Hari ini tanggal 22 Desember 2017, kebanyakan orang baik di media sosial maupun di berbagai media lainnya begitu viral menggemakan umbaran kata-kata ucapan atau ungkapan terima kasih pada ibu mereka . Bahkan tadi pagi di sebuah channel televisi Nasional Indosiar dalam acara Mama dan Aa , ceramahnya tentang ibu, kedahsyatan doa seorang ibu, tentang bakti kepada ibu, tentang azab bagi anak yang durhaka kepada ibu. Lagi-lagi aku hanya mampu bercucuran air mata. Aku menghukum diri sendiri “apakah aku belum pantas, belum layak, dan gagal untuk menyandang predikat “ibu”???”. Predikat ibu pun rasanya tak pantas aku terima, apalagi predikat “ibu yang baik”. Anak-anakku telah meninggalkan aku, memenjarakan aku, menyebarkan pemberitaan buruk tentang aku. Ya Allah....
Aku masih mengingat beberapa bulan lalu saat menjelang tanggal tanggal 20 September, sepertiga malam aku terbangun, aku duduk merenung di sisi tempat tidur, namun aku sedang tidak bisa melakukan Tahajud/sholat malam, karena siklus bulanan. Kerinduan pada mama dan papa alm. Semua kerinduan ini bermula pada kerinduanku pada sosok anak kandungku laki-laki yang hari itu tepat berulang tahun ke-18.
Ananda tercinta telah pergi meninggalkan aku dalam sebuah perseteruan perebutan hak asuh anak. Sang mantan yang berkolaborasi dengan anakku mempidanakan aku dengan tuduhan penganiayaan, 6 bulan hukuman penjara aku dapatkan. Kukira cukup hanya sampai disitu yang mereka lakukan. Ternyata tidak! Masih ada episode lanjutan yang dilakukan mereka , membenci, meniadakan, menghapus namaku di raport ataupun dokumen resmi lainnya dan diganti dengan nama ibu tirinya.
Aku menangis....menyesali diri, mengoreksi diri sampai ke akar-akarnya agar aku dapat menemukan kesalahanku, sehingga aku mampu mahfum dan memahami bahwa aku pantas alias wajar dibuat begini. Hampir sepuluh tahun peristiwa itu berlalu, aku belum bisa menemukan jawaban mengapa aku diperlakukan sedemikian ini. Aku memang sudah berusaha melupakan, mengikhlaskan. Namun disaat aku rindu anakku aku selalu ingat almarhumah mama dan papa alm, entahlah kenapa. Aku rindu mereka. Aku kehilangan kasih sayang dan keajaiban mustajabnya do’a mereka. Disamping itu aku juga selalu mengoreksi diri seberapa besar dosaku pada mama papa. Seberapa bandel dulu aku pada mereka? Seberapa sering aku dulu sering membuat mereka jengkel (Semua aku lakukan hanya untuk menyimpulkan mungkinkah yang aku rasakan saat ini adalah balasan dari kesalahanku pada mama dan papa dulu???). Entahlah rasanya aku anak yang penurut..banget, meskipun aku dulu suka kucing-kucingan sama mama. Disuruh tidur siang, pintu kamar ditutup aku malah menyelinap lompat jendela lalu main dengan kawan-kawan dan kembali menyelinap lagi ke kamar saat jam 4 sore, karena itulah jam mama mebangunkan kami untuk mandi sore.
Ya Alloh ampunilah aku. Lapangkan dan terangilah kuburnya, jauhkanlah mereka dari siksa kubur, bangunkan rumah di syurga buat mama papa. Disamping itu aku selalu senantiasa mendo’akan anak-anakku yang telah dipisahkan dengan cara paksa dariku. Ya Allah .. jangan timpakan dosa dan keburukan pada mereka meskipun aku terlalu sering menitikkan air mata karenanya. Jadikanlah anak-anakku sebagai ahli syurga, yang taat dan memahami aturanMU. Lindungi mereka dari segala marabahaya, dosa, fitnah dunia dan akhirat. Aamiin...
Saudaraku sesama muslim, karena keutamaan agung yang dimiliki kedua orang tua inilah, berulang kali dalam al-Quran dan sunnah nabi–Nya disebutkan perintah agar berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua, dan peringatan agar tidak mendurhakai dan melukai mereka dengan bentuk apapun. Allah SWT berfirman dalam al-Quran yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari bani israil (yaitu): ‘ janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia; dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.’ Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari kamu dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-baqarah : 83)
HAK-HAK ORANG TUA
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً -٢٣- وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً -٢٤-
Dan Tuhan-mu telah Memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Isra’ 23-24)
Dalam ayat ini, Allah melarang kita menyakiti orang tua sekecil apapun bentuknya. Bahkan hanya dengan ucapan “ah” sekalipun.
فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
Menurut Imam Ja’far As-Shodiq, jika ada perkataan yang lebih ringan dari “ah” maka Allah akan menyebutkan kata itu. Sekecil apapun, kita dilarang keras untuk menyakiti orang tua. Mengapa Allah memberi penekanan khusus untuk berbakti kepada orang tua ketika telah lanjut usia?
Jika kita perhatikan, seorang yang lanjut usia akan mengalami perubahan. Fisik dan pikirannya mulai melemah. Banyak hal yang tak mampu dia lakukan. Terkadang semakin cerewet dan banyak permintaan. Tentu cinta seorang anak kepada orang tua berbeda dengan cinta orang tua kepada anaknya. Sang anak mulai capek mendengar permintaan orang tua yang semakin aneh dan macam-macam. Pendapat mereka sering bertolak belakang. Anak menginginkan A dan orang tua ingin B. Mungkin karena mereka terbawa oleh usia dan pengalaman yang panjang.
Terkadang, ketika anak telah tumbuh besar, mandiri dan mampu. Dia merasa tak butuh lagi kepada orang tua. Akhirnya dia bersikap meremehkan dan pening mendengar bermacam nasehat dan permintaan orang tuanya. Dia telah lupa bahwa dirinya yang hebat saat ini adalah berkat orang tuanya. Karena dia tidak akan lahir tanpa orang tua.
وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Jangan sakiti orang tua kita dengan hal yang besar atau sekecil apapun. Ketahuilah, Allah swt menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua karena bakti ini adalah hal yang sulit. Apapun perintahnya, jangan pernah kita tolak. Tetaplah menjawab mereka dengan perkataan yang sejuk dan menyenangkan.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang”
Ketika kita mulai kaya, mampu membiayai keluarga dan orang tua, janganlah muncul rasa sombong dihadapan mereka. Jangan pernah merasa telah membalas jasa orang tua dengan menafkahi mereka bertahun tahun. Sungguh, berapapun yang kita berikan tidak bisa membalas secuil pun dari jasa mereka. Bersikaplah rendah dihapan mereka. Dekati mereka dengan penuh kasih sayang.
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً
“Dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Dan jangan lupa untuk mendoakannya di setiap waktu. Karena doa kita yang akan meringankan beban mereka ketika di Hari Pembalasan kelak. Secara mutlak, ayah dan ibu harus memperoleh penghormatan yang tinggi. Namun penghormatan kepada ibu harus lebih tinggi. Karena pengorbanan seorang ibu begitu besar untuk buah hatinya.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ -١٤-
“Dan Kami Perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Luqman 14)
Mengapa keutamaan berbakti kepada seorang ibu lebih utama, Rasulullah SAW bahkan sampai 3 kali menyebutkan “ibumu...ibumu...ibumu. Ingatlah bahwa kita telah bersemayam dalam rahim ibu kita selama 9 bulan lebih. Kita makan dari darah dagingnya. Pengorbanan seorang ibu sangatlah besar. Dimulai dari masa kehamilan yang begitu berat. Sebagian besar ibu-ibu pada 3 bulan pertama masa kehamilan tak bisa makan bahkan muntah secara dahsyat ketika mencium berbagai macam bau termasuk bau makanan sekalipun. Tidak hanya sampai disitu saja, disaat usia kehamilan semakin besar diusia 7 -9 bulan penderitaan calon ibu makin bertambah lagi dengan kondisi perut yang semakin membuncit dan kaki semakin bengkak menanggung beban berat, duduk salah, tidurpun sulit, miring ke kanan salah, kekiri salah telentangpun tidak nyaman. “ lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun”(kutipan surat Luqman : 14)
Tibalah saatnya hari kelahiranmu ibu berjuang melawan maut untuk menghadirkanmu ke dunia ini. Lantas ketika kau sudah sedikit besar, beban ibumu akan semakin besar lagi. Tak jarang ibumu tak sempat makan atau makan dengan sempurna. Baru saja akan menyuapkan makanan kemulutnya tiba-tiba terdengar tangismu, atau teiakanmu minta diceboki, ibumu segera menghentikan makannya untuk segera menggendongmu, melayanimu. Ibumu kadangkala hanya sempat membuat sarapan agar kau pergi sekolah tidak dengan perut kosong. Tahukah kamu ibumu bahkan tak sempat menyuap atau menyantap sarapannya karena harus buru-buru bersiap mengantarmu ke sekolah agar kau tidak terlambat. Semua yang diprioritaskan ibumu hanyalah kepentinganmu. Doa-doa di setiap sujud dan tarikan nafasnya namamu selalu disebut. Yang ada di dalam hentakan nafas dan denyut nadi ibumu hanyalah kamu dan kamu saja.
Lalu pantaskah jika saat ini engkau melupakan ibumu, mencampakannya, mengumbar cerita-cerita buruk tentangnya ke khalayak ramai? Bahkan sampai menghadiakan hukuman 6 bulan penjara atas persepsimu yang belum tentu benar tentangnya???
Wahai anakku banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajarkan kita tentang hak-hak orang tua. Lalu apa hak-hak mereka? Apa hak ibu? Apa hak ayah? Bagaimana jika mereka telah meninggal sementara kita belum sempat berbuat baik kepada mereka? Karena itu, Allah menyuruh kita untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada orang tua. Karena seluruh kenikmatan Allah tidak akan sampai kepada kita tanpa melalui kedua orang tua.
Ada sebuah riwayat dalam Al-adabul Mufradnya al-Imam Bukhari yang bisa dijadikan jawaban atas pertanyaan besar tersebut di atas. Hajjaj menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Sulaiman at-Taimi, dari Sa’id al-Qaisi dari Ibnu Abbas Rodhiyallâhu ‘Anhu, ia berkata,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ لَهُ وَالِدَانِ مُسْلِمَانِ يُصْبِحُ إِلَيْهِمَا مُحْتَسِباً ، إِلَّا فَتَحَ لَهُ اللهُ بَابَيْنِ – يَعْنِي : مِنَ اْلَجَّنةِ – وَإِنْ كَانَ وَاحِدًا فَوَاحِدٌ ، وَإِنْ أَغْضَبَ أَحَدُهُمَا لَمْ يَرْضَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ ، قِيْلَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ ؟ قَالَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ
“Tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang mempunyai kedua orang tua beragama Islam yang berbakti kepada mereka berdua dengan mengharap pahala (dari Allah) melainkan Allah akan membukakan dua pintu –maksudnya pintu Surga- untuknya. Jika tinggal salah satu dari keduanya yang masih hidup, maka yang akan dibukakan adalah satu pintu. Jika dia menjadikan salah satu di antaranya marah, Allah tidak akan ridha (kepadanya) hingga orang tuanya ridha kepadanya.“ Lalu ada yang bertanya, “Meskipun kedua (orang tua)nya itu menzaliminya?” Ibnu Abbas menjawab, “Meskipun keduanya menzaliminya,” (Hasan dengan dua jalan. Said adalah rawi yang majhul)
Menurut Syaikh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi, Rektor Universitas Islam Ibnu Taimiyah, Darussalam – India, dalam Syarah Adabul Mufrad menjelaskan beberapa hal terkait dengan hadits tersebut. Diantaranya:
Maksud dari Wain Dzolamâhu adalah keduanya (orang tua) menzaliminya dalam berbagai perkara dunia. Berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua adalah wajib, walaupun keduanya telah menzalimi anak dalam perkara dunia.
Derajat hadits di atas dhâ’if, akan tetapi makna yang dikandungnya dapat dibenarkan.Jadi, kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua tetap harus ditunaikan meski kedua orang tua berbuat zalim.
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Syaikh ‘Atha bin Khalil, Amir Hizbut Tahrir Ketika ditanya oleh seseorang yang bernama Lamis Sh dengan pertanyaan sebagai berikut:
Apa hukumnya marah kepada orang tua dan bersuara keras kepada orangtua dan bersuara keras kepada meraka? Terlintas dalam benak, bagaimana jika orangtua telah menyebabkan berbagai kesulitan bagi anaknya? Bukannya mendapatkan pemeliharaan dari kedua orangtuanya pada saat masih kecil, si anak justru harus mandiri dan menyelesaikan persoalannya sendiri. Apakah marah kepada kedua orangtuanya, dan bersuara keras terhadap mereka termasuk tindakan ‘uquq al-walidain (tidak berbakti kepada kedua orangtua) dan menyebabkan seseorang tidak mendapatkan taufik dalam kehidupannya?
Setelah Syaikh ‘atha bin Khalil menyampaikan bahwa seorang anak tidak boleh marah dan bersuara keras kepada kedua orangtuanya berdasarkan firman Allah swt di dalam QS al-Isra [17]:23 yang melarang seorang anak yang mengatakan “ah!” dan juga menyampaikan penjelasan hadits nabi dalam Sahih Muslim dari Abu Hurairah, “Sungguh celaka, sungguh celaka, sungguh celaka, seorang yang masih bertemu kedua orangtuanya yang sudah tua, apakah salah satu atau keduanya, tetapi ia tidak masuk surga” beliau menyatakan:
“Dalam suatu kejadian, jika seseorang tanpa sadar lalai dan “marah” kepada kedua orangtuanya, sebagaimana kasus yang ditanyakan, maka ia harus segera memohon ampun kepada Allah Swt, serta meminta maaf dan keridhaan orangtuanya. Hati orangtua pada umumnya adalah hati yang lemah lembut dan pemurah; maka mereka pun akan mudah memaafkan kelalaian anak-anaknya, jika anak-anaknya tersebut meminta maaf kepada mereka”
Dari keterangan tersebut, bisa dipahami bahwa kesalahan atau kedzaliman yang pernah dilakukan oleh orang tua kepada anaknya tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk marah kepada orangtuanya. Dengan kata lain, kita tetap wajib berbuat baik kepada kedua orangtua meski mereka pernah berbuat dzalim kepada kita anaknya. Semoga kita termasuk anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tua kita . Âmîn Yâ Robbal ‘Âlamîn.