Banyak yang ingin aku review dan ulas dari kejadian yang menimpa diriku beberapa hari lalu. Sore Kamis, 20 Juli 2017 ketika aku mengendara di jalan menuju pulang. Seperti biasa aku selalu pulang agak menelatkan diri 5 – 10 menit setelah bel berbunyi. Tujuannya adalah agar tak ikut berama-ramai antri di mesin absensi (kalau berbaris antri di mesin absen aku merasa malu, kok seperti buruh saja yang kalau bel berbunyi buyar seperti anak ayam dilepas dari kandang). Disamping itu sengaja supaya lalu lintas di jalan sudah sedikit sepi.
Dan sore itu aku pulang seperti biasa, namun di perempatan arah masjid , kolam renang, Diklat dan pabrik tiba-tiba dentuman keras terdengar. Aku yang terperanjat kaget masih belum percaya ketika aku sadari bahwa dentuman itu adalah suara mobilku yang ditabrak pengendara lain. Padahal aku selalu sangat hati-hati mengendara. Jalan mobilku tak pernah mencapai 60 km/jam, apalagi diperempatan, aku akan sangat hati-hati sekali melihat kiri kanan dan depan baru jalan. Aku masih setengah tak percaya kalau mobilku ditabrak. Dengan lutut gemetaran aku mencoba menepi. Ketika aku turun melihat kondisi mobilku aku kaget dan menangis. Bagian depan kiri mobilku ringsek berat, lampu besar depan hancur, bahkan kap mobil jadi terangkat.
Aku menangis meratapi mobilku yang rusak berat. Mobil yang kurawat dan kukendarai dengan hati-hati kok jadi seperti itu. Pengendara laki-laki yang mengendari mobil Kijang (mobil plant use kantor) itu tidak memberikan respon apa-apa. Dia hanya sibuk memeriksa mobilnya yang rusak di bagian kanan bawah. Tidak begitu parah hanya lampu depannya yang pecah. Dia berdiri tanpa ekspresi. Akupun diam dan menangis. Jalan tempat lalu lalang itu sepi dan sesekali ada pengendara lewat namun, tidak terlalu perduli melihat aku yang gelisah dan menangis di pinggir jalan itu.
Aku diam berpikir, kulihat laki-laki itu benar-benar tanpa respon dan berwajah dingin. Padahal menurut pendapatku jelas dia yang salah. Pastilah dia mengendara dengan kecepatan sangaatttt tinggi, karena aku sangat yakin sebelum aku melaju di perempatan aman dan sudah tak ada kendaraan yang lewat. Laki-laki itu tidak berucap “maaf” atau mendekat untuk memeriksa kondisi mobilku. Dia diam berdiri di dekat mobilnya.
Akhirnya setelah aku telah mampu mengendalikan perasaanku aku berusaha menelpon salah seorang anggota security kantor yang dulu pernah satu unit kerja denganku. Diangkat dan kakak itu bilang tunggulah dia langsung memanggil anggota security untuk segera menangani kondisi ini melalui radio panggil. 5 menit berselang belum terlihat seorang anggota securitypun di lokasi. Otakku berpikir lagi, tiba-tiba aku teringat “Iyun” kakak perempuanku yang anggota kepolisian. Kenapa aku menelpon dia karena aku yakin dia akan dapat menyelesaikan urusan ini, aku melihat kakakku itu menyelesaikan perselisihan sopir mobil online yang membawa kami ke Baturaja saat pernikahan Acep. Mobil kami disenggol oleh pengendara lain. Sopir turun untuk meminta tanggung jawab, yang terjadi malah berantem dan adu mulut berkepanjangan. Iyun akhirnya turun, dia berbicara dengan metode kepolisian dan akhirnya selesai.
Agak lumayan lama aku berdiri tanpa ada penyelesaian. Secara tidak sengaja Kepala security (dulu juga pernah sekantor denganku) lewat berpatroli, aku segera melambaikan tangan untuk minta tolong. Beliau mendekat. Tapi setelah beliau turun tidak ada juga tanda-tanda akan diselesaikan. Untunglah tak lama Iyun datang, dia turun dengan tenang dia melangkah dan memeriksa mobilku, sambil berujar kepada laki-laki penabrak itu, dilihat dari kondisi mobil sangat jelas terlihat bahwa penabraklah di posisi yang salah. Untuk lebih memastikan Iyun melihat “TKP”. Dari olah TKP dengan keras dan lantang Iyun bicara bahwa laki-laki itu 100% salah. Itu jelas terlihat dari landasan bannya yang terlihat jelas menapak dan membekas di aspal. Sedang mobilku jelas sudah ¾ jalan ke arah Diklat. Kesimpulan Iyun pengendara itu yang datang tiba-tiba dalam kecepatan melebihi 60 km/jam.
Iyun meminta melihat KTP, SIM dan STNK, lalu bertanya laki-laki itu mau menyelesaikan perkara ini dengan versi seperti apa. Secara resmi membawa perkara ke kepolisian atau apa? Akhirnya terdengar juga laki-laki itu bicara, minta diselesaikan secara damai saja. Oke kata Iyun. Kalau damai kamu maunya seperti apa. Laki-laki itu menjawab, mobilku dibawa ke bengkel dan biayanya dibagi 2, lalu mobil dia juga dibawa ke bengkel biayanya dibagi 2.
Akhirnya terdengar hardikan keras dari Iyun , “kalau seperti itu cara penyelesaiannya itu namanya kita sama-sama salah. Sedangkan inikan tidak seperti itu!”. Suasana jadi ramai dimana beberapa orang security yang tidak mempunyai wawasan tentang penyelesaian perkara laka lantas ikut bicara tanpa dasar. Seperti pak deputi security yang mengejek sikap Iyun tidak berperikemanusiaan, kasian dia hanya karyawan outsourching dsb. Belum lagi kepala security yang arogansinya sangat tinggi merasa tersinggung ketika Iyun menyerahkan KTP, SIM, STNK yang dia tahan tadi untuk minta diselesaikan secara prosedur yang berlaku di perusahaan ini mengingat kejadian ini terjadi di dalam komplek perusahaan. Semua penuh arogansi dan sok dengan kebijkan masing-masing. Akhirnya beberapa security lain yang hanya staf biasa (namun mampu memahami makna kalimat yang diucapkan oleh kakakku) menyarankan untuk diselesaikan saja di kantor security. Iyun menyarakan aku ikut saja ke kantor dulu, sementara itu dia akan melapor ke Polsek terdekat karena melihat perkara ini dia khawatir tidak bisa diselesaikan secara wajar.
Aku ikut ke kantor security, berbelit, bahkan ada seorang bapak security yang mengaku mantan anggota seakan ngenyek karena aku ingin si penabrak mengganti penuh biaya bengkel. Bapak itu berbicara kok aku seperti tidak punya rasa kemanusiaan. Aku menegaskan diriku dengan keputusanku itu. Bukan karena aku tidak kasihan. Semua ini kulakukan supaya tegaknya sebuah sistem “punishment”. Aku mengamati dari tadi si laki-laki penabrak itu tidak sedikitpun mengucapkan kata maaf, atau rasa simpati dengan apa yang menimpa mobilku. Padahal menurut perasaanku, dan bahkan dari olah TKP dia jelas 100% salah. Sebegitu angkuhnya orang ini.
Kedua, bukankah sitem pengendalian keamanan di perusahaan tempat aku bekerja ini sedang carut marut. Kemalingan, kecelakaan yang diakibatkan oleh karyawan outsourching sudah sangat sering terjadi. Bahkan tadi saat proses verbal , kepala security itu bercerita bahwa pagi tadi,laki-laki pebarak itu kena razia dan tertangkap bahwa dia tidak mempunyai SIM pabrik, yang artinya dia seharusnya tidak boleh mengendarakan mobil plant use. Lalu setelah menabrak, ngebut dengan kecepatan yang sangat tinggi (aku sangat tahu peraturan SMK3 di perusahaan ini kecepatan maksimum kendaraaan dalam komplek adalah 25 km/jam). Lantas mengapa para pembesar-pembesar keamanan perusahaan ini mengejek aku sebagai raja tega? Harusnya dari razia SIM pagi tadi dia sudah kena warning slip dan dipecat apabila mungkin.
Akhirnya dengan ketegasanku kasus ini diselesaikan dengan surat perjanjian bahwa mobilku akan dimasukkan bengkel sampai kondisi seperti semula. Segala biaya yang terjadi ditanggung penuh oleh penabrak. Baru saja selesai surat perjanjian Iyun datang dengan semobil petugas kepolisian dari polsek terdekat. Beberapa petugas terlihat salah tingkah dan penuh basa-basi dengan polisi-polisi itu. Akhirnya security menginginkan masalah ini diselesaikan secara intern saja, bahkan surat perjanjian damai sudah dibuat ujar Ka security. Hmmm....
Sekarang aku paham bahwa carut marut keamanan di komplek perusahaan ini adalah akibat petugas terlalu “permissive” dan kapabilitas petugas yang kurang memadai. Aku sedih..melihatnya. Tapi inilah fakta. Iyun menelpon aku berteori dan menyarankan seharusnya perusahaanku itu menetapkan persyaratan dan seleksi yang ketat dalam menerima petugas driver. Aku tersenyum manis, itu teori Yun, perusahaan ini kan belum 100% professional. Bukankah karyawan outsourching itu adalah orang-orang yang memiliki katabelece. Apaboleh buat.
Ini hanya salah satu contoh kecil dari lingkup kecil negara ini. Jika mau lihat lingkup yang lebih luas lagi, betapa moral anak bangsa saat ini sedang dipertaruhkan. Miris melihatnya ketika mengendara di jalan raya. Lampu merah, aturan lalu lintas bahkan petugas kepolisian sudah tidak lagi diindahkan. Aku pernah terbingung-bingung saat mengendara dan ketika lampu merah berhenti, mobil, motor di belakangku membunyikan klakson panjang tanda mereka marah. Mereka berteriak-teriak agar aku jangan berhenti, dan tancap gas saja, karena memang tak ada polisi yang berjaga dan kondisi kendaraan di simpang empat lampu merah itu sepi.
Aku diam dan tetap berhenti, mereka memotong dan tancap gas dengan ngomel-ngomel kepadaku padahal lampu merah. Aku hanya bisa beristighfar dan geleng-geleng kepala, siapa yang mau mentaaati peraturan ini selain kita sebagai warga negara. Apakah kita hanya patuh jika diawasi petugas polisi. Bukankah ada pengawasan yang lebih besar lagi yaitu “Allah Azza wa jalla”. Kenapa prinsip ini belum mendarah daging dalam setian insan.
Kenapa kita begitu bangga merampas hak orang lain. Yah...bayangkan saja sebelum kecelakaanku terjadi, begitu banyak rencana yang kususun sebagai kegiatan hablumminannnas. Mau kondangan, ambil baju Lynda dan memaketkannya, mau ini itu. Tapi karena kelalaian orang lain semua kacau balau. Tidak sadarkah kita perbuatan itu sebagai sesuatu yang merampas hak orang lain.
Mungkin karena kita punya power dan kedudukan tinggi, maka kita bisa melempar orang lain kesana sini hanya untuk mengisi posisi agar ditempat orang-orang kita (bisa jadi anak, saudara, teman se almamater, orang seide), tanpa memikirkan perasaan dan apa yang terjadi pada orang-orang yang tidak punya power itu? Mungkin karena kita kaya dan dalam kedudukan jabatan yang tinggi kita dapat berbuat semau-maunya asal kita puas, asal yang kita inginkan tercapai? Tidak! Pasti tidak! Kehidupan di dunia ini hanyalah senda gurau belaka, kehidupan alam akhirat itulah yang sebenarnya hidup. Apapun yang telah kamu lakukan dalam dunia kelak akan dikalkulasikan semua berbayar, kebaikan akan dibayar dengan pahala, dan aniaya akan berazab.
Tetapi bagaimanapun peristiwa dan musibah ini memberi aku banyak pelajaran. Hanya karena mobilku harus masuk bengkel aku jadi harus belajar naik gojek. Aku bisa mempelajari keadaan dan kehidupan sopir gojek. Kerisihan, kelebihan dan yang harus lebih diupgrade dalam sistem trnasportasi online ini. Yang paling penting aku merasa sangat tertolong dengan adanya sistem transportasi online , karena tidak punya kendaraan aku tidak lagi harus menyusahkan orang lain (adek, keponakan, teman atau siapapun). Yah... selalu ada hikmah dari setiap peristiwa.
No comments:
Post a Comment