Sunday, April 29, 2018

WANITA BERCADAR

Alhamdulillah...ini starting point yang cukup nekad bagiku, Sabtu tanggal 28 April 2018 aku resmi menyatakan diriku wanita bercadar. Entah mengapa momentnya selalu April ya? Dulu pertama kali aku berjilbab juga bulan April, tepatnya 5 April 2005. Ada perasaan yang luar biasa yang tak bisa aku lukiskan dengan kata-kata. Campur aduk..... Sebuah pengalaman yang sangat mengena di jiwaku. Karena apa ini pertama kali aku ber”cadar” di Indonesia.  

Sebenarnya kemaren selama umroh aku sudah mulai belajar mengenakan cadar. Tantangannya tidak besar. Selama 15 hari umroh aku kontinu bercadar. Semua biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa, karena seluruh jamaah yang sedang berumroh sebagian besar bercadar. Jadi wajar... 

Namun kemaren rasanya sangat penuh tantangan. Mulai saat aku keluar komplek perumahanku, pak Satpam menatap kaget. Lantas tiba di parkiran masjid Taqwa tempat aku mengikuti taklim, juru parkir yang sudah langgananpun menatap aneh ke arahku. Masuk ke dalam masjidpun mengambil saf jamaah lain menatap dengan pandangan aneh yang tidak bisa aku lukiskan. Namun ada yang menenangkan ketika sang ustadz yang sepertinya hafal jika aku adalah makhluk yang selalu setia duduk pada posisi yang sama saf ke-4 tengah depan telah berhijrah. Aku tahu kalimat-kalimat yang menegarkan, menenangkan itu ditujukan buat aku. Beliau menasehati jamaah dan juga kita sebagian besar sesama muslim untuk tidak mencibir/mengolok-olok seseorang yang berhijrah ke tingkat yang lebih berani sebagai contoh mulai ber”cadar”. Kita mestinya bangga dan bersyukur pada seseorang itu. Kalimat itu berkali-kali diucapkannya dengan berbagai perumpamaan. Jakallahu khairan ustadz, kalimat itu menenangkanku, karena membuat ibu-ibu agak sedikit berkurang menatapku aneh. 

Lanjut lagi pengalaman hari pertama itu. Pulang pengajian aku harus ke PTC untuk belanja bulanan. Luar biasa perasaan yang harus aku tata pada hatiku. Begitu banyak mata memandang aneh, ada yang terang-terangan, ada yang melirik dengan sudut matanya saja. Berbagai macam expressi, bahkan ada yang lucu ketika aku melihat seorang anak bayi yang sudah mulai bisa berjalan, ketika aku memilih belanjaan di area sabun. Anak itu sampai muterrr dan berusaha menatap aku lekat-lekat. Oleh Abinya anak tersebut diambil dan digendong, tapi dia balik menoleh lagi mencari aku dan menatap wajahku. Aku berpikir papanya juga punya landasan agama yang baik karena ketika dia membahasakan diri buat anaknya itu “Abi”. Karena aku terpana dengan sikap si bayi aku menyeletuk pada abinya “Kenapa nak? Takut atau aneh ya dengan cadar???”. Abinya mengatakan “tidak umm” sambil menggendong anaknya pergi. 

Itulah pengalaman yang sangat berkesan di hari pertamaku ber”cadar”. Sebenarnya sudah cukup lama hasrat dan keinginan aku untuk bercadar, sekitar tahun 2013. Kala itu niat bercadarku hanyalah untuk melindungi diri. Aku menjadi takut karena terlalu banyak laki-laki yang terkagum-kagum padaku, mengejar, naksir dan sebagainya. Aku bertanya pendapat orang lain, mereka bilang aku cantik. Padahal aku sudah melindungi diri dengan berjilbab syar’i, no make up dan pakaian longgar. Dengan statusku yang “Janda” aku menjadi sangat takut dengan situasi ini. Aku tak ingin menjadi incaran para lelaki jalang Saat itu aku inginnnn sekali bercadar biar laki-laki tidak dapat melihat parasku, tidak mengenalku, bahkan mungkin aku berharap mereka takut dengan penampilanku. Namun saat itu banyak sekali sumbang saran yang melarang dengan berbagai macam alasan. Akhirnya untuk menghindari kejaran laki-laki saat itu aku memakai masker. 

Disamping itu niatku untuk bercadar pada awalnya juga adalah untuk menghindari mulut nyinyir. Apa maksud kalimatku ini? Ini dimulai oleh masa laluku yang sangat menyakitkan. Perceraian, perebutan anak, fitnah kalimat anak-anakku, mantan suami, istri baru sang mantan adalah hal terburuk yang ingin aku kubur dalam-dalam dan buang jauh-jauh. Sejauh ini aku bisa! Tapi kadangkala borok bernanah itu kembali menganga, di saat aku bertemu dengan orang-orang nyinyir yang ada di sisi dia. Yang seakan-seakan simpati terhadapku namun sebenarnya membunuh dengan kalimat-kalimatnya. Ketika aku bertemu orang-orang ini, orang-orang masa lalu yang usil ini, mengungkit lagi cerita lalu. Memberikan info macam-macam yang pada akhirnya membuat aku menangis lagi. Sudahlah....aku tak mau mengungkit itu lagi. Semua sudah “END”. Nah aku berpikir dengan menutup seluruh diriku sampai ke muka jelas sekali orang tak dapat mengenali aku lagi. Jadi tak perlu lagi banyak bicara. Ini aku buktikan kemaren tak ada orang yang mengenali aku saat di PTC. Muslim seorang karyawan yang cukup dekat saat rekruting dulu berdiri bersisian saat beli pewangi mobil tak sedikitpun mengenali aku. Alhamdulillah misiku berhasil. 

Dan waktuku bergulir.... aku makin banyak belajar tentang ilmu yang berkaitan dengan fiqih, sunnah dan sebagainya. Sedikit demi sedikit aku makin mengerti tentang hukum cadar. Aku juga berharap dengan bercadar hanya laki-laki yang iman dan akhlaknya yang sudah baik saja yang berani mendekat. Sejak makin paham hatiku semakin bergetar jika melihat perempuan bercadar yang belakangan ini sudah semakin banyak. Bahkan jika aku belanja ke PTC aku berdetak melihat wanita bercadar. Aku mau seperti dia. 

Pulang umroh keinginanku bercadar makin kuat, aku sudah berencana untuk mengenakan cadar saat ke pengajian rutin hari Sabtu di masjid Taqwa, namun semua masih tertunda-tunda. Yang memberatkan adalah aku tak mau membuka cadar ketika sholat, entah itu sholat tahiyatul masjid atau Dhuha. Karena saat aku membuka niqobku saat sholat justru aku tak mau ada bisik-bisik, ada tatapan aneh. Untuk hal ini aku sampe konsul kesana-sini tentang hukumnya bercadar saat sholat. “Makruh!” Itu saja yang menjadi keberatan aku. 

Tapi entahlah kekuatan dari mana, Sabtu kemarin aku memantapkan hati bercadar apapun rintangannya. Sholat tahiyatul masjid dan dhuha aku menyingkapkan cadarku ke kepala. Aku menutup mata dan hati tentang apa tanggapan orang lain. Agak kaku bahkan mungkin jadi agak kurang khusuk karena aku pengen buru-buru menyelesaikan sholatku. Dan semua itu terlewati. Terlebih lagi kata-kata supporting sang ustadz. Semua sudah ku “proklamirkan” bahwa aku wanita bercadar. Jadi tak mungkin lagi untuk surut ke belakang. Ustadz sudah tahu aku berhijrah, jika aku tak istiqomah aku akan menanggung malu. Lagipula selama bercadar seharian kemaren aku merasa damai dan tenang.  

TENTANG MEMAKAI CADAR 
Cadar atau penutup wajah telah ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlepas apakah menutup wajah merupakan suatu yang wajib ataukah sunnah. Bukti adanya ajaran Cadar dalam Islam, kita dapat melihat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tentang wanita yang akan berihrom. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda pada para wanita, 

لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقَفَّازَيْنِ 
“Wanita yang berihrom itu tidak boleh mengenakan niqob maupun kaos tangan.” 

Niqob adalah kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ketika menafsirkan surat An Nur berkata, “Ini menunjukan bahwa cadar dan kaos tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihrom. Hal itu menunjukan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.”

Wajibkah Mengenakan Cadar? 
Muncul beberapa pertanyaan dalam masyarakat, khususnya yang beragama islam. Apakah memakai cadar hukumnya wajib? Dalam kita suci Al-quran, hukum wanita becadar dan hukum memakai jilbab ada beberapaa ayat mengenai aturan menutup aurat bagi wanita dan mengenai perintah berjilbab. Allah memerintahkan untuk menutup auratnya bagi wanita. 

Banyak terjadi pro dan kontra mengenai hal bercadar ini. Sebenarnya bercadar sudah ada sejak zaman Nabi, wanita-wanita sholeha pada zaman Nabi menggunakan cadar. Ada beberapa surat dalam Al-quran yang membahas tentang menutup aurat dan memakai kerudung atau jilbab bagi wanita 

Allah Ta’ala berfirman, 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا 
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang-orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilababnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak digangggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab 33: 59). 

Ayat ini dalam pendapat beberapa ulama di terjemahkan dalam pemahaman yang berbeda. Ada yang berpendapat menutupi wajah (cadar) itu wajib, dan sebagaian lagi berpendapat tidak karena ada ayat yang menyatakan bahwa aurat wanita seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.  Allah Ta’ala juga berfirman, 

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا 
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya.” (QS. An Nuur 24: 31). 

Berdasarkan tafsiran Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Makhul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.  

Dari tafsiran yang shohih di atas dapat disimpulkan bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah sunnah (dianjurkan). Dari sumber dan beberapa pendapat akupun menyimpulkan bahwa ber"cadar" adalah sunnah. Namun aku selalu ingat nasihat ustadz jika kelak di hari akhirat kita menginginkan bersama dengan Rasulullah , maka akan sangat baik kita menghidupkan sunnah. (Diantaranya laki-laki memelihara jenggot, dan wanita bercadar dsb). 

Saat ini proses hijrahku mungkin belum sempurna, aku baru mengenakan cadar saat pergi ke pengajian atau di tempat-tempat umum dulu. Sedangkan ke kantor atau ke pertemuan komunitas RT aku masih belum siap. Kalau di kantor memang dilarang, sedangkan di komunitas aku tak ingin menjadi pergunjingan, namun insyaa Allah aku berniat memakai cadar dalam seluruh aktifitas hidupku. Untuk kebiasaanku yang seperti ini aku berusaha mencari dalil tentang buka tutup cadar. Aku takut berdosa sebagaimana hukum muslimah yang buka tutup jilbab dianggap menghina agama. Kudapatkan artikel di bawah ini yang menyemangati dan menguatkan aku.

Terkadang memakai cadar dan terkadang tidak memakai cadar 
Jika meyakini hukumnya sunnahnya. Jika tidak bisa memakai cadar seterusnya maka tidak ada salahnya jika selang-seling memakainya. Memakainya di tempat dan suasana yang mendukung dan melepasnya di tempat dan suasana tidak mendukung. Sebagai contoh , 

-Jika di lingkungan keluarga dan kerabat dilarang oleh orang tua, maka silahkan dilepas. Tetapi ketika keluar rumah silahkan memakainya. 
-Jika di kampus atau di kantor dilarang memakainya, maka silahkan dilepas. Tetapi ketika ke pasar dan ke tempat kajian silahkan memakainya. 

Karena Islam mengajarkan tidak perlu menunda sesuatu karena ingin sempuna sekali. Jika hanya bisa meraih setengahnya maka jangan ditinggalkan semuanya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah, 

ما لا يدرك كله لايترك كله 
“sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya” 

Begitu juga perintah Allah agar kita bersegera dalam kebaikan, Allah Ta’alaberfirman, 

فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ  
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan” 

وكان ابن عمر رضي الله تعالى عنهما يقول: إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري 
Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” 

Banyak jalan menuju surga Jika ingin memakai cadar tidak mesti memakai cadar lengkap dengan purdahnya, kemudian memakai pakaian serba besar berwarna hitam. Karena tujuan cadar adalah menutup wajah yang merupakan salah satu bagian yang paling dinikmati oleh laki-laki, maka apapun yang digunakan untuk menutup muka maka boleh-boleh saja. Misalnya slayer dan masker penutup muka. Para wanita bisa menggunakan slayer untuk menutup wajah mereka. Sehingga hampir mirip fungsinya dengan cadar. Dan kesan orang memakai slayer tentu berbeda kesan orang memakai cadar. Karena slayer sudah dianggap biasa di masyarakat kita. Akan tetapi fungsinya hampir sama dan bisa diniatkan untuk melaksanakan sunnah, yaitu menutup wajah. Karena memakai slayer atau masker adalah wasilah/sarana dan hukum wasilah sesuai dengan hukum tujuannya yaitu menutup wajah, selaras dengan kaidah fiqhiyah. 

الوسائل لها أحكام المقاصد 
“wasilah/sarana sesuai dengan hukum tujuannya” 

Bertahap dalam menuju kebaikan 
Terkadang dalam melaksanakan sesuatu butuh proses, begitu juga dalam amal dan dakwah. Bagi yang belum mantap memakai cadar lengkap dengan purdahnya, maka bisa memakai slayer atau masker dulu, begitu juga jika belum siap memakai seterusnya. Bisa jadi dengan perlahan-lahan hanya memakai slayer maka perlahan juga keimanan bertambah di hatinya dan ketentraman hati serta manisnya ketaatan mendorongnya untuk tegar dibalutan cadar dan purdahnya untuk seterusnya. 

Begitu juga dengan lingkungan dan masyarakat sekitar yang memang belum siap sekali dengan cadar, diharapkan mereka perlahan bisa menerima cadar, setelah melihat bahwa orang yang bercadar ternyata tidak tertutup, seram, kaku serta menutup diri total dari masyarakat. Cara bertahap bisa kita lihat dalam bertahap pengharaman khamer dan penetapan wajibnya puasa. 

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata, 

هذا التدرج باق عند الحاجة إليه ، ولا شك أن الشارع تدرج في تشريع الأحكام رحمة بالناس ، وترغيبا لهم في القبول ، ومن ذلك تدرجه في شريعة الصيام ، وتدرجه في تحريم الخمر ، وذلك من أجل الرحمة بالناس وعدم المشقة عليهم ، وهذا التدرج مطلوب عند الحاجة إليه في كل زمان 
“Metode bertahap tetap berlaku ketika dibutuhkan, tidak diragukan bahwa syari’at bertahap dalam menetetapkan hukum sebagai rahmat bagi manusia dan motivasi agar bisa menerima. Contohnya seperti pensyari’atan puasa, pengharaman khamer. Hal ini karena sebagai rahmat bagi manusia dan menghilangkan kesusahan bagi mereka. metode bertahap ini dituntut ketika ada kebutuhan di setiap zaman.” 

Semoga sunnah ini tidak punah dan terasing. Kita tentu ingin melihat umat Islam kembali ke ajaran Islam yang benar, kembali ke masa kejayaan Islam. Kita tentu ingin melihat pemandangan sekumpulan gagak-gagak hitam sebagaimana yang diceritakan oleh Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, beliau berkata, 

لما نزلت: يدنين عليهن من جلابيبهن خرج نساء الأنصار كأن علي رؤوسهن الغربان من الأكسية 
Ketika turun firman Allah (yang artinya), “Hendaknya mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” [Al-Ahzab :59] wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena warna (warna hitam-red) kain-kain (mereka). 

Apapun niat awal aku ingin bercadar bukanlah hal yang penting, namun kini aku merasa nyaman dengan cadarku. Aku membutuhkannya. Aku berharap akan segera bisa sempurna berhijrahku, dengan mengenakan cadar dalam keadaan apapun tanpa takut dan khawatir akan cibiran dan penilaian manusia. Ya Allah semoga aku istiqomah. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. 

Catatan :
Dalil penguatku dan pendukung di dapat dari berbagai sumber. Wallahu a;lam bishowab.