahannam dan para setan dibelenggu.” [HR. Al Bukhari, no.1899 dan Muslim, no. 1079] 

4.Bulan Diturunkan Al Qur-an 
Allah berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” [QS. Al Baqarah: 185] 

5.Bulan Pembebasan dari Api Neraka 

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجِنَانِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَنَادَى مُنَادٍ : يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَللَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُل لَيْلة 
“Bila malam pertama bulan Ramadhan telah tiba, maka seluruh setan dan jin gentayangan dibelenggu. Seluruh pintu neraka ditutup dan tidak ada satupun yang terbuka. Sebaliknya, seluruh pintu surga dibuka dan tidak ada satupun yang tertutup. Dan seseorang akan menyeru, ‘Wahai para pencari kebaikan bergegaslah dan wahai pencari kejelekan berhentilah!. Dan pada setiap malam Allah membebaskan sebagian hambanya dari siksa neraka” [Shohih Ibnu Majah, no. 1339] 

6.Di Dalamnya Terdapat Malam ‘Lailatul Qadar’ Diantara keistimewaan Bulan Ramadhan adalah karena di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu malam, yaitu Malam Lailatul Qadar. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِيْ سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِيْ خَامِسَةٍ تَبْقَى 
“Carilah (Lailatul Qadr) pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, pada sembilan malam tersisa, pada tujuh malam tersisa, pada lima malam tersisa!” [HR. Al Bukhari, no. 2021] 

Jika kita memahami keistimewaan bulan Ramadhan seharusnya yang kita lakukan adalah mengoptimalkan amal dan ibadah kita untuk meraih semua kenikmatan. Pahala dan keistimewaan yang telah ditawarkan oleh Allah SWT. Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak sekali fenomena yang terjadi di bulan Ramadhan ini. Dan yang paling “trend”, paling “kekinian” adalah fenomena “Buka Bersama alias BUKBER”. 

Bukber seakan menjadi sebuah prestise tentang “kekinian” yang seakan dibungkus dengan sebuah motif yang sangat baik yaitu memanfaatkan Ramadhan menjadi sebuah kesempatan untuk saling bersilaturahim dengan teman, komunitas sosial, komunitas kantor, kerabat yang lama tak bersua. Bahkan hampir tiap akhir pekan di bulan Ramadhan jadwal Bukber sudah sangat penuh. Bukber teman kantor, Bukber teman SD, Bukber teman SMP, Bukber bersama teman SMA, Bukber teman pengajian. 

Bukber menjadi sebuah ajang yang menaikkan gengsi suatu komunitas dengan menyelenggarakannya di hotel ataupun resto mewah. Apalagi mereka yang hobi tergabung dalam komunitas tertentu. Biasanya mereka pun memiliki acara BukBer yang tak kalah hebohnya dengan grup-grup lainnya dan pastinya mereka akan men”share” ke media soaial. 

Bukber harusnya bisa menjadi momen yang menyenangkan manakala kita menikmati buka puasa tersebut dengan tetap menjalankan kewajiban kita kepadaNYA. BukBer itu sendiri hakikatnya adalah mensyukuri rizki yang telah Allah berikan kepada kita sehingga kita masih bisa menikmati hidangan buka puasa serta menjalin tali silaturahim yang tentunya memiliki pahala tersendiri bagi kita.

Namun sebagai muslim/muslimah kegiatan serupa ini perlu dicernai dan diwaspadai. Kenapa? Karena bisa jadi “Bukber” yang tujuan utamanya untuk ajang menjalin silahturahim antar teman, kerabat atau kolega akhirnya menjadi sesuatu yang mudharat bahkan berdosa. Jika dengan terselenggaranya Bukber membuat kita melalaikan kewajiban kita seperti sholat Maghrib, Isya dan kehilangan kesempatan tarawih yang hanya kita dapat setahun sekali. 

Secara pribadi aku memang kurang begitu antusias bila diundang untuk acara buka puasa bersama. Banyak alasan keberatan dalam diriku. Pertama, mau pergi ke lokasi itu sendiri sangat ribet. Harus berkendara menjelang maghrib yang notabene jalanan macet padat, karena begitu banyak manusia yang justru pergi keluar rumah menjelang bedug maghrib itu, entah untuk buka puasa bersama teman/group di hotel, cafe, resto, mall, atau sekedar jalan-jalan sore “ngabuburit”. 

Aku pernah mengalami hal ini ketika diundang buka bersama teman alumni SMP beberapa tahun yang lalu. Niatnya buka bersama eh ujung-ujungnya malah telat sampe ke lokasi karena saat adzan maghrib aku masih dijalan. Buka puasa terlambat dan sholat Maghribpun telat. 

Kedua, saat buka bersama seringkali membuat sholat maghrib menjadi sekadarnya. Itupun apabila lokasi buka bersama menyediakan mushollah, bila tidak maka sholat maghrib menjadi wassalam alias lewat. Alangkah sayangnya karena sehabis maghrib banyak amalan yang dapat dilakukan seperti berdoa, berdzikir dan mengejar target bacaan Al-Qur’an agar bisa khatam menjadi hilang. 

Ketiga, jelas sekali apabila sholat maghrib saja sekedarnya atau bahkan terlewat maka sholat Isya’ juga sekedarnya dan tarawih bisa bablas. Memang sholat Isya’ dan taraweh bisa dikerjakan nanti dirumah, tetapi karena sudah terlalu capek pasti akan menjadi sekedarnya saja pula, disamping itu target bacaan Al – Qur’an pun kurang juga. 

Mengapa esensi ibadah puasa yang kita jalani selama Ramadhan dengan penuh tawadhu untuk meraih pahala dan catatan amal yang telah dilipatgandakan oleh Allah harus dinodai dengan kealfaan kita karena terbuai dengan suasana kemeriahan Bukber? Apalah artinya Bukber dengan aneka makanan yang nikmat dan tempat acara BukBer yang mewah bila kita meninggalkan sholat? 

Tapi tidak semua acara Bukber mempunyai tema seperti di atas, ada juga Bukber yang isi acaranya sangat baik dan jelas. Misalnya beberapa jam sebelum adzan Maghrib diawali dengan pembacaan Al-Qur’an, Kultum, buka puasa, sholat Maghrib berjamaah, makan malam, sholat Isya’ dan tarawih berjamaah lalu pulang. Jika acara Bukber dengan schedule seperti ini so pasti aku mau datang. 

Berangkat dari pengalamanku yang pernah menghadiri undangan Bukber ada beberapa saran yang aku berikan untuk penyelenggara Bukber. Bagi para panitia dan peserta acara Bukber, alangkah indahnya jika niat bersilaturahmi ini tidak melupakan hal-hal yang mungkin terdengar sepele namun sangat penting agar kita tak tidak meninggalkan ibadah yang sesungguhnya: 

1. Pilihlah tempat acara Bukber yang menyediakan tempat sholat yang memadai. 
Ada banyak tempat makan atau restoran yang menyediakan musholla atau tempat khusus agar pengunjung bisa mengerjakan sholat. Perhatikan pula kebersihan tempat sholat serta atribut sholatnya seperti sajadah dan mukenah. 

2. Tulis schedule yang jelas dengan mencantumkan sholat Maghrib berjamaah, atau jika acaranya sampai malam schedulekan pula untuk sholat Isya dan taraweh berjamaah. 

3. Saling mengingatkan teman untuk menunaikan sholat. 

Menikmati kebersamaan saat berbuka puasa dengan sahabat atau handai tolan memang tak ada salahnya. Namun alangkah indahnya bila kebersamaan tersebut dihiasi dengan itikad saling mengingatkan satu sama lain untuk menjalankan sholat maghrib agar tidak tertinggal waktu sholat. Selain keakraban terjalin, tentulah pahala yang besar akan kita dapatkan. 

Tulisan ini tidak bermaksud menggurui atau menyinggung siapapun, namun lebih ke arah pengingat untuk diri pribadi untuk lebih waspada terhadap fenomena yang menggugurkan pahala yang bisa diraih sebagai bekal pulang ke kampung akhirat. Manfaatkanlah Ramadhan ini semaksimal mungkin untuk terus melakukan ibadah dan amal kebaikan untuk meraih ridho Allah. . Kita takkan pernah tahu apakah kita akan berjumpa dengan Ramadhan di tahun depan? 

Segala perbuatan baik belum tentu bisa menjadi baik, kadang perbuatan baik yang tadinya harus menjadi pahala malah bisa mengakibatkan dosa dan diharamkan, perkara apakah itu?? yaitu perkara berlebihan dan lalai. Bagi diriku tidak semua undangan/ajakan bukber harus dipenuhi. Terutama bila acara Bukber tersebut tidak memiliki schedule yang jelas bahkan di tempat-tempat yang sangat minim sekali kemungkinan untuk melakukan sholat Maghrib secara baik. Wallahu a’lam bishowaf.